Konten dari Pengguna

Menanggapi Pemuda Diabetes Menggunakan Logika Ilmiah

Medianti Ayu
Sedang menempuh pendidikan S1 Psikologi di Universitas Brawijaya
21 April 2025 10:11 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Medianti Ayu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.pexels.com/photo/a-glucometer-over-documents-7653093/
zoom-in-whitePerbesar
https://www.pexels.com/photo/a-glucometer-over-documents-7653093/
ADVERTISEMENT
Minuman dengan cita rasa manis menjadi suatu keharusan untuk anak muda sebagai pelengkap hidup. Dalam satu hari, tidak menutup kemungkinan untuk bisa mengonsumsi lebih dari 1 jenis minuman manis. Seperti halnya seseorang yang memiliki ketergantungan pada es kopi susu gula aren, maka ia tidak ragu untuk membeli rutin tiap harinya atau bahkan bisa melebihi itu. Belum lagi saat berkedok self reward, pasti akan lebih bervariasi lagi. Tetapi tahukah kamu bahwa kebiasaan hidup ini membawa pengaruh buruk terhadap kesehatan. Meningkatnya angka kasus diabetes tipe 2 pada usia muda atau bahkan di kalangan anak-anak cukup menjelaskan bahwa saat ini kita telah menciptakan pola hidup yang kurang baik untuk kesehatan. Kalau dulu yang kita tahu diabetes merupakan penyakit yang identik dengan lansia dikarenakan seiring bertambahnya usia, metabolisme tubuh akan semakin melambat, maka hari ini kita akan mendengar bahwa anak usia 10 tahun pun berpotensi untuk dinyatakan mengidap diabetes.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari detikHealth, Ketua Umum PP IDAI dr Piprim Basarah Yanuarso mengatakan “diabetes tipe 2 (meningkat) karena lifestyle. Tidak dipungkiri sekarang ini kejadian obesitas meningkat pada anak-anak. Sekitar 80 persen anak diabetes itu disertai obesitas”. Dari pernyataan tersebut bisa kita ambil benang merah bahwa meningkatnya penderita diabetes tipe 2 pada anak-anak disebabkan oleh lifestyle. Kita telusuri lebih lanjut, pola makan sehari-hari mereka didominasi oleh makanan dan minuman yang cenderung memiliki kandungan gula yang tinggi, memiliki kandungan lemak yang tinggi dan rendah serat. Kandungan tersebut adalah kombinasi terbaik untuk menekan kerja insulin. Mengutip dari laman Kompas.id bahwa Data Survei Kesehatan Indonesia menunjukkan lebih dari 50 persen anak-anak usia 3-14 tahun mengonsumsi minuman manis lebih dari satu kali sehari. Angka yang ditunjukan cukup meresahkan, mengingat jika gula tambahan tidak terkontrol dengan baik akan memicu terjadinya resistensi insulin. Terlebih lagi saat ini kita hidup di era digital, dimana hiburan paling menarik anak muda terletak pada gawai dibandingkan melakukan aktivitas fisik seperti olahraga, atau bermain dengan teman di luar ruangan sehingga menyebabkan seseorang menjadi minim bergerak. Kedua kebiasaan tersebut menjadi gabungan yang sempurna untuk memunculkan fenomena baru yaitu diabetes dini akibat pergeseran habit di era digital.
https://www.pexels.com/photo/two-glasses-with-beverage-and-straws-104509/
Saat penyakit diabetes datang lebih awal dari usia perkiraan, maka terdapat banyak konsekuensi yang sifatnya jangka panjang. Anak-anak atau remaja yang dinyatakan mengidap diabetes tipe 2 memiliki resiko lebih besar untuk mengalami komplikasi sebelum memasuki usia produktif. Begitupun dengan tanggungan biaya pengobatan yang tidak sedikit juga akan menjadi beban tersendiri bagi penderita. Jika dilihat dari sudut pandang epistemologi, maka situasi ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang kurang pemahaman terkait yang benar seperti apa terhadap fenomena ini. Rata-rata anak muda memiliki pandangan bahwa dampak dari pola makan yang buruk mencakup kandungan gizinya terutama gula dengan kombinasi gaya hidup di era digital yakni minim dalam bergerak tidak menjadi akan se-serius itu. Ditambah dengan karakteristik penyakit diabetes yang berkembang secara perlahan dan tidak akan langsung terasa semakin menguatkan argument yang ada, padahal kemungkinan besarnya perubahan dalam tubuh mereka sudah terjadi. Sikap tersebut menunjukan adanya bentuk skeptisisme dalam diri mereka. Mereka tahu bahayanya seperti apa, tapi merasa itu belum akan terjadi pada dirinya. Sedangkan menurut sudut pandang lain yaitu realisme, saat vonis dinyatakan secara medis, maka bisa dibuktikan bahwa penyakit ini adalah nyata dan bisa diukur. Terlepas dari pandangan setiap orang akan memilih untuk percaya atau tidak tetapi penyakit ini benar-benar terjadi dan terus meningkat. Maka dari itu penting bagi kita untuk segera membangun kesadaran sedari dini agar tidak kehilangan generasi yang produktif.
ADVERTISEMENT
Dari situasi diatas bisa kita nilai bahwa penting untuk memulai membangun kesadaran sedari dini, namun apabila tidak dibersamai dengan langkah nyata maka usaha tersebut sama saja tidak berguna. Kita sudah mengerti bahwa bentuk ajakan untuk memperbaiki pola hidup sehat saja cenderung kurang efektif, maka dibutuh strategi untuk bisa membantu membuka pemikiran mereka lewat pendekatan yang lebih fleksibel di kehidupan sehari-hari. Seperti halnya memperkenalkan edukasi terkait batasan konsumsi gula yang ideal per hari lebih dini dengan bentuk konten yang menarik. Lalu membangun mindset pada anak muda bahwa kesehatan bukan dimaknai sebagai beban tetapi sebagai bentuk kekuatan dan investasi jangka panjang. Menurut sudut pandang pragmatisme, pengetahuan dianggap benar jika dapat diaplikasikan kedalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, jika kita telah mengetahui informasi terkait resiko diabetes terhadap anak-anak atau remaja disebabkan oleh pola hidup yang buruk, maka mulailah membangun kebiasaan baru yang sehat seperti tidak berlebihan mengonsumsi minuman kemasan, dan mulai membiasakan diri untuk banyak bergerak. Melalui cara berpikir ilmiah, kita tidak hanya berhenti sampai pada tahap observasi. Tapi kita dituntut untuk terus memberikan pernyataan dan menemukan bukti dari jawaban pertanyaan tersebut. Lalu menarik kesimpulan yang masuk akal berdasarkan bukti dan jawaban yang kita dapatkan. Dari fenomena ini, kita melihat angka kasus yang meningkat bukan hanya sebagai data statistik, tetapi sebagai data nyata yang menggambarkan kualitas kesehatan kita. Kalaupun kita benar-benar menggunakan cara berpikir logika ilmiah, maka seharusnya kita sadar bahwa mencegah tidak terjadinya fenomena ini sangat lebih baik daripada mengobatinya. Begitupun juga pada tubuh kita tanamkan menjaga tubuh agar tetap sehat adalah bentuk dari mencintai diri sendiri. Karena jika tidak dimulai dari sekarang, sama saja kita membangun generasi dengan kualitas yang terlihat sehat fisiknya, tapi sebenarnya tubuh mereka telah digerogoti oleh kebiasaan buruk.
ADVERTISEMENT
DAFTAR PUSTAKA
Arlinta, D. (2024, Mei 30). Lebih dari 50 Persen Anak Konsumsi Minuman Manis Berlebihan, Diabetes Kian Mengancam. Kompas.id. https://www.kompas.id/baca/humaniora/2024/05/30/lebih-dari-50-persen-anak-konsumsi-minuman-manis-berlebihan-diabetes-kian-mengancam. [Diakses 19 April 2025].
Sanjaya, L. R., & Setiawan, Y. (2024). Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe-II Pada Remaja. Citra Delima Scientific Journal of Citra Internasional Institute, 8(1), 66-73. https://jurnalilmiah.ici.ac.id/index.php/JI/article/view/395/161
Prasetyo, D.A. (2024, Juli 23). IDAI Ungkap Angka Diabetes Anak Meningkat 70 Persen! Ini Penyebabnya. DetikHealth. https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-7452832/idai-ungkap-angka-diabetes-anak-meningkat-70-persen-ini-penyebabnya. [Diakses 19 April 2025]