Konten dari Pengguna

Pertumbuhan Ekonomi 8%: Mitos atau Realistis?

Mega Oktaviany
Reseacher Islamic Economic Gunadarma University / Executive Secretary Bersama Institute / Sekretaris Dewan Pakar MPP KAFoSSEI
6 Februari 2025 11:03 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mega Oktaviany tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mega Oktaviany (Ekonom Universitas Gunadarma / Sekretaris Eksekutif Bersama Institute)
zoom-in-whitePerbesar
Mega Oktaviany (Ekonom Universitas Gunadarma / Sekretaris Eksekutif Bersama Institute)
ADVERTISEMENT
Target pertumbuhan ekonomi 8% untuk Indonesia, seringkali disebut sebagai mantra pembangunan, menimbulkan keraguan mendalam akan realisasinya. Angka ambisius ini perlu ditelaah secara kritis, memisahkan janji politik dari realitas ekonomi yang kompleks. Meskipun Indonesia memiliki potensi besar sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, tingkat pertumbuhan ekonomi saat ini yang berkisar 5-6% per tahun dinilai tidak cukup untuk mengatasi tantangan global dan meningkatkan standar hidup secara signifikan. Pada tahun 2024, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,03%, sedikit lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 5,05%. Angka ini menunjukkan stabilitas, namun masih jauh dari target ambisius 8% yang dicanangkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, tujuan ambisius 8% mencerminkan kebutuhan mendesak untuk mengatasi berbagai tantangan struktural dan mencapai kesejahteraan yang signifikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Analisis tajam terhadap potensi, kendala, risiko, dan peluang menjadi penting untuk menawarkan perspektif yang lebih terukur dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Mitos dan Realitas
Angka 8% seringkali dikemukakan dengan semangat optimisme yang tinggi, menjanjikan transformasi ekonomi yang pesat dan pengurangan kemiskinan secara signifikan. Namun, beberapa faktor perlu dipertimbangkan secara kritis; Pertama, Indonesia sedang memasuki era bonus demografi, di mana proporsi penduduk usia produktif lebih besar dibandingkan non-produktif. Namun, tanpa pengelolaan yang tepat, bonus ini bisa menjadi beban. Peningkatan jumlah penduduk usia produktif harus diimbangi dengan penciptaan lapangan kerja yang memadai dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Teori pertumbuhan endogen menekankan pentingnya investasi dalam modal manusia dan inovasi teknologi sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Kedua, Investasi merupakan kunci pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2024, investasi di Indonesia tumbuh sebesar 4,61%, tertinggi dalam enam tahun terakhir. Namun, untuk mencapai pertumbuhan 8%, diperlukan lonjakan investasi yang lebih signifikan. Teori Harrod-Domar menyatakan bahwa tingkat tabungan dan investasi yang tinggi diperlukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat.
ADVERTISEMENT
Ketiga, pembangunan infrastruktur yang memadai merupakan fondasi pertumbuhan ekonomi. Meskipun pemerintah telah mempercepat proyek infrastruktur, kesenjangan antara daerah maju dan tertinggal masih besar. Teori pertumbuhan neoklasik menekankan peran akumulasi modal, termasuk infrastruktur, dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Keempat, peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan vokasi yang relevan dengan kebutuhan pasar sangat penting. Namun, sistem pendidikan Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari kualitas pendidik hingga akses yang tidak merata. Teori pertumbuhan endogen menekankan bahwa peningkatan kualitas SDM dan inovasi adalah pendorong utama pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Kelima, adopsi teknologi dan inovasi menjadi kunci dalam meningkatkan produktivitas dan daya saing. Namun, Indonesia masih tertinggal dalam hal adopsi teknologi di berbagai sektor. Bagaimana mendorong adopsi teknologi dan inovasi yang mampu meningkatkan produktivitas dan daya saing? Dukungan pemerintah, investasi swasta, dan pengembangan startup menjadi krusial. Keenam, Indonesia perlu meningkatkan daya saing ekspornya untuk mengurangi ketergantungan pada pasar domestik. Diversifikasi produk ekspor dan peningkatan nilai tambah menjadi kunci. Teori keunggulan komparatif menyarankan bahwa negara harus fokus pada produksi barang dan jasa di mana mereka memiliki keunggulan relative.
ADVERTISEMENT
Risiko dan Hambatan
Pencapaian target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% bagi Indonesia menghadapi sejumlah tantangan dan risiko substansial yang perlu diatasi dengan strategi yang tepat. Pertama, ketakpastian ekonomi global, seperti potensi resesi dan fluktuasi harga komoditas, dapat mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,03%, sedikit lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 5,05%. Meskipun stabil, angka ini masih jauh dari target 8% yang diharapkan. Selain itu, potensi gangguan perdangan akibat tarif AS dan melemahnya permintaan global menjadi ancaman bagi pertumbuhan di tahun 2025.
Kedua, Indonesia masih sangat bergantung pada ekspor komoditas, seperti nikel. Laporan terbaru menunjukkan bahwa perusahaan-pahaan Tiongkok menguasai sekitar 75% kapasitas pemurnian nikel di Indonesia. Dominasi ini dapat membatasi kemampuan Indonesia untuk mengendan dan memanfaatkan industri nikelnya secara optimal, serta meningkatkan risiko lingkungan. Ketiga, meskipun pertumbuhan ekonomi stabil, ketimpangan pendapatan dan pembangunan antarwilayah masih menjadi tantangan. Data menunjukkan bahwa wilayah Sumatera mengalami pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata nasional dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini menunjukkan perlunya perhatian khusus untuk memastikan pertumbuhan yang lebih merata di seluruh wilayah Indonesia
ADVERTISEMENT
Keempat, praktik korupsi dan birokrasi yang rumit dapat mengurangi efisiensi ekonomi dan menghambat investasi. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan tata kelola dan transparansi, tantangan ini masih memerlukan perhatian serius untuk mencipkan iklim investasi yang lebih kondusif. Kelima, dampak perubahan iklim dapat mempengaruhi sektor-sektor vital seperti pertanian dan pariwisata. Strategi adaptasi dan mitigasi diperlukan untuk mengurangi risiko ini dan memastikan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Keenam, pandemi COVID-19 telah menyebabkan penyusutan kelas menengah di Indonesia, dengan proporsi menurun dari 21,5% pada 2019 menjadi 17,1% pada 2024. Penurunan ini dapat berdampak negatif pada konsumsi rumah tangga, yang merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi.
Ketujuh, Bank Indonesia secara tak terduga menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,75% pada Januari 2025 untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Meskipun langkah ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan, penurunan suku bunga dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah dan stabilitas ekonomi makro.
ADVERTISEMENT
Mengatasi tantangan dan risiko di atas memerlukan pendekatan yang komprehensif dan terkoordinasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Reformasi struktural, peningkatan kualitas sumber daya manusia, diversifikasi ekonomi, dan penguatan tata kelola menjadi kunci untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.
Strategi Pertumbuhan
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% yang berkelanjutan, diperlukan strategi komprehensif yang mencakup berbagai aspek utama; Pertama, reformasi struktural menjadi fondasi dalam menciptakan lingkungan ekonomi yang kondusif bagi pertumbuhan. Penyederhanaan birokrasi dan regulasi sangat penting untuk menarik investasi asing dan domestik. Data dari Ease of Doing Business 2024 menunjukkan bahwa Indonesia masih berada di peringkat ke-73 secara global, tertinggal dari beberapa negara Asia Tenggara seperti Malaysia dan Thailand. Dengan meningkatkan transparansi, mempercepat proses perizinan usaha, dan mengurangi hambatan birokrasi, Indonesia dapat meningkatkan daya saing investasinya. Selain itu, kebijakan yang lebih jelas dan stabil dalam sektor perpajakan dan tenaga kerja juga akan memberikan kepastian bagi investor.
ADVERTISEMENT
Kedua, peningkatan kualitas SDM merupakan faktor kunci dalam mendorong produktivitas dan daya saing ekonomi. Saat ini, tingkat partisipasi angkatan kerja Indonesia sebesar 69,2%, namun kualitas tenaga kerja masih menjadi kendala. Pendidikan vokasi dan pelatihan berbasis industri harus diperkuat agar dapat menyesuaikan kebutuhan pasar kerja yang terus berkembang. Negara-negara seperti Jerman dan Singapura telah membuktikan bahwa investasi besar dalam pendidikan vokasi mampu meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, perlu adanya kolaborasi yang lebih erat antara pemerintah, industri, dan lembaga pendidikan dalam menciptakan tenaga kerja yang terampil dan siap menghadapi revolusi industri 4.0.
Ketiga, infrastruktur yang memadai adalah kunci utama dalam mendukung konektivitas dan distribusi ekonomi. Pemerintah Indonesia telah berinvestasi besar dalam pembangunan jalan tol, pelabuhan, bandara, dan kereta api dalam beberapa tahun terakhir, dengan total anggaran infrastruktur mencapai Rp420 triliun pada tahun 2024. Namun, masih terdapat kesenjangan pembangunan antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Infrastruktur digital juga menjadi aspek penting, mengingat transformasi digital dan ekonomi berbasis teknologi semakin berkembang. Investasi dalam jaringan internet berkecepatan tinggi, khususnya di daerah tertinggal, dapat meningkatkan inklusivitas ekonomi dan membuka peluang baru bagi sektor UMKM serta startup teknologi.
ADVERTISEMENT
Ketiga, ketergantungan terhadap sektor komoditas seperti batu bara dan kelapa sawit membuat ekonomi Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga global. Diversifikasi ekonomi menjadi solusi untuk menciptakan ketahanan ekonomi jangka panjang. Pengembangan sektor-sektor berpotensi tinggi seperti manufaktur, pariwisata, ekonomi kreatif, dan industri berbasis digital harus menjadi prioritas. Data dari Kementerian Pariwisata menunjukkan bahwa sektor pariwisata menyumbang sekitar 4% terhadap PDB Indonesia pada tahun 2023, jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga seperti Thailand yang mencapai 12%. Oleh karena itu, pengembangan ekowisata, digitalisasi pariwisata, serta promosi global yang lebih agresif dapat meningkatkan daya tarik Indonesia di mata wisatawan internasional. Selain itu, penguatan sektor ekonomi kreatif, termasuk industri film, animasi, dan musik, juga dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
ADVERTISEMENT
Dengan menerapkan strategi ini secara konsisten dan berkelanjutan, Indonesia dapat menciptakan landasan yang lebih kuat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% yang tidak hanya tinggi secara angka, tetapi juga inklusif dan berdaya tahan terhadap tantangan global.
Kesimpulan
Realitas dan harapan target pertumbuhan ekonomi 8% untuk Indonesia merupakan ambisi yang menantang, tetapi bukan mustahil. Namun, ia membutuhkan lebih dari sekadar optimisme serta membutuhkan strategi yang komprehensif, terukur, dan berkelanjutan. Mencapai angka tersebut memerlukan reformasi struktural yang mendalam, investasi yang besar, dan pengelolaan sumber daya yang efisien. Tanpa komitmen yang kuat dari pemerintah, swasta, dan masyarakat, angka 8% akan tetap menjadi khayalan. Fokus harus diarahkan pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, yang mampu menciptakan lapangan kerja yang layak, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan kualitas hidup seluruh rakyat Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan harus menjadi prioritas utama, bukan sekadar mengejar angka target yang mungkin tidak realistis, sehingga Indonesia Emas 2045 tidak hanya sekedar ilusi.
ADVERTISEMENT