Konten dari Pengguna

Generasi Muda Anti Golput

Mega Aulia
Mahasiswa Universitas Pamulang
5 November 2023 9:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mega Aulia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pemilu (sumber: shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pemilu (sumber: shutterstock)
Ilustrasi Pemilu (sumber: shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pemilu (sumber: shutterstock)
Ilustrasi Pemilu (sumber: shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pemilu (sumber: shutterstock)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
"GOLPUT: NO RACIAL, NO GENOCIDE, NO TERRORISM, AND NO CORUPTION"
ADVERTISEMENT
Setiap penyelenggaraan pesta "democratie" Pemilu, selalu memunculkan kelompok apa yang disebut dengan "Golput", yaitu "massa mengambang" atau "flotingmass", tidak menggunakan hak pilihnya, karena ada beberapa alasan dan pertimbangan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, suku, agama, ras dan antar golongan, sebagai faktor pemicu.
Penulis tertarik mengamati setiap gejala "Golput" setiap Pemilu, secara stastistik angkanya semakin tinggi, apa yang menyebabkan hal tersebut?, Golput lebih cerdas dan bijak dalam menentukan pilihan, "mengamati" berdasarkan simbul simbul kepartaian atau bakal calon yang "diduga", ada 4 (empat) "isu" alasan yaitu soal rasial, genocide, terrorism dan coruption, penyebab Golput tidak memilih?
Pertama: "NO RACIAL", Golput tidak menjatuhkan hak pilihnya, karena bakal calon diduga "pernah" telah melakukan perbuatan berupa "Rasisme". UU No.40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis, jo UU No.29 Tahun 1999 tentang Konvensi Internasional Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965. Pasal 4 Tindakan Diskriminasi Ras dan Etnis berupa: b, menunjukan "kebencian" atau "rasa benci" kepada orang karena perbedaan ras dan etnis, terkait warna kulit, keturunan, asal usul kebangsaan atau etnis, agama dll, tindakan semacam itu menurut hukum dapat diklasifikasikan perbuatan "rasisme". Bagaimana dengan Capres pernah diduga membuat pernyataan rasisme?, akan membuat angka Golput semakin tinggi.
ADVERTISEMENT
Kedua: "NO GENOCIDE", Golput tidak akan menjatuhkan pilihan kepada bakal calon, karena diduga pernah melakukan "penghilangan paksa" yaitu pelanggaran hak asasi manusia yang berat adalah pembunuhan massal (genocide), pembunuhan sewenang wenang, penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis "systematic discrimination"
UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia, prilaku tidak adil dan diskriminasi tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia, baik yang bersifat vertikal (aparat negara) maupun horizontal (antar warga) dan tidak sedikit yang masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat "gross violotion of human rights". Pandangan seperti ini membuat para Golput akan menjauhkan pilihannya, tak akan dipilih.
Ketiga: "NO TERRORISM", bahwa Golput jelas tidak akan menjatuhkan pilihanya, apabila diduga bakal calon itu didukung oleh penganut paham "Ideologisasi Transnasional" berkiblat Timur Tengah seperti "Khwanul Muslimin" (Mesir 1928), "Hizbut Tahir" (Yordania 1954), "Taliban" (Afghanistan 1992) dll, sekarang mewarnai Ormas dan Orpol di negara Republik Indonesia, telah mewacanai setiap adanya penyelenggaraan Pemilu.
ADVERTISEMENT
UU No.5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Kejahatan luar biasa atau "extra ordinary crime" yaitu kejahatan yang mempunyai dampak negatif terhadap kehidupan manusia, terorisme merupakan kejahatan yang mengancam perdamaian dan keamanan umat manusia, pelanggaran manusia berat dan merupakan kejahatan serius.
Kelompok "garis keras" yaitu kaum Intoleransi, Radikalisme, Terorisme dan Revolusioner, selaku mempergunakan "politik indentitas" dalam setiap Pemilu, yaitu poltik agama - agama politik, yaitu cerminan politik negara negara Timur Tengah (IM, HT, T dll). Golput sangat jelas tidak akan tertarik dan menjatuhkan pilihan paham politik semacam ini.
Ke empat: "NO CORUPTION", Golput atau masa mengambang tidak akan menjatuhkan pilihan haknya pada kelompok bakal calon Capres yang diduga telah terindikasi melakukan perbuatan merugikan negara, sebagaimana diatur dalam UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
ADVERTISEMENT
Bakal calon Capres Pemilu 2024, yang disinyalir dan patut diduga dalam penyelenggaraan negara selama ini, telah "berbau" korupsi dan merugikan keuangan negara, oleh golongan Golput tidak akan dipilih, dan angka Golput semakin tinggi. Golput banyak diwarnai kelompok cerdas, karena mereka tidak menjatuhkan pilihannya karena berdasarkan alasan, bakal calon adalah seorang rasis, pelanggar HAM, penganut paham radikal dan seorang koruptor. Akankah Golput angka stastiknya akan meningkat dengan adanya "isu" racial, genocide, terrorism/intoleran dan coruption?.
Sebagai masyarakat, khususnya generasi muda, kita tidak boleh golput dan harus menggunakan hak memilih. Berikut beberapa alasannya:
1. Peran penting generasi muda: Generasi muda, khususnya generasi milenial, merupakan bagian penting dari populasi pemilih. Oleh karena itu, partisipasi mereka dalam pemilu sangatlah penting untuk menjamin proses yang adil dan demokratis.
ADVERTISEMENT
2. Potensi untuk membentuk masa depan: Pemilih muda (pemilih muda) mempunyai potensi untuk membentuk arah dan kebijakan negara. Dengan memberikan suara, mereka dapat membuat suaranya didengar dan berkontribusi dalam proses pengambilan keputusan.
3. Akses terhadap informasi: Dengan meningkatnya literasi digital, informasi tentang kandidat dan platform mereka dapat diakses dengan mudah. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk tidak mendapat informasi mengenai kandidat dan kebijakannya.
4. Mencegah hoax: Literasi digital generasi muda juga dapat membantu mencegah penyebaran hoax dan berita bohong yang dapat menimbulkan keresahan dan mengancam keselamatan pemilu.
5. Dampak negatif dari golput: Golput dapat menimbulkan konsekuensi negatif, seperti mengganggu program pemerintah dan memberikan keuntungan bagi partai yang berkuasa. Satu suara dapat membuat perbedaan dan berkontribusi terhadap masa depan negara yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Untuk mendorong pemilih muda berpartisipasi dalam pemilu, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan, seperti:
1. Melakukan kampanye literasi digital untuk mendidik pemilih muda tentang pentingnya memilih dan cara mengakses informasi
2. Membuat konten yang relevan dan inspiratif yang dapat memotivasi pemilih muda untuk berpartisipasi dalam pemilu.
3. Mendorong pemilih muda untuk menjadi pemikir kritis dan memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya.
Kesimpulannya, sebagai masyarakat, kita harus mendorong pemilih muda untuk berpartisipasi dalam pemilu dan menggunakan hak pilihnya. Dengan melakukan hal ini, kita dapat memastikan proses yang adil dan demokratis serta berkontribusi terhadap masa depan negara yang lebih baik.
Mega Aulia, mahasiswa Hukum Universitas Pamulang