Drama 'The World of The Married' dan Tingkat Perceraian Usai Pandemi COVID-19

Meicky Shoreamanis Panggabean
Penulis biografi Munir dan Basuki Tjahaja Purnama.
Konten dari Pengguna
30 April 2020 11:08 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Meicky Shoreamanis Panggabean tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Drama TV Korea berjudul ‘The World of the Married’ belum selesai diputar. Sejauh ini drama tersebut meraih rating lebih dari 25 persen, angka tertinggi kedua dalam sejarah televisi kabel Korea.
ADVERTISEMENT
Serial ini berkisah tentang keluarga yang tampak sempurna. Padahal, si suami selingkuh, istri mengejar karier antara lain untuk balas dendam atas trauma masa lalu, dan anak mereka merasa kurang perhatian dari ibunya.
Banyak penonton terbawa emosi, mungkin karena sebagian besar pernah bergesekan dengan topik perselingkuhan. Kalau tidak sebagai pelaku, sebagai korban, atau sebagai tempat pelaku dan atau korban bercerita.
Strategi untuk meluncurkan drama ini saat pandemi berlangsung dan lekatnya topik cerita dengan kehidupan banyak orang, bisa jadi adalah dua hal yang ikut membuat drama ini jadi amat popular.
Masa karantina karena merebaknya kasus COVID-19 menyebabkan jumlah online affairs meningkat. Sebuah website yang memberi layanan online affairs melaporkan bahwa di awal Maret 2020 jumlah klien pria naik 18 persen dan klien perempuan meningkat 12 persen. Pada akhir Maret, jumlah affairs itu sendiri bertambah 54 persen.
Tiga pemeran utama 'The World of the Married.'
Seksolog Jessica Leoni mengatakan online affairs ini sesudah pandemi usai akan meningkatkan jumlah physical affairs. Hadirnya teknologi memang membuat perceraian karena online affairs semakin banyak.
ADVERTISEMENT
American Academy of Matrimonial Lawyers mengatakan bahwa 80 persen pengacara perceraian di Amerika melaporkan adanya peningkatan dalam jumlah gugatan cerai yang disebabkan oleh online affairs. Sedangkan Divorce Online, sebuah perusahaan yang mengurus jasa gugat cerai secara online, melaporkan bahwa lebih dari sepertiga dokumen pengajuan perceraian mengandung kata ‘Facebook’.
Adapun penyebab perselingkuhan itu cukup beragam. Ada yang karena nilai tentang seks yang dipegang pelaku relatif bebas atau karena tidak ada kedekatan emosi dengan pasangan dan kehidupan seks yang buruk.
Bisa dimengerti, namun tentu saja tak bisa dibenarkan, jika lantas di masa pandemi jumlah perselingkuhan semakin banyak. Seusai pandemi, sebagian perselingkuhan itu sangat mungkin akan ditindaklanjuti dalam bentuk gugatan cerai.
ADVERTISEMENT
Kita tahu bahwa angka perceraian meroket di China sesudah lockdown usai. Wu, seorang ibu rumah tangga di Guangdong, adalah salah satu contohnya. Ia menggugat cerai karena suaminya pengangguran dan tak ada pembagian kerja yang adil. Menurut Wu, ia melakukan sebagian besar tugas rumah tangga dan juga mengurus anak sedangkan suaminya asyik main handphone.
Lu Shijun, manajer pendaftaran pernikahan di Dazhou, mengatakan bahwa banyak pasangan yang mendebatkan hal kecil dan akhirnya buru-buru cerai. Minimnya variasi kegiatan, ditekannya aturan manusia untuk berelasi, dan rasa bosan karena berada di tempat yang sama terus-menerus memang membuat emosi mudah tersulut.
Namun, ada penyebab lain
Semua orang butuh ruang untuk sendirian, ini kebutuhan yang sulit dipenuhi saat karantina berlangsung. Berada dengan pasangan nyaris 24 jam selama 2-3 bulan adalah hal yang berat bagi banyak orang. Keberadaan jarak dan jeda adalah dua hal yang membuat pasangan tahu bahwa mereka saling cinta dan membutuhkan.
ADVERTISEMENT
Nah, saat karantina jarak dan jeda ini tak terbentuk.
Ketiadaan jarak jadi semakin buruk efeknya apabila rumah tangga mengalami kesulitan finansial dan salah satu pasangan adalah pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dampak karantina juga jelek bagi pasangan yang sudah ingin bercerai namun terpaksa menunda karena karantina.
Sedangkan bagi mereka yang sebelum pandemi sudah melakukan physical affairs, berpisah dari selingkuhan dan harus serumah 24 jam dengan pasangan yang sudah tidak mereka cintai akan membuat mereka semakin semangat untuk berselingkuh seusai pandemi.
Oleh karena itulah, di masa pandemi ini para pasangan sebaiknya tidak hanya memikirkan masker dan disinfektan. COVID-19 memang mengerikan namun ‘Covidivorce’ tak kalah menakutkan, bukan?
*Blog penulis:www.gurupenulis.weebly.com
ADVERTISEMENT