Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Agnostisisme: Wujud Pencerahan Manusia
29 Maret 2024 12:44 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Mehaga L Ginting tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Puncak pengetahuan dan kecerdasan terletak pada sebuah keragu-raguan akan sesuatu.
ADVERTISEMENT
Agnostisisme, sebuah paham yang berasal dari bahasa yunani yang memiliki arti "tidak diketahui" ataupun "tidak berpengetahuan". Paham ini pertama kali diperkenalkan melalui doktrin seorang ahli biologi asal Inggris bernama Thomas Henry Huxley. Dalam definisi kuno, awalnya agnostisisme berarti ketidakmampuan seseorang dalam memahami sebuah ilmu pengetahuan yang bersifat pasti. Seiring berjalannya waktu, paham agnostisisme memiliki definisi modern. Dalam definisi modern, agnostisisme tidak lagi dikaitkan dengan eksistensi ilmu pengetahuan. Melalui definisi modern, agnostisisme dikaitkan dengan "theis" ataupun "theology". Ya, dikaitkan dengan keyakinan atau yang lebih dikenal dengan sebutan "agama".
ADVERTISEMENT
Dalam perspektif agnostisisme modern, dikenal istilah "agnostik". Yaitu sebuah "aliran" ataupun keyakinan dimana seseorang tidak mengetahui hakikat kepercayaan yang telah ada. Banyak orang masih salah kaprah dengan paham ini. Dimana masih banyak yang menyimpulkan bahwa "agnostik" sama dengan "atheis". Dari pengertian sendiri, kita sudah dapat perbedaannya. Atheis sendiri berari "tidak berkeyakinan", yang artinya tidak mengakui keberadaan keyakinan atau kepercayaan tertentu sebagaimana disebut dengan agama serta entitas yang disebut dengan "Tuhan". Mereka tidak membenci Tuhan. Karena pada dasarnya, atheis tidak menganggap Tuhan itu ada. Logikanya, bagaimana seseorang bisa membenci sesuatu yang ia anggap tidak ada? Jelas tidak bisa. Oleh karena itu, anggapan bahwa seorang atheis itu membenci hakikat Tuhan adalah salah. Sedangkan ketika kita bicara mengenai agnostik sendiri, kita dapat mengetahui bahwasannya agnostik mempercayai adanya kepercayaan ataupun keyakinan sebagaimana disebut dengan agama itu ada. Namun, agnostik sendiri tidak mengetahui apa yang menjadi "eksistensi" kepercayaan tersebut. Agnostik sendiri percaya bahwa kepercayaan itu ada, namun ia meragukan itu sehingga ia tidak mengikuti "perintah" suatu kepercayaan tertentu. Agnostik adalah aliran netral. Jika kita tarik ke sebuah hubungan antara atheis, agnostik, dan theis, maka kita akan mengetahui bahwa agnostik adalah sebuah aliran netral. Atheis, tidak percaya dan tidak mengenal kepercayaan sama sekali. Theis, sangat percaya dan mengenal apa yang menjadi kepercayaannya sehingga ia menganut satu kepercayaan tertentu. Sedangkan agnostik, berada di tengah. Ia mungkin menganut sebuah kepercayaan dan mungkin jiuga tidak, namun ketika ia memeluk sebuah kepercayaan yang diakui masyarakat, ia tidak menjalankan apa yang menjadi sesuatu yang harus dijalankan sesuai dengan apa yang menjadi ajaran kepercayaannya. Dengan kata lain, ia tidak mengetahui dan tidak mau tahu tentang kepercayaan apapun. Agnostik adalah independen.
ADVERTISEMENT
Dalam filsafat, sebuah dalil mengatakan bahwa puncak pengetahuan intelektual manusia adalah keraguan akan sesuatu yang diyakini sebagian orang benar. Agnostisisme meragukan akan hakikat kepercayaan itu sendiri yang sebagian besar orang yakini benar. Secara hakikat, sesuatu yang benar hanya ada satu. Dan kepercayaan harus memegang dalil filsafat yang berbunyi, "hanya boleh ada satu ada". Sehingga hanya boleh ada satu kepercayaan yang benar-benar dikatakan benar. Sedangkan ketika kita lihat dalam penyelenggaraan suatu kepercayaan tertentu, semua kepercayaan ataupun keyakinan mengklaim bahwa kepercayaannya yang benar. Ini jelas menyalahi aturan kebenaran itu sendiri. Ini adalah salah satu faktor yang melatarbelakangi seseorang menjadi penganut paham agnostisisme. Ia meragukan adanya kebenaran dalam suatu kepercayaan.
Agnostisisme juga meragukan eksistensi Tuhan itu sendiri. Diksi mengatakan bahwa hanya ada satu Tuhan. Namun, mengapa kepercayaan-kepercayaan tertentu mengklaim bahwa Tuhan agama yang satu berbeda dengan Tuhan agama yang lain? Ini adalah pertanyaan besar yang sering dilontarkan seorang agnostik. Agnostik meyakini bahwa manusia yang merealisasikan Tuhan itu sendiri. Sehingga pandangan orang terhadap Tuhan itu bisa berbeda-beda. Oleh karena logika itu, Tuhan adalah hasil ciptaan imajinasi manusia. Dimana kita ketahui bahwasannya imajinasi orang berbeda.
ADVERTISEMENT
Dari segi hukum, terdapat pasal 156 A KUHP/UU No. 1 tahun 1946 yang menyatakan bahwa barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia serta yang dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun. Pasal ini melarang kita untuk menyebarkan ajaran ketidakpercayaan terhadap suatu kepercayaan yang dianut di Indonesia. Keraguan kemudian terjadi ketika pasal ini mengatakan "yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa". Jika Tuhan Esa (Satu), maka otomatis hanya ada satu kepercayaan yang dimana ia meyakini satu Tuhan.
Agnostisisme juga merupakan hak asasi manusia. Di konstitusi, kebebasan berkeyakinan tertuang dalam pasal 28 E ayat (2) yang mengatakan, "Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya". Dalam konstitusi, Negara menjamin kebebasan individu untuk berkeyakinan terhadap suatu kepercayaan.
ADVERTISEMENT
Agnostik bukanlah kriminal. Ia tidak membunuh, ia tidak mencuri, tetapi ia memberi pencerahan terhadap manusia. Agnostisisme merupakan paham logos yang dimana logika filosofis digunakan dalam setiap aspek kehidupan manusia. Ia tidak percaya bukan karena benci, tetapi karena ragu. Agnostik telah mencapai puncak pengetahuan intelektual karena ia merasa ragu dengan sesuatu yang dianggap sebagian besar orang benar. Agnostik berawal dari kekosongan dan ketidaktahuan. Theis mematikan logikanya untuk mempercayai sesuatu yang belum tentu pasti. Atheis mengokohkan logikanya dengan tidak menganggap Tuhan itu ada.
Semua itu kembali kepada aliran filosofis masing-masing orang. Apakah filosofis percaya saja, apakah filosofis keraguan, dan apakah filosofis ketiadaan.
Pada faktanya, agama hadir untuk mematikan intelegensi manusia sebagai makhluk intelektual. (Mehaga L Ginting)
ADVERTISEMENT