Konten dari Pengguna

Melihat Kekuatan Super, Media Sosial

MEDIA DIDAKTIK
didaktikonline.com
29 Juni 2021 18:08 WIB
clock
Diperbarui 13 Agustus 2021 13:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari MEDIA DIDAKTIK tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi oleh : M Rifki Kurniawan | Pengarsipan Media Didaktik
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi oleh : M Rifki Kurniawan | Pengarsipan Media Didaktik
ADVERTISEMENT
Kekuatan pers menjadi salah satu pilar demokrasi. Berbicara mengenai demokrasi, sekarang kita sudah memasuki babak demokrasi kekinian yang memaksimalkan media sosial. Pers dan media sosial ibarat lem dan amplop yang tidak bisa terpisahkan. Media sosial menjadi salah satu senjata ampuh dalam menunjang serta menjalankan fungsi pers.
ADVERTISEMENT
Ketika pers terbeli oleh penguasa, fungsi yang dulu dibanggakan dapat luntur karena kepentingan seperti pencitraan politik. Alhasil, saat ini pers membawa kepentingan politik dan mulai saling menjatuhkan dengan kubu politik lain. Tak ayal, saling serang kubu dilakukan dengan kekuatan pers. Padahal seharusnya pers menyambung lidah rakyat, bukan malah menggemakan rayuan penguasa.
Di tengah-tengah menyusutnya kepercayaan masyarakat terhadap pers, teks di Facebook, Twitter, YouTube, maupun aplikasi/laman internet lain memunculkan energi politik baru. Energi tersebut mengemukakan relasi antara teknologi media sosial, politik, dan kehidupan publik. Media sosial memiliki kekuatan dalam proses pembentukan opini masyarakat.
Media sosial memfasilitasi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi untuk pemerintah. Yang bobrok akan digilas komentar negatif warganet. Masyarakat berhak mengkritik pemerintahan. Seperti yang tertulis dalam pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
ADVERTISEMENT

Bukan Berarti Lepas

Dengan kebebasan ini kita juga harus mampu menentukan pendapat yang akan kita lontarkan di media sosial. Jangan sampai di era keterbukaan ini menjadi tren untuk memberitakan berita hoaks yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Maka, jadilah rakyat yang kritis, cerdas dan mempertanggungjawabkan setiap argumen.
Ibarat sebilah pedang di tangan yang benar, media sosial akan bermanfaat menumpas kejahatan dan menegakkan hukum. Sementara di tangan yang tidak tepat justru disalahgunakan untuk tujuan yang membahayakan orang lain. Perilaku bermedia sosial sangat ditentukan oleh penggunanya. Tahun 2019 menjadi tahun peperangan politik yang memanas. Masyarakat dituntut lebih selektif dalam mencerna isi berita di media sosial.
Dunia nyata seolah menjadi media sosial dan media sosial kini semakin nyata. Pandangan media sosial kini dianggap nyata oleh masyarakat, tanpa melihat pembenaran di dunia nyata. Di era ini siapa yang paling berpengaruh di media sosial ialah pemenangnya, maka jadilah cerdas.
ADVERTISEMENT

Ganasnya Media Sosial

Masyarakat Indonesia tumbuh menjadi masyarakat digital dan apapun bisa di posting di dunia digital. Pola pikir masyarakat dapat membangun sistem demokrasi bagi pemerintah dan kekuasaan. Jadi tak heran para politisi sekarang sudah memainkan media sosial sebagai alat pencitraannya. Dunia dan kerja nyata tak lagi menjadi prioritas di era digital melainkan pencitraan publik di media sosial.
Ya politisi yang tidak ikut terjun dan bermain cantik di media sosial akan tersingkir. Tapi politisi yang trend di media sosial menjadi pujaan bak dewa. Meskipun, di dunia nyata tak sebagus pencitraan di media sosial.
Kekuatan masyarakat kini mulai tampak, dunia ada di genggaman mereka. Maka politisi saat ini akan sibuk menjaga citra di media sosial, kekuatan terkuat ada ditangan rakyat didukung dengan adanya sosial media yang menjadi alat pemantau kuasa. Pemerintah yang tidak becus akan hancur. Karena rakyat dalam hitungan detik akan membombardir pemerintah yang tidak mampu mengurus rakyatnya. 29/06/2021/Dwi Khonitan
ADVERTISEMENT