Konten dari Pengguna

Literasi, Literasi, dan Literasi

LPM Media Publica
Official Account of Lembaga Pers Mahasiswa Media Publica Fikom UPDM(B)
14 Juni 2017 20:27 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari LPM Media Publica tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Literasi, Literasi, dan Literasi
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Media Publica – Perkembangan teknologi informatika kian pesat, tak ada seorang pun tahu apakah yang akan terjadi pada esok hari. Melihat fenomena yang terjadi di Indonesia, pemanfaatan teknologi informatika di Negara ini nampak memperihatinkan. Liberalisasi menjamur dalam jiwa rakyat seakan lupa ideology Pancasila. Masyarakat seakan lupa apa makna kebebasan yang dimaksud dalam UUD 1945 secara fundamental yaitu bebas yang bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Menurut data yang dilansir dari laman resmi Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), pengguna internet di Indonesia mencapai 63 Juta orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 95 persen merupakan pengguna aktif media sosial. Cukup disayangkan negara peringkat ke-enam pengguna internet terbanyak di dunia tidak berbanding lurus dengan budaya literasinya. Sesuai studi “Most Littered Nation in The World” yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016 silam, Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara tentang minat baca. Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa. Sangat memperihatinkan.
Penyebaran informasi tak diimbangi dengan kuatnya budaya literasi akan menimbulkan masyarakat asal-asalan. Asal membuat informasi, asal menyebarkan informasi, hingga asal menanggapi informasi. Pepatah “Mulutmu Harimaumu” kini berevolusi menjadi “Jarimu Harimaumu.” Masyarakat Indonesia kini sepertinya terlalu terlena dengan kebebasan.
ADVERTISEMENT
Memang, kebebasan telah terjamin dalam UUD 1945 pasal 28 E ayat 3 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Tapi kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan yang bertanggung jawab, alias segala pendapat baik lisan maupun tulisan dapat dipertanggungjawabkan faktanya.
Indonesia jangan sampai berubah, yang harus berubah adalah masyarakatnya. Penyebaran informasi di era liberalisasi Negeri ini adalah hal serius. Jika tak dapat ditangani maka dapat menimbulkan perpecahan NKRI. Karena perang yang akan terjadi bukanlah perang senjata namun perang Komunikasi dan Informasi. Dengan lisan maupun tulisan, dalang dapat dengan mudah mempengaruhi masyarakat yang tidak mengerti apa-apa.
Menurut Vladimir Lenin, Kebohongan yang terus menerus disebarkan akan dianggap sebagai kebenaran. Nampaknya propaganda tersebut masih terus digunakan sampai saat ini. Oleh karena itu, masyarakat harus berhati-hati serta tidak mudah terpengaruh akan informasi berisi propaganda yang disebarkan melalui jejaring sosial. Sebaiknya masyarakat harus jeli dalam membaca atau menerima informasi dan membandingkan dengan literasi lain, serta berdiskusi agar dapat menyempurnakan dialektika.
ADVERTISEMENT
Oleh: Mohammad Thorvy Qalbi
Another News: mediapublica.co Instagram: @mpdotco Twitter: @mpdotco