Polemik Data yang Tiada Akhir

Mambang
Mambang,M.Kom Dosen Informatika dan Komputer, Penulis,Peneliti dan Praktisi Ketua IndoCEISS Kal-Sel 2021-2025
Konten dari Pengguna
27 September 2022 11:28 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mambang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tantangan Teknis dalam Mengelola Data Perlu Segera diperbaiki. Sumber Gambar: https://pixabay.com/id/users/madartzgraphics-3575871
zoom-in-whitePerbesar
Tantangan Teknis dalam Mengelola Data Perlu Segera diperbaiki. Sumber Gambar: https://pixabay.com/id/users/madartzgraphics-3575871
ADVERTISEMENT
Ketika sebuah perangkat cerdas terhubung ke internet, maka bersiaplah dengan segala konsekuensi terkait dengan data. Banyak pertanyaan yang muncul dan perdebatan akhir-akhir ini mengenai data.
ADVERTISEMENT
Apakah kita sedang menghadapi situasi darurat keamanan data pribadi karena secara bergelombang dihadapkan dengan kebocoran data.
Sejenak mari kita melihat kisah anak muda Bernama Aaron Swartz. Pada 11 Januari 2013, Aaron Swartz, seorang peretas Amerika berusia 26 tahun, melakukan bunuh diri di apartemennya. Swartz adalah seorang genius langka. Pada usia 14 tahun dia membantu mengembangkan protocol RSS yang krusial itu. Swartz juga seorang penganut gigih kebebasan informasi. Pada tahun 2008 dia mempublikasikan manifesto gerilya akses terbuka, yang menuntut aliran informasi bebas dan tak terbatas.
Swartz mengatakan bahwa kita perlu mengambil informasi, di mana pun disimpan, membuat salinan-salinan dan membaginya ke dunia. "Kita perlu mengeluarkan barang itu dari hak cipta dan menambahkannya ke dalam arsip. Kita perlu membeli database rahasia dan menempatkannya ke jaringan internet. Kita perlu mengunduh jurnal-jurnal ilmiah dan mengunggahnya ke jaringan berbagi file. Kita perlu berperang demi gerilya akses terbuka,” ucap Swartz. Apakah hanya seorang Swartz saja di muka bumi ini yang berpikiran seperti itu…?
ADVERTISEMENT
Di era modern seperti sekarang, masyarakat seolah tak bisa lepas dari penggunaan perangkat mobile sekaligus internet. Bukan hanya itu, keterampilan masyarakat dalam mengakses jejaring sosial pun turut memicu tingginya ledakan data digital. Sekarang coba bayangkan berapa banyak informasi yang mengalir setiap harinya akibat unggahan foto, chat, video, hingga status yang dilakukan seseorang melalui media sosialnya.
Data yang dihasilkan setiap hari tumbuh secara eksponensial dan bukan hal yang aneh apabila ditemukan bisnis yang menghasilkan data berukuran ber-gigabyte setiap hari.
Tantangan teknis dalam mengelola data perlu segera diperbaiki seperti kesiapan Infrastruktur yang beragam, banyaknya aplikasi penghasil data yang belum dikelola secara terintegrasi, beragamnya referensi dan standar data, serta metodologi tata kelola data yang belum terstandar.
ADVERTISEMENT
Di masa mendatang polemik terhadap data adalah sajian yang akan menghiasi tatanan kehidupan sosial. Teknologi baru abad 21 bisa membalikkan revolusi humanis, melucuti otoritas manusia, dan memberi kekuasaan pada algoritma non-manusia.
UU PDP yang telah disahkan, semoga dapat menjadi satu langkah awal yang baik untuk memperbaiki tata kelola teknologi informasi dan keamanan siber di Indonesia dan menutup kekosongan hukum selama ini.
Manusia diharuskan menyaring data menjadi informasi, informasi menjadi pengetahuan, dan pengetahuan menjadi kebijaksanaan.