#DIRUMAHAJA: PERNAH AMBIL TES BIAS IMPLISIT?

Meicky Shoreamanis Panggabean
Penulis biografi Munir dan Basuki Tjahaja Purnama.
Konten dari Pengguna
6 April 2020 12:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Meicky Shoreamanis Panggabean tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di sebuah film bersetting pantai, perempuan lalu-lalang mengenakan bikini. Siapa yang menganggap adegan tersebut normal? Pendukung Jokowi atau pendukung lawannya? Siapa yang menganggap itu porno? Angeline Jolie mengaku biseksual. Siapa yang mengutuki dia, pemilih Trump atau Clinton?
ADVERTISEMENT
Kita tahu jawabannya. Kok bisa? Kuncinya ada pada kata bias implisit.
Efrén Pérez, professor Universitas Vanderbilt, mendefinisikan bias implisit sebagai “perilaku, kepercayaan, pengetahuan, dan stereotipe yang kita semua miliki dan memengaruhi apa yang kita katakan dan lakukan tanpa kita sadari.”
Adapun bias eksplisit adalah bias yang kita miliki secara sadar dan ekspresinya keluar dengan sepengetahuan kita. Contohnya adalah saat pendukung Anies Baswedan berteriak, “Gantung Ahok! Dasar Cina kafir!”
Bias implisit beroperasi dalam diam. Meta analisis terhadap 55 penelitian di Amerika menunjukkan bahwa kaum fundamentalis Kristen pada umumnya rasis. Bisa jadi ini juga berlaku di Indonesia.
“Saya tidak nyaman bergaul dengan yang bukan Kristen, ngomongnya bahasa Arab melulu. Kasih selamat ulang tahun aja pake bahasa Arab.” Ini bias eksplisit orang Kristen.
ADVERTISEMENT
Fakta bahwa gereja cenderung monokultur mungkin adalah wujud bias implisit orang kristen.
Walau negara ini multikultur, gereja-gereja cenderung didominasi etnik tertentu. Ada yang mayoritas jemaatnya keturunan Chinese, ada yang (hampir) 100% Batak atau Jawa, ada juga yang didominasi orang Menado atau Ambon.
Agak sulit menemukan gereja Kristen dengan penyebaran suku yang relatif seimbang. Pasti banyak yang berargumentasi bahwa hal itu terjadi karena pendirian gereja di Indonesia pada tahap awal biasanya melibatkan satu suku tertentu.
Pendirian gereja telah usai. Kita sedang membahas perkembangan gereja yang sudah berjalan minimal puluhan tahun dan terjadi pada periode dinamis di sebuah negara bhinneka.
ADVERTISEMENT
Indonesia mini kehadirannya kurang terasa di gereja termasuk di gereja yang berada di kota-kota dengan penduduk dari berbagai suku. Tak ada salahnya orang Kristen mulai ‘curiga.’ Jangan-jangan mereka, eh kami, sesungguhnya rasis?
Salah satu cara mengatasi bias implisit adalah banyak berelasi dengan kelompok lain. Coba amati daftar kontak handphone. Jika pemiliknya orang Kristen, sebagian besar isi kontak mungkin orang Kristen juga?
Padahal jumlah Muslim jauh lebih banyak. Kita ada di mana saat mereka susah?
Predikat ‘one of the world’s best female guitarists’ yang disematkan kepada Orianthi Panagaris, gitaris Michael Jackson, juga mengandung bias implisit gender. Gitaris laki-laki (hampir ) selalu disebut ‘one of the world’s best guitarists,’ bukan ‘one of the world’s best male guitarists.’
Bias implisit juga tercermin dari orang-orang terdekat. Sebuah studi menunjukkan bahwa tiga teman terdekat kita biasanya berasal dari suku yang sama.
Orang Kristen oleh Yesus diperintahkan untuk menggarami dunia. Garam baru berfungsi jika keluar dari tempat garam, dituangkan ke nasi goreng misalnya, bukan saat berkelompok di tempat garam. Pantesan orang Kristen sering membuat hidup sesama terasa tawar, he...he...he...
ADVERTISEMENT
Garam ketemu garam bikin hipertensi. Pantesan orang Kristen sering buat sesama darah tinggi, hehehe lagi.
Bias implisit sulit dikendalikan karena kemunculannya tidak bisa direncanakan. Ia berdampak pada banyak hal: Kualitas kerja, pola asuh, dan cara kita memperlakukan sesama termasuk di dalamnya ketepatan memberi resep jika kita dokter.
Dalam sebuah tes tentang ras, dokter kulit putih di Amerika yang menganggap pasien kulit hitam kurang kooperatif, ketika pasiennya menunjukkan gejala koroner akut, dokter-dokter itu enggan merekomendasikan mereka untuk menjalani perawatan yang spesifik.
Adapun sebuah simulasi menunjukkan bahwa mereka yang punya bias implisit terhadap orang kulit hitam menunjukkan potensi untuk menembak orang yang tidak bawa senjata.
ADVERTISEMENT
Bias implisit dimiliki semua orang pada banyak aspek termasuk politik, umur bahkan berat badan. Ada juga ditemukan dalam hal gender, misalnya kita cenderung berasumsi bahwa wali kelas TK atau SD adalah perempuan.
Predikat ‘one of the world’s best female guitarists’ yang disematkan kepada Orianthi Panagaris, gitaris Michael Jackson, juga mengandung bias implisit gender. Gitaris laki-laki (hampir) selalu disebut ‘one of the world’s best guitarists,’ bukan ‘one of the world’s best male guitarists.’
Contoh bias implisit yang menarik dalam hal ras bisa kita lihat pada 2017 saat Robert Kelly, professor Pusan National University, melakukan wawancara televisi secara online dari kamarnya. Anak balita Kelly mendadak masuk dan dikejar istri Kelly yang berasal dari Korea, Jung a Kim.
ADVERTISEMENT
Banyak sekali penonton yang mengira Kim adalah baby sitter.
Contoh lain ada di berbagai tujuan wisata di Indonesia. Biasanya turis berkulit putih menerima layanan lebih bagus daripada pengunjung lokal.
Berfoto dengan tamu kulit putih pun terasa lebih keren karena mental inlander yang dimiliki sebagian masyarakat membuat mereka menganggap mantan penjajah lebih unggul.
Bias implisit berdampak di banyak lini. Jika belum pernah ambil tesnya, silahkan klik https://bit.ly/3aMUABI. Versi bahasa Indonesia bisa ditemukan di https://bit.ly/2x95Nhp.
Semoga kegiatan di rumah bisa lebih variatif hari ini. Selamat mencoba!
*www.gurupenulis.weebly.com