Konten dari Pengguna

Dear, Ekonomi Indonesia: It’s Okay Not To Be Okay

melekapbn
Komunitas yang fokus dalam memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dengan anggaran negara (APBN) beserta kebijakan yang relevan. Artikel yang kami publikasikan di Kumparan merupakan opini pribadi tim peneliti kami
25 Agustus 2021 19:31 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Tulisan dari melekapbn tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berdasarkan laporan Satuan Tugas (Satgas) Covid-19, pada tanggal 15 Juli 2021 sudah lebih dari 56 ribu kasus baru positif Covid-19 di Indonesia dengan angka kasus kematian harian sebanyak 982 kasus. Angka tersebut merupakan rekor pertambahan kasus baru tertinggi di Indonesia dengan peningkatan sekitar 7 kali lipat daripada satu bulan sebelumnya, yaitu 15 Juni 2021, dengan angka peningkatan kasus baru harian sebanyak 8.161 kasus dan kasus kematian harian 164. Hal ini membuktikan bahwa tingkat penularan Covid-19 semakin bertambah. Munculnya banyak varian baru Covid-19 di Indonesia meningkatkan kerentanan masyarakat untuk terjangkit virus ini. Akibatnya, pemerintah harus memberlakukan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Kebijakan ini dapat berdampak kepada perekonomian Indonesia sebab kegiatan ekonomi terpaksa harus terhambat karena pembatasan yang diberlakukan. Kontraksi ekonomi juga terjadi pada tahun 2020 sebagai respons atas kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketika itu. Seperti pada kuartal II-2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen (yoy) akibat menurunnya aktivitas ekonomi masyarakat. PPKM yang diprediksi akan turut berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia membuat Pemerintah Indonesia terpaksa harus mengoreksi target pertumbuhan ekonomi. Sebelumnya, Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini mencapai 4,3 hingga 5,3 persen. Saat ini, proyeksi tersebut direvisi menjadi hanya 3,8 persen hingga maksimal mencapai 4,5 persen saja. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian juga merivisi prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sebelumnya 4,5 hingga 5,3 persen menjadi hanya 3,7 hingga 4,5 persen. Tidak hanya itu, Bank Indonesia ikut mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi 2021 secara keseluruhan menjadi sekitar 3,8 persen dari prediksi sebelumnya, yaitu 4,1 hingga 5,1 persen.
ADVERTISEMENT
Masifnya penularan Covid-19 berdampak pada terkontraksinya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bahkan, pada tahun 2020, ketika angka kasus positif Covid-19 masih lebih rendah dari sekarang, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi hingga resesi. Tahun 2021 sesungguhnya menjadi tahun yang diharapkan dapat membangkitkan kembali perekonomian Indonesia. Untuk membangkitkan kembali perekonomian, Indonesia membutuhkan respons yang tepat mengingat pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2021 saja masih mengalami kontraksi sebesar -0,74 persen dibanding kuartal-I 2020 (yoy) dan -0,96 persen dibandingkan kuartal sebelumnya (qtq). Merespons meningkatnya kasus Covid-19 dan ekspektasi untuk membangkitkan perekonomian kembali, apa yang sebaiknya pemerintah lakukan? Ekonomi atau kesehatan yang harus diutamakan?
Dengan meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia, upaya untuk mengurangi tingkat penularan virus ini merupakan tindakan yang harus dilakukan. Dengan melakukan tindakan tersebut, perekonomian Indonesia berpotensi akan melambat. Produktivitas yang menurun akibat kebijakan yang dikeluarkan untuk mengurangi tingkat penularan Covid-19 memperlambat ekonomi untuk menghasilkan output. Banyak sektor mengalami kerugian akibat menurunnya produksi dan konsumsi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kontraksi ekonomi dalam jangka pendek tidak berarti menunjukkan tren menurun dalam jangka waktu yang panjang. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mungkin mengalami kontraksi selama pandemi Covid-19, tetapi ekonomi kita dapat bangkit kembali dengan meningkatkan produktivitas melalui inovasi. Jika melihat kuartal II-2021, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen (yoy). Hal ini berbanding lurus dengan terkendalinya angka kasus Covid-19 di Indonesia ketika itu. Oleh karena itu, untuk mengatasi kasus Covid-19 yang kembali meledak diperlukan penanganan yang sesuai. Dalam model ekonomi Solow, Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan akumulasi dari inovasi (A), tenaga kerja dan pendidikan (eL), serta modal fisik (K). Sebagai catatan, model ini berfokus pada pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Dalam kaitannya dengan pandemi Covid-19, inovasi dalam model ekonomi Solow dapat diimplementasikan pada upaya untuk mencegah atau mengurangi penularan virus. Artinya, inovasi di sini bukan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas secara agregat, tetapi mendorong salah satu faktor yang meningkatkan produktivitas, yaitu kesehatan, melalui penanganan Covid-19. Dengan asumsi variabel tenaga kerja dan kapital tetap, kebijakan yang tepat untuk mengutamakan kesehatan publik dapat, dalam jangka panjang, meningkatkan PDB Indonesia. Ketika inovasi atau produktivitas berhasil meningkatkan output perekonomian, investasi juga akan ikut meningkat. Investasi yang lebih tinggi dari depresiasi akan menuntun ekonomi Indonesia untuk mengakumulasikan modal atau kapital. Sayangnya, di masa pandemi ini, Indonesia mengalami perlambatan pertumbuhan pembangunan manusia yang berhubungan juga dengan produktivitas masyarakat Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2020 Indonesia hanya mencatatkan pertumbuhan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 0,03 persen menjadi di angka 71,94. Perlambatan ini sangat dipengaruhi oleh penurunan pendapatan perkapita masyarakat Indonesia. Lebih lanjut, data BPS juga menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia meningkat selama pandemi Covid-19. Pada Maret 2021 persentase penduduk miskin di Indonesia mencapai 10,14 persen, meningkat 0,36 persen dari Maret 2020. Jika penanganan Covid-19 tidak segera diselesaikan, permasalahan tersebut akan sulit diselesaikan.
ADVERTISEMENT
Kesehatan publik merupakan salah satu hal yang penting untuk dapat bertahan di masa pandemi Covid-19. Tanpa Sumber Daya Manusia (SDM) yang sehat dan produktif, output yang dihasilkan juga tidak akan optimal. Perekonomian mungkin akan melambat ketika pemerintah berfokus untuk mengurangi tingkat penularan Covid-19 terlebih dahulu. Namun, penurunan output akan terjadi hanya dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, melihat kembali model ekonomi Solow, setelah inovasi dapat meningkatkan kembali produktivitas tenaga kerja, valuable output juga akan meningkat.
Melonjaknya pertumbuhan ekonomi setelah berhasil menangani pandemi Covid-19 dialami oleh Cina. Pada kuartal I-2021 ekonomi Cina sudah tumbuh 18,3 persen (yoy) dibandingkan kuartal yang sama pada tahun 2020. Cina merupakan negara pertama yang terdampak Covid-19. Pertumbuhan ekonomi Cina sempat mengalami kontraksi saat melakukan kebijakan penanganan Covid-19 di beberapa daerah. Namun, karena inovasinya dalam mengurangi dan mencegah penularan Covid-19, Cina berhasil mengembalikan produktivitas masyarakatnya di tahun 2021, ditunjukkan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan yang diambil sebagai respons terhadap Covid-19 membuahkan hasil yang cukup signifikan walaupun dalam jangka pendek Cina sempat mengalami perlambatan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Dalam masa sulit ini, Indonesia harus mengembalikan produktivitas, dalam hal ini kesehatan, masyarakat dengan mengurangi tingkat penularan Covid-19. Hal ini merupakan cara untuk mengatasi pandemi Covid-19 dan meningkatkan kembali perekonomian. Dalam jangka pendek, tampaknya perlambatan ekonomi tidak dapat dihindari. Namun, bukankan lebih baik mengorbankan ekonomi dalam jangka pendek untuk mengutamakan kesehatan publik? Sebab ekonomi dalam jangka panjang dapat kembali bangkit, tetapi nyawa orang tercinta tidak dapat kembali lagi.
Penulis : Zulfikar Fahmi Putra Purwanto (Peneliti Melek APBN)