Arsitektur Sebagai Salah Satu Pendorong Utama Perubahan Iklim ???

Dewasa ini dunia sudah memasuki era globalisasi dimana perkembangan teknologi dan informasi bergerak secara cepat ke seluruh penjuru dunia, menyebabkan pola hidup masyarakat dunia semakin berkembang. Hal ini dapat dilihat dari perubahan kebutuhan manusia yang semakin meningkat yang disertai dengan perubahan pola gaya hidup masyarakat sehingga hampir seluruh masyarakat dunia memiliki “kebutuhan yang sama” maksudnya, dapat kita lihat dari kebutuhan manusia akan gadget, hampir seluruh masyarakat dunia memilikinya.

Seakan-akan manusia diciptakan sebagai robot yang terus mengikuti perkembangan era globalisasi. Contoh lain dari bidang arsitektur adalah maraknya bangunan-bangunan cubism dan deconstructive pada sebagian besar negara di dunia, penggunaan-penggunaan material kaca di keseluruhan fasade bangunan, penggunaan atap-atap datar pada bangunan, baja, logam, beton dan lain sebagainya yang seakan-akan tidak meyapa alam dengan ramah kecuali untuk semata-mata diekploitasi demi “kebutuhan yang sama” itu.

Jika kita lihat dari hukum alam bahwa alam selalu berada dalam keseimbangan dan bahwa manusia diciptakan berbeda-beda dari segala segi budaya, tempat tinggal dan kemampuan dirinya, maka sudah seharusnya manusia mengikuti alam dimana mereka berada, bukan penyamarataan hasil karya manusia.

Era kesamaan ini juga terjadi dalam desain arsitektur dimana era modern dimulai yang dikenali dengan Gaya Internasional dan menjadi bangunan yang dominan untuk beberapa dekade dalam abad ke 20 ini. Arsitektur modern itu sendiri adalah suatu istilah yang diberikan kepada sejumlah bangunan dengan gaya karakteristik serupa, yang mengutamakan kesederhanaan bentuk.

Ditandai dengan penggunaan material yang tidak ramah lingkungan seperti material kaca pada hampir seluruh permukaan bangunan, atau penggunaan atap datar yang semuanya memantulkan sinar matahari. Gaya dan pola arsitektur modern yang artifisial yang dirancang dan dibangun menghasilkan arsitektur yang membuat lingkungan kita terasing satu sama lain, terutama lagi dengan ‘daya vital hidup’ (Creative Force) yang ada di alam semesta.

Dari sisi hubungan manusia dan alam, rancangan bangunan modernism boleh dikatakan memisahkan secara tegas antara alam dan manusia. Di mana manusia dan perilakunya berada dalam kubus-kubus bangunan dan alam hanya boleh berada diluar ruang fisik yang “kaku”, bangunan-bangunan tinggi yang dirancang menyiratkan keterpisahan manusia dengan tanah, tanaman dan udara segar yang selalu digantikan oleh pengkodisian udara (AC).

Pada akhirnya evaluasi terhadap era modernism karya arsitektur khususnya dan karya-karya disain manusia lainnya dianggap gagal dan dianggap memberikan sumbangan terhadap gejala pemanasan global yang berdampak kerusakan bahkan kehancuran dibeberapa wilayah permukaan bumi.

Saya sadar bahwa Arsitektur adalah salah satu pendorong utama perubahan iklim. Maka dari itu saya sebagai Sarjana Arsitektur berjanji kepada alam untuk memasukan unsur alam ke dalam setiap desain bangunan yang saya buat dengan tidak mengganggu fungsi dan aktifitas yang ada di dalam bangunan.

Inilah saatnya dan tempat bagi arsitek untuk memimpin perubahan iklim. Kita harus berbuat lebih banyak rancangan bangunan berperforma tinggi yang dapat memberikan landasan bagi transisi menuju masa depan energi bersih yang tangguh.