Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Kekerasan Berbasis Gender : Saatnya Berbicara dan Bertindak
3 Desember 2024 14:34 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Melanda Aulia Shalshabella tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Kekerasan Berbasis Gender (KBG) bukan merupakan isu baru, tetapi akhir-akhir ini menjadi topik hangat. Kekerasan Berbasis Gender adalah tindakan kekerasan yang berlandaskan pada asumsi gender dan atau seksual tertentu. Banyak perempuan dan kelompok rentan lainnya yang terkena dampak kekerasan di tempat-tempat yang seharusnya aman seperti, kampus, sekolah, tempat kerja dan bahkan di rumah biasanya juga terjadi kekerasan. Kekerasan bisa berupa kekerasan yang bersifat verbal hingga kekerasan fisik dan seksual. Bahkan, banyak korban yang terjebak dalam siklus ketakutan dan trauma tanpa adanya jalan keluar.
ADVERTISEMENT
Masalah Kekerasan Berbasis Gender semakin banyak terjadi di Indonesia. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA) mencatat adanya 16.383 korban kekerasan terhadap perempuan dari total 18.883 kasus kekerasan yang dilaporkan. Kasus kekerasan seksual baru-baru ini hanyalah sebagian kecil dari banyak kasus lain yang belum dilaporkan atau terungkap. Banyak korban yang memilih untuk tetap diam karena mereka takut akan disalahkan, dipermalukaan, atau tidak dipercaya oleh masyarakat. Sebaliknya, karena sistem penegakan
hukum dan perlindungan sosial yang lemah, pelaku kekerasan seksual seringkali dibebaskan tanpa dihukum. Sementara itu, korban mengalami trauma fisik dan mental.
Apakah ada penyebab yang signifikan mengapa kekerasan ini masih terus terjadi? Salah satu jawabannya mungkin terletak pada budaya patriarki yang sudah mendarah daging. Menurut Umam, budaya patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama serta mendominasi dalam berbagai peran yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, tindakan kekerasan terutama dalam rumah tangga seringkali dianggap sebagai hal biasa atau masalah pribadi. Cara pandang ini menyebabkan masyarakat menjadi tidak toleran dalam menghadapi KBG dan terkadang justru berujung pada menyalahkan korban. Misalnya, dalam beberapa kasus kekerasan, masyarakat sering berfokus pada streotip bagaimana penampilan dan perilaku korban, sehingga pada akhirnya memperparah trauma psikologis korban.
ADVERTISEMENT
Namun, kita tidak dapat terus-menerus diam dalam hal kekerasan, sekarang adalah waktunya untuk berbicara dan bertindak. Berikut ini langkah yang harus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kekerasan berbasis gender,yaitu :
1. Penegakan Hukum yang Tegas
Penegakan hukum berperan penting dalam penanganan Kekerasan Berbasis Gender (KBG). Banyak korban yang melaporkan peristiwa justru menjadi korban kembali atau menghadapi kesulitan dalam proses hukum. Meskipun pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana kekerasan Seksual (UU TPKS), akan tetapi masih ada kendala. Beberapa aparat pendegak hukum masih kurang peka atau meremehkan korban Kekerasan Berbasis Gender (KBG).
Untuk menyelesaikan masalah ini, pemerintah harus memberikan pelatihan kepada penegak hukum agar mereka dapat lebih responsive dan berempati terhadap korban. Selain itu, prosedur hukum yang ramah terhadap korban, seperti memberikan bantuan psikologi. Perubahan ini akan mendorong korban untuk keluar dari siklus kekerasan dan memnuat mereka lebih percaya diri untuk melapor.
ADVERTISEMENT
2. Peran Masyarakat
Yang tak kalah penting adalah bahwa sebagian dari masyarakat, kita harus berani bertindak. Ketika kita menyaksikan Kekerasan, kita tidak dapat tinggal diam. Ketidakpedulian hanya memperburuk keadaan pelaku dan memperburuk keadaan korban. Sebagai masyarakat kita bisa melakukan banyak hal, seperti melaporkan tindakan kekerasan kepada pihak berwenang, memberikan dukungan kepada korban, dan mengedukasi kepada orang lain tentang pentingnya Hak Asasi Manusia.
Kita dapat menyuarakan ketidakadilan dengan menggunakan media sosial. Karena diera digital saat ini,peran media sosial dapat digunakan sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran masyarkat akan Kekerasan Berbasis Gender. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa kampanye online harus disertai dengan tindakan nyata.
3. Peran Media dalam Perubahan
Media juga memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk opini publik tentang Kekerasan Berbasis Gender. Sayangnya, media seringakali menyalahkan korban. Misalnya saja, dalam laporan mengenai kasus kekerasan, perhatian media seringkali terfokus pada penampilan fisik atau perilaku korban sebelum kejadian, seolah-olah korbanlah yang bertanggung jawab atas kekerasan yang dialaminya. Metode ini harus diubah!
ADVERTISEMENT
Media harus menyadari dampak pemberitaan mereka dalam memberitakan kasus kekerasan. Media harus memprioritaskan pemberitaan yang edukatif, dan para korban harus diberikan kesempatan untuk menyatakan pendapat mereka tanpa merasa dihakimi. Langkah awal yang baik adalah menerima korban tanpa menyalahkan mereka. Dengan demikian, media dapat menjadi agen perubahan yang efektif dengan meningkatkan kesadaran masyarakat.
4. Pentingnya Edukasi dan Kesadaran Masyarakat
Masih banyak Masyarakat yang tidak memahami kekerasan berbasis gender dengan benar. Pelecehan tidak selalu berbentuk kontak fisik, akan tetapi komentar yang menghina, dan ancaman juga termasuk dalam kategori pelecehan. Semakin banyak masyarakat yang memahami jenis kekerasan, semakin besar kemungkinan mereka dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman. Edukasi tentang kesetaraan gender harus dimulai sejak dini, tidak hanya di institusi pendidikan tetapi juga di lingkungan rumah atau keluarga. Edukasi ini harus menekankan pentingnya saling menghormati, tanpa memandang gender.
ADVERTISEMENT
Kekerasan Berbasis Gender (KBG) adalah masalah besar yang harus ditangani. Seluruh elemen masyarakat seperti pemerintah, media, sekolah, individu harus bekerja sama untuk mewujudkan perubahan yang signifikan. Dengan bicara dan bertindak, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman, adil, nyaman dan inklusif bagi semua orang. Agar tidak ada lagi orang yang hidup dalam ketakutan, kita harus berani mengambil sikap dan memberikan mereka kesempatan untuk berbicara. Mari kita wujudkan masyarakat yang tidak hanya menganggap kekerasan berbasis gender sebagai masalah, tetapi juga bertindak untuk melawannya.