Respon Dirjen HAM Kasus Miss Universe: Isu Pelecehan Seksual Melanggar HAM

Media Center Kementerian Hukum dan HAM
Kanal Resmi Pemberitaan Unit Kerja di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dikelola oleh tim Media Center Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Konten dari Pengguna
12 Agustus 2023 13:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Media Center Kementerian Hukum dan HAM tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia, Dhahana Putra, bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly, di suatu kesempatan berdiskusi mengenai Hak Asasi Manusia. (Foto: Erton/Ditjen HAM Kemenkumham)
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia, Dhahana Putra, bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly, di suatu kesempatan berdiskusi mengenai Hak Asasi Manusia. (Foto: Erton/Ditjen HAM Kemenkumham)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jakarta-Direktur Jenderal HAM, Dhahana Putra, menilai dugaan pelecehan seksual yang menimpa sejumlah finalis dalam kontes Miss Universe Indonesia (MUID) 2023 sebagai hal yang ironis.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, dalam perspektif Dhahana, MUID ini merupakan kompetisi bergengsi bagi perempuan untuk aktualisasi diri dan kepribadian sehingga diharapkan mampu atau layak menjadi duta bangsa.
“Jika terbukti benar, kami melihat ini sebagai catatan buruk dalam kontes Miss Universe. Karena, pelecehan seksual jelas sekali tidak sejalan dengan tujuan diselenggarakannya ajang Miss Universe,” jelas Dhahana.
Pelecehan seksual, sambung Dhahana, tidak dapat ditoleransi dengan dalih apapun di Indonesia.
“Selain telah meratifikasi CEDAW sejak tahun 1984 dan terus aktif berpartisipasi dalam dialog konstruktif pelaporannya, kini kita juga telah memiliki Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang menjadi bukti keseriusan negara untuk memberikan perlindungan dan penghormatan HAM terutama terkait isu kekerasan seksual,” kata Dhahana.
ADVERTISEMENT
Dhahana menuturkan, bahwa pelaku pelecehan seksual mendapatkan ancaman yang serius sebagaimana misalnya diatur di dalam pasal 12 atau 13 UU TPKS.
"Harapannya, dengan ancaman yang berat semacam itu maka dapat mencegah terjadinya pelecehan seksual," ucap Dhahana.
Terkini, Dhahana mengakui pihaknya bersama KemenPPPA dan Kementerian/Lembaga terkait tengah menggodok satu dari tujuh peraturan pelaksana dari UU TPKS.
Yaitu, RPP Pencegahan Tindak Pidana Kekerasan Seksual seta Penanganan, Pelindungan dan Pemulihan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“Perlu kami tegaskan kembali bahwa pelecehan seksual yang menimpa sejumlah saudari kita para finalis MUID ini terang-terangan bertentangan dengan upaya pemerintah mendorong penghormatan dan perlindungan HAM bagi perempuan,” tegas Dhahana.
Karena itu, Direktur Jenderal HAM mengapresiasi langkah cepat aparat Kepolisian dalam merespon laporan yang disampaikan para terduga korban.
ADVERTISEMENT
“Respon cepat Kepolisian menangani laporan ini menunjukan bahwa pemahaman Aparat Penegak Hukum terhadap isu pelecehan seksual telah semakin baik,” ujarnya.
Di samping itu, Direktur Jenderal HAM juga mengajak para pihak penyelenggara MUID melakukan evaluasi terhadap aktivitas bisnisnya sehingga dapat melakukan upaya-upaya pencegahan agar kejadian serupa tidak terjadi lagi ke depan.
Jika pelecehan seksual dibiarkan maka dikhawatirkan akan berdampak negatif khususnya pada industri ekonomi kreatif dan pariwisata di tanah air. Terlebih, Miss Universe kerap dilibatkan dalam promosi budaya lokal dan ekonomi kreatif.
“Jangan sampai dugaan pelecehan seksual di ajang MUID ini memberi kesan bahwa industri ekonomi kreatif dan pariwisata kita tidak ramah HAM khususnya perempuan,” ucap Dhahana.
Lebih lanjut, Dhahana mengungkapkan KemenkumHAM bersama Kementerian/Lembaga yang tergabung di dalam Gugus Tugas Nasional Bisnis dan HAM (GTN BHAM) terus melakukan pengarusutamaan bisnis dan HAM di tanah air.
ADVERTISEMENT
Salah satu upaya pengarusutamaan bisnis dan HAM yang dilakukan oleh KemenkumHAM adalah melalui aplikasi Penilaian Risiko Bisnis dan HAM (PRISMA).
“Melalui aplikasi PRISMA, kami ingin mendekatkan nilai-nilai HAM dengan dunia bisnis agar dapat sejalan dengan United Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs). Sehingga para pelaku usaha dalam menjalankan bisnisnya menghormati HAM yang tentunya juga memberikan citra positif bagi pelaku usaha itu sendiri,” pungkas Dhahana.
Linda Pratiwi dan Erton