Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.0
Konten dari Pengguna
Dua Bulan Kebijakan Relaksasi Kredit di Masa Pandemi, Efektif kah?
27 Juni 2020 9:13 WIB
Tulisan dari Mega Sri waningsih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sejak pandemi COVID 19 mulai menyebar di Indonesia, pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), akibatnya banyak fasilitas publik terpaksa ditutup termasuk pasar, toko-toko, pusat perbelanjaan, dan tempat keramaian lainnya yang menyebabkan pendapatan masyarakat menurun karena kehilangan mata pencaharian mereka. Disisi lain, pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari termasuk pinjaman maupun kredit yang telah dilakukan sebelumnya tetap harus dibayar.
ADVERTISEMENT
Untuk mencegah dan mengatasi dampak ekonomi akibat pandemi, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi COVID 19 melalui Perppu No 1 Tahun 2020
Menindaklanjuti Perppu No 1 Tahun 2020 tersebut sekaligus untuk meringankan beban masyarakat di masa pandemi dan untuk menjaga kesehatan perbankan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan kebijakan relaksasi kredit berupa keringanan pembayaran bagi debitur bank dan perusahaan yang terdampak COVID 19 yang diatur dalam POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019
Masyarakat maupun UMKM yang usahanya terdampak COVID 19 dan kesulitan membayar cicilan pinjaman/kredit dapat mengajukan relaksasi kredit. Relaksasi untuk menyelamatkan kredit macet perbankan tersebut diberikan dalam bentuk perpanjangan jangka waktu angsuran/rescheduling, penurunan suku bunga, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penundaan sebagian pembayaran, serta restructuring berupa penambahan fasilitas kredit/pembiayaan maupun konversi kredit/pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara.
ADVERTISEMENT
Namun tidak semua debitur dapat mengajukan relaksasi kredit tersebut. Hanya debitur yang benar-benar terdampak dan membutuhkan yang akan disetujui untuk mendapat relaksasi kredit. Juru bicara OJK, Sekar Putih Djarot, menjelaskan bahwa kelonggaran cicilan diberikan kepada debitur UMKM yang terdampak COVID 19 dan beritikad baik seperti sektor informal, usaha mikro, pekerja berpenghasilan harian yang memiliki kewajiban pembayaran kredit untuk menjalankan usaha produktif mereka.
Lalu, sudah efektifkah kebijakan relaksasi kredit tersebut?
Dalam hampir dua bulan lebih sejak penerapan kebijakan tersebut, berdasarkan data yang diunggah di instagram resmi OJK @ojkindonesia, perkembangan pelaksanaan relaksasi kredit atau pembiayaan hingga 2 Juni 2020 pada sektor perbankan (baik bank umum konvensional maupun Syariah) tercatat 5,94 juta debitur dengan total nilai relaksasi sebesar 609,07 T dan 4,96 juta debitur UMKM dengan total nilai relaksasi sebesar Rp 282,64 Triliun. Sedangkan dari sektor non bank tercatat 2,82 juta kontrak pembiayaan dari 183 perusahaan pembiayaan dengan total nilai relaksasi Rp 84,38 Triliun.
ADVERTISEMENT
Bagi masyarakat, relaksasi kredit ini tentu akan sangat membantu di masa sulit akibat pandemi saat ini. Namun, dua bulan sejak penerapannya, masih banyak masyarakat yang kesulitan mendapat persetujuan relaksasi kredit karena proses yang sulit. Selain itu, masih banyak terjadi kesalahpahaman tentang mekanisme dari relaksasi tersebut.
Oleh karena itu, alangkah baiknya sebelum mengajukan relaksasi kredit, sebaiknya debitur terlebih dahulu memahami aturan dan kebijakan dari masing-masing bank, serta skema dari masing-masing kebijakan relaksasi kredit yang ditawarkan. Masing-masing skema relaksasi kredit yang ditawarkan memiliki karakteristik yang berbeda dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan debitur.
Misalnya, relaksasi dengan perpanjangan jangka waktu pinjaman. Dengan tenor yang lebih panjang, maka bunga yang dibayarkan tentu akan lebih besar. Relaksasi kredit dengan skema tersebut mungkin tidak cocok bagi debitur yang hanya membutuhkan keringanan untuk beberapa bulan saja.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, relaksasi dengan penundaan sebagaian pembayaran, misalnya dengan hanya membayar bunga/cicilan pokoknya saja dengan jangka waktu maksimal 1 tahun. Jika seseorang debitur memilih skema tersebut dan ingin membayar bunganya saja, maka pokok cicilan yang tidak dibayarkan dalam jangka waktu relaksasi tersebut nantinya akan dibebakan secara rata pada bulan berikutnya setelah jangka waktu relaksasi selesai. Dengan demikian, selama jangka waktu restrukturisasi (beberapa bulan hingga maksimal 1 tahun), debitur mungkin dapat membayar jauh lebih ringan dari cicilan yang seharusnya, namun setelah jangka waktu relaksasi tersebut berakhir debitur harus membayar lebih banyak karena pokok/bunga yang tidak dibayarkan dalam jangka waktu relaksasi tadi akan dibebankan secara merata ke pembayaran berikutnya setelah jangka waktu keringanan berakhir.
ADVERTISEMENT
Selain itu, debitur juga dapat meminta informasi maupun bantuan simulasi oleh Bank untuk skema yang akan dipilih. Dengan demikian, kebijakan relaksasi kredit tersebut tidak akan menimbulkan kesalahpahaman dan dapat benar-benar membantu meringankan debitur.
Kebijakan relaksasi kredit ini dapat berjalan efektif jika debitur benar-benar memanfaatkannya untuk memperbaiki usaha dan perekonominya agar dapat membayar sisa cicilan/kredit setelah masa restrukturisasi berakhir. Jangan sampai terlena karena “keringanan” sesaat yang ditawarkan, karena masing-masing skema relaksasi kredit yang ditawarkan memiliki karakteristik berbeda yang dapat disesuaikan dengan kondisi debitur. Jika salah memilih skema yang ditawarkan, relaksasi kredit tersebut mungkin hanya membantu meringankan sesaat, namun akan menambah beban kredit di sisa pembayaran setelah jangka waktu relaksasi berakhir.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, dari sisi perbankan, relaksasi kredit ini membantu menjaga kesehatan perbankan dengan menghindari kredit macet ataupun gagal bayar dari debitur akibat pendapatan debitur yang menurun selama pandemi ini. Dengan adanya relaksasi kredit, debitur tetap mampu membayar cicilan sehingga mengurangi risiko kredit macet bagi Bank, sekaligus menjaga stabilitas keuangan Bank.
Untuk memberikan stimulus bagi perbankan dalam pemberian restrukturisasi kredit, berdasarkan siaran pers Kemenkeu Bersama OJK dalam penandatanganan SKP Pelaksanaan Penempatan Dana dalam rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), pemerintah dapat melakukan penempatan dana pada bank yang memberikan fasilitas kredit bagi UMKM. Kategori bank yang telah melakukan restrukturisasi kredit/bank pelaksana untuk skema penempatan dana tersebut antara lain, bank dengan kategori sehat, serta memiliki SBN, sertifikat Deposito Bank Indonesia, Sertifikat Bank Indonesia, Sukuk Bank Indonesia, dan sertifikat Bank Indonesia Syariah yang belum direpokan tidak lebih dari 6% dari Dana Pihak Ketiga.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, kategori untuk Bank Peserta/bank yang dapat menerima penempatan dana pemerintah dan menyediakan dana bagi bank pelaksana yang membutuhkan setelah melakukan restrukturisasi kredit/pembiaayaan adalah Bank umum dengan 51% saham dimiliki WNI, Bank dengan kategori sehat menurut OJK, dan Bank dengan kategori 15 aset terbesar
Dana tersebut digunakan Bank Pelaksana untuk menunjang kebutuhan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan pemberian modal kerja. Dalam hal bank pelaksana tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo, BI dapat mendebet rekening giro bank pelaksana untuk pembayaran Kembali kepada bank peserta.
Penulis: Mega Sri Waningsih, Mahasiswa PKN STAN