Konten dari Pengguna

Perlukah Penyediaan Klinik di Sekolah?

Rizki Ekananda
Dokter dan praktisi kesehatan masyarakat
9 Oktober 2024 17:35 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Ekananda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ruang UKS/M (Foto : sman2samarinda.sch.id)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ruang UKS/M (Foto : sman2samarinda.sch.id)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saya terinspirasi menulis artikel ini setelah mendapatkan pesan dari seorang teman lama yang bekerja di dunia pendidikan. Ia bekerja di sekolah yang cukup ternama di wilayahnya.
ADVERTISEMENT
Ia bercerita, sekolah tempatnya bekerja mendapatkan catatan mengenai UKS/M (Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah) pasca kunjungan inspeksi kesehatan yang dilakukan oleh Dinkes bersama dengan Komite Sekolah. Catatan tersebut lalu ditindaklanjuti sekolah dengan membuat in house clinic (poliklinik di dalam sekolah).
Saya menanyakan mengenai keberadaan UKS/M sekolah tersebut. Sesuai dugaan, teman saya bercerita bahwa gedung UKS/M-nya dijadikan in house clinic.
Saya menjadi teringat cerita seorang teman yang aktif dalam program UKS/M. Ia bercerita bahwa UKS/M telah kehilangan r0h-nya. UKS/M yang ada saat ini dan berkembang di lapangan lebih identik dengan "ruang UKS". Ia mengungkapkan kesedihannya bahwa ruang UKS/M hanya menjadi sekedar ruangan yang minim program dan terasa kurang berdampak.
Jauh api dari panggang, paradigma UKS/M sebagai "ruangan" akan menggiring UKS/M semakin menjauh dari tujuan awal. Pola pikir UKS/M sebagai ruangan, biasanya beriringan dengan persepsi ruang UKS/M adalah ruang pengobatan. Padahal rel kerja UKS/M yang diharapkan adalah lebih bergerak pada kegiatan promotif dan preventif (pencegahan).
ADVERTISEMENT
Pola pikir "ruang UKS" ini juga dapat menggiring untuk membandingkan ruang UKS/M dengan klinik. Ruang UKS yang memang tidak disiapkan untuk menjadi klinik, menimbulkan kesan "tidak standar" bila disandingkan dengan klinik.
Kondisi di atas, mungkin mendorong warga sekolah untuk menuntut penyediaan in house clinic. Gedung / ruang UKS yang dianggap tidak memenuhi standar lalu diubah menjadi in house clinic.
Beban sekolah bertambah karena selain menjalankan berbagai program, ia juga dituntut mengeluarkan biaya tambahan diluar pembiayaan pendidikan seperti; penyediaan tenaga medis, nakes, sarana, prasarana pendukung klinik.dll.
Tidak semua sekolah memiliki kapasitas keuangan yang cukup longgar. Efek domino yang tidak diharapkan adalah munculnya paradigma "UKS/M hanya bisa dikembangkan jika ada sumber daya yang cukup".
ADVERTISEMENT
Saya khawatir, 2 paradigma tersebut menyebabkan UKS/M menjadi terasa semakin sulit diimplementasikan. UKS/M kemudian menjadi formalitas diatas kertas, plang UKS/M hanya sekedar terpampang di teras.
Ilustrasi penerapan trias UKS/M dalam kegiatan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Kegiatan penjaringan kesehatan (skrining kesehatan) di sekolah yang dilakukan oleh puskesmas terhadap peserta didik. (Foto : Syamsul Akbar ; probolinggokab.go.id)

Mengenal UKS/M

UKS/M dan klinik merupakan dua hal yang berbeda. Kita perlu menempatkan keberadaan klinik dan UKS/M dengan tepat. Hal ini penting karena perbedaan filosofis pada keduanya.
UKS/M adalah sebuah pendekatan, sebuah kerangka model penyelenggaraan sekolah sehat. Dalam implementasinya, dikenal istilah trias UKS/M yang terdiri dari; pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan sekolah sehat.
Mispersepsi dapat terjadi pada poin pelayanan kesehatan dalam trias UKS/M. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tidak boleh diartikan secara langsung bahwa sekolah sebagai penyedia langsung pelayanan kesehatan.
ADVERTISEMENT
Dalam Juknis Sekolah/Madrasah Sehat, disebutkan; "pelayanan kesehatan di sekolah/ madrasah diberikan oleh puskesmas kepada peserta didik". Pernyataan ini secara tidak langsung menyampaikan bahwa sekolah tidak diwajibkan menyediakan klinik. Sekolah dapat memanfaatkan puskesmas.
Selain oleh puskesmas, pelayanan kesehatan memang dapat diberikan oleh FKTP lainnya dengan syarat harus tetap berkoordinasi dan berada dibawah pengawasan puskesmas.
Harapan utama kepada sekolah adalah untuk berkoordinasi dengan puskesmas sebagai pengampu wilayah (kesehatan) dalam rangka memastikan warga sekolah bisa mengakses dan mendapatkan hak pelayanan kesehatan dasar.
Ilustrasi ruang UKS/M (Foto : sdnpurwantoro1.sch.id)

In House Clinic di Sekolah

Penyediaan klinik di sekolah bukan hal yang buruk. Penyediaan klinik dapat menjadi positif bila didasarkan analisis kebutuhan dan sumber daya yang memadai. Beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan sekolah, antara lain :
ADVERTISEMENT
Pertama; Dalam regulasi tidak dikenal istilah in house clinic. Berdasarkan jenis pelayanannya, klinik dibedakan menjadi 2 yaitu; klinik pratama dan klinik utama.
Kedua; istilah in house clinic biasanya merujuk kepada klinik yang didirikan di area tertentu dengan sasaran tertentu juga. Bila sekolah ingin mendirikan in house clinic, maka tetap mengacu dan harus memenuhi persyaratan klinik.
Ketiga; Sekolah perlu merogoh saku lebih dalam. Penyediaan klinik berarti sekolah siap untuk memenuhi berbagai persyaratan klinik. Standar ruangan, pengelolaan limbah, ketersediaan dokter (2 orang), perawat, apoteker, obat dan lainnya merupakan beberapa hal yang harus disediakan. Biaya yang dikeluarkan tidak hanya untuk modal awal, tapi juga maintenance mencakup gaji karyawan, dll.
Keempat; Sekolah tetap harus menyelenggarakan UKS/M. Sekolah tetap perlu berkoordinasi dan berkolaborasi dengan puskesmas secara rutin dalam penyelenggaraan UKS/M. Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan klinik tetap harus dilaporkan dan dibawah pengawasan puskesmas.
ADVERTISEMENT
Kelima; Menyediakan tenaga medis dan tenaga kesehatan full time di sekolah, hanya untuk menunggu orang sakit datang ke klinik bukanlah contoh pembiayaan kesehatan yang efektif dan efisien untuk meningkatkan status kesehatan.
Ilustrasi UKS/M (Gambar : #MerdekaBelajar, @Kemdikbud_RI; twitter)
UKS/M dipilih oleh pemerintah sebagai sebuah pendekatan dan kerangka model upaya penguatan kesehatan sekolah karena lebih relevan untuk diterapkan di seluruh sekolah di Indonesia.
UKS/M tetap harus dijalankan. Bila sekolah ingin menyediakan klinik, maka klinik di sekolah perlu diperkuat dengan pemahaman komprehensif mengenai upaya promotif dan preventif untuk meningkatkan status kesehatan peserta didik dan warga sekolah.
Hal ini berarti klinik di sekolah tidak hanya menunggu bola atau menunggu orang sakit, tapi juga perlu secara aktif berkolaborasi dengan warga sekolah dan puskesmas untuk melaksanakan kegiatan promotif dan preventif.
ADVERTISEMENT
Tantangan UKS/M saat ini adalah merubah paradigma yang salah mengenai UKS/M yaitu :