news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

VAKSINASI SEBAGAI GAME CHANGER?

melekapbn
Komunitas yang fokus dalam memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dengan anggaran negara (APBN) beserta kebijakan yang relevan. Artikel yang kami publikasikan di Kumparan merupakan opini pribadi tim peneliti kami
Konten dari Pengguna
8 Februari 2021 20:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari melekapbn tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Fokus dunia kini berada pada distribusi vaksin untuk penanganan Covid-19. Negara yang melakukan vaksinasi pertama kali adalah Inggris yaitu pada 8 Desember 2020. Namun, sejak 13 Januari 2021 sudah ada sekitar 30 negara yang melakukan vaksinasi. Serupa dengan di Indonesia, vaksinasi dimulai pada 13 Januari 2021 dengan Presiden Joko Widodo sebagai orang pertama yang mendapatkan vaksin dengan merk Sinovac. Vaksin ini diharapkan dapat menjadi solusi atas pandemi dan katalisator atas pemulihan ekonomi nasional. Akan tetapi apakah kehadiran vaksin ini akan menjadi game changer yang mampu membangkitkan kembali ekonomi nasional dari keterpurukannya?
ADVERTISEMENT
Pemerintah melalui Satgas COVID-19 memprediksi vaksinasi yang dilakukan memakan waktu kurang lebih 15 bulan terhitung Januari 2021 hingga Maret 2022, dengan menjangkau 34 provinsi dan 181,5 juta orang. Proses vaksinasi dilakukan berdasarkan skala prioritas dan kriteria yang sudah ditetapkan dalam Permenkes No.84 tahun 2020 tentang pelaksanaan vaksinasi yang berlaku sejak 14 Desember 2020. Kriteria tersebut ditetapkan berdasarkan kajian Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (Indonesian Technical Advisory Group in Immunization) dan/atau Strategic Advisory Group of Experts on Immunization of the World Health Organization (SAGE WHO). Dalam kajian tersebut juga disebutkan prioritas pertama penerima vaksin adalah para tenaga kesehatan, lalu TNI, Kepolisian RI, Aparat Hukum, dan petugas pelayanan publik lainnya. Prioritas kedua, tokoh masyarakat/agama, dan perangkat daerah. Prioritas berikutnya para tenaga pendidik dan aparatur Pemda dan Legislatif. Prioritas yang terakhir adalah masyarakat rentan dari aspek geospasial, sosial, dan ekonomi. Kendati demikian, pemerintah tetap menekankan bahwa masyarakat harus tetap menjaga kedisiplinan protokol kesehatan, meskipun vaksinasi sudah dimulai.
ADVERTISEMENT
Sejak 6 Januari 2021, Pemerintah Indonesia sudah melakukan pemesanan vaksin sebanyak 329,5 juta dari berbagai produsen di seluruh dunia. Vaksin pertama yang sudah dipesan dan terbanyak berasal dari perusahaan farmasi Tiongkok Sinovac, yakni sebanyak 125,5 juta dosis. Vaksin impor kedua berasal dari vaksin Amerika-Kanada yang bernama Novavax sebesar 50 juta. Yang ketiga berasal dari kerjasama multilateral WHO dan Aliansi Vaksin Dunia (Covas-GAVI) sebanyak 50 juta dosis. Terakhir, Pemerintah Indonesia juga memesan vaksin dari Inggris AstraZeneca sebanyak 50 juta dosis dan gabungan Jerman dan Amerika Serikat Pfizer BioNTech sebesar 50 juta dosis. Seluruh vaksin yang diimpor tersebut diperkirakan sampai ke Indonesia pada kuartal III 2021-kuartal I 2022. Banyak tantangan yang akan dihadapi untuk melakukan vaksinasi massal. Mulai dari segi anggaran, proses pendistribusian, ketersediaan vaksin dalam waktu yang dekat, hingga beragam respon yang muncul dari masyarakat.
ADVERTISEMENT
Anggaran vaksin di Indonesia diprediksi bisa mencapai lebih dari 74 triliun rupiah. Besaran dana tersebut sebagai bentuk tindak lanjut dari instruksi Presiden Joko Widodo, bahwa vaksin yang diberikan kepada masyarakat harus tersedia secara gratis. Dana yang diprediksi tersebut sudah merangkum semua vaksin yang sudah dipesan oleh pemerintah. Selain dari segi anggaran, pendistribusian vaksin juga masih menjadi kendala dalam proses vaksinasi massal. Dengan asumsi target vaksinasi mencapai 181,5 juta orang (dengan frekuensi vaksinasi dua kali setiap orang) dalam 15 bulan, maka realisasi per hari harus mencapai paling tidak 806 ribu frekuensi vaksin. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dikarenakan kondisi geografis Indonesia yang beragam, membuat pendistribusian vaksin ke daerah-daerah yang belum mendapatkan kelayakan infrastruktur logistik masih akan terus terkendala. Terbukti berdasarkan survei yang dilakukan Logistics Performance Index, Indonesia mendapat peringkat ke-46 dalam hal logistik, dengan infrastruktur yang menjadi salah satu indikator penilaiannya.
ADVERTISEMENT
Di samping persoalan logistik, jumlah penduduk Indonesia lebih dari 270 juta jiwa yang mengharuskan pemerintah bekerja keras dalam memenuhi target jumlah dosis vaksin untuk masyarakat dalam waktu dekat. Jika tidak, herd immunity tidak akan tercapai di Indonesia. Karena herd immunity hanya bisa tercapai apabila 70 persen atau sekitar 180 juta masyarakat Indonesia sudah melakukan vaksinasi dalam kurun waktu 1 tahun. Belum lagi para ilmuwan mengungkapkan vaksin harus disuntik sebanyak 2 kali agar imun tubuh seseorang tersebut bisa lebih kuat lagi dalam merespon virus yang akan masuk. Artinya pemerintah perlu menyiapkan sekitar 360 juta vaksin untuk terlepas dari COVID-19 dan bisa mencapai herd immunity.
Tantangan selanjutnya adalah munculnya beragam respon dari masyarakat, baik setuju maupun tidak terkait progam vaksinasi. Mayoritas masyarakat yang tidak setuju menganggap vaksin yang beredar masih diragukan tingkat efikasinya, karena proses pembuatan vaksin tersebut terkesan buru-buru. Mereka juga takut akan efek samping yang ditimbulkan. Hal tersebut mengingat banyak orang yang merasakan gejala aneh ketika vaksin telah disuntikkan. Masyarakat yang setuju menganggap vaksin tersebut pasti dibuat dengan kajian yang sangat mendalam dari berbagai ilmuwan di dunia.
ADVERTISEMENT
Semua tantangan tersebut menjadi kendala yang harus diselesaikan dengan baik agar dapat mempercepat upaya pemulihan kondisi kesehatan dan perekonomian nasional. Seperti masalah pendistribusian vaksin ke daerah-daerah. Jika pemerintah tidak mampu mendistribusikan vaksin tersebut secara komprehensif, maka pandemi ini belum dapat terselesaikan dan berpotensi memunculkan klaster-klaster baru. Sebagai dampaknya, pengeluaran untuk penanganan COVID-19 terus bertambah, dan prediksi rebound perekonomian akan semakin jauh. Lalu, bagaimana dengan target pemerintah dalam menurunkan defisit anggaran menjadi 4 persen di tahun 2022?
Dalam PMK 188/PMK.04/2020 mengenai pemberian fasilitas kepabeanan dan atau cukai serta perpajakan atas impor pengadaan vaksin dalam rangka penanganan pandemic COVID-19, pemerintah memberikan sejumlah fasilitas dalam rangka memudahkan importasi vaksin ke Indonesia. Fasilitas yang diberikan seperti pembebasan bea masuk dana atau cukai, tidak dipungut PPN dan PPn Barang Mewah, serta pembebasan atas PPh 22 impor. Tentu hal ini menjadi hal positif dalam mempercepat pengadaan vaksin di dalam negeri. Dengan diberikannya fasilitas tersebut, diharapkan proses vaksinasi bisa lebih cepat dan kendala yang dihadapi pemerintah dalam mempercepat pengadaan vaksin bisa terselesaikan. Sehingga, target pemerintah dalam mencapai herd immunity bisa tercapai dalam kurun waktu yang sudah ditentukan
ADVERTISEMENT
Untuk membangun kepercayaan dari masyarakat terhadap program vaksinasi yang dijalankan, pemerintah perlu melakukan sosialiasi secara masif dan detail mengenai penyuntikan vaksin. Pemerintah pusat harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah dalam mensosialisasikan vaksin tersebut, bukan hanya satu atau dua kali saja melainkan secara masif. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat akan mulai tumbuh dan tidak takut dengan penyuntikan vaksin. Oleh karena itu, vaksin menjadi kunci utama dari semua persoalan tersebut, karena root cause dari segala permasalahan yang terjadi saat ini adalah masalah kesehatan; dimana akibatnya adalah pembatasan fisik aktivitas masyarakat dan berdampak kepada penurunan aktivitas ekonomi. Jadi, vaksin harus bisa didistribusikan secara cepat dan tepat, agar pandemi ini bisa segera terselesaikan. Semoga dengan adanya vaksinasi ini, aktivitas ekonomi khususnya di sektor riil bisa segera pulih, layaknya sektor keuangan yang tampak tumbuh positif.
Penulis : Feberianto H. Sipayung (Peneliti Melek APBN)