Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Jam Karet Dokter dan Betapa Permisifnya Kita
10 Oktober 2022 11:44 WIB
Tulisan dari Kotik Ariningsih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jam di HP menunjukkan pukul 6 sore. Di dinding tertulis bahwa praktik dokter hari itu dimulai pukul 5. Berarti sudah satu jam lebih saya duduk di ruang tunggu ini.
ADVERTISEMENT
Beberapa pasien yang datang sebelum dan sesudah saya terlihat menunjukkan muka datar seperti sudah terbiasa dengan kondisi begini. Hanya sesekali terdengar obrolan ringan antar pasien karena kebanyakan memilih bermain dengan ponselnya.
Saya menengok ke arah pintu masuk setiap kali ada orang datang, berharap dokter yang kami tunggu tiba. Pasien di sebelah juga melakukan hal yang sama dan tersirat muka kecewa begitu melihat orang yang baru masuk ternyata bukan dokter yang diharapkan.
Hanya jawaban datar dan mekanis yang saya dapatkan dari mbak asisten sekaligus resepsionis ketika saya menanyakan kapan dokter akan datang, “Biasanya setelah selesai visit di rumah sakit.” Dan dia pun kembali sibuk dengan pekerjaannya mencatat dan mengukur tensi calon pasien.
ADVERTISEMENT
**********
Saya tidak tahu apakah fenomena dokter ngaret terjadi di banyak tempat di Indonesia atau tidak. Di kota tempat saya tinggal jelas iya. Beberapa kali saya mengantar ibu ke beberapa tempat praktik dokter hal yang sama kerap terjadi. Lebih aneh lagi jika tempat praktiknya adalah rumah sendiri dan mereka tidak memiliki jadwal visit pasien di rumah sakit sebelumnya.
Beberapa teman atau saudara di kota lain rupanya juga mempunyai pengalaman yang sama. Dari perbincangan kami tentang hal ini, saya dapati rata-rata keterlambatan dokter datang adalah satu jam lebih. Bukan waktu yang sebentar. Apalagi untuk orang sakit. Apalagi untuk orang sakit dan sepuh.
Keluarga kami adalah tipikal orang yang cukup disiplin dengan waktu, terlebih untuk urusan kesehatan. Kami terbiasa datang ke praktik dokter beberapa saat sebelum jam buka karena berharap dilayani lebih awal kalau tidak yang pertama.
ADVERTISEMENT
Saya tidak tahu bagaimana atau mengapa fenomena ini bisa terjadi. Kota kami adalah kota kecil di mana tidak terjadi kemacetan lalu lintas seperti di Jakarta atau kota besar lainnya. Jadi terasa absurd kalau alasan dokter terlambat datang karena kena macet. Lain halnya bila keterlambatan mereka karena hal emergency seperti harus melakukan operasi mendadak misalnya.
Jadi kenapa? Ketidakmampuan dokter mengatur jadwal mereka sendiri? Semua dokter adalah manusia terdidik yang pernah mengenyam pendidikan tinggi. Bukankah seharusnya sangatlah mudah bagi mereka membuat pengaturan waktu atas diri sendiri dan mematuhinya?
Lantas apa yang membuat para dokter tampak kesulitan menaati jadwal yang telah mereka buat sendiri? Untuk menjawab pertanyaan ini sepertinya kita harus melihat realitas yang lebih besar atau luas.
ADVERTISEMENT
**********
Secara sadar atau tidak, manusia selalu dihadapkan pada pertanyaan “Apakah ini sudah cukup baik? Apakah ini sudah cukup cepat? Apakah ini sudah cukup efisien? Apakah ini sudah cukup besar?”
Manusia selalu ingin lebih. Manusia selalu ingin membuat pencapaian baru. Manusia tidak pernah puas akan apapun. Termasuk dengan harta atau uang. Terlebih karena dari waktu ke waktu selalu timbul tuntutan atau kebutuhan baru.
Atas dasar inilah mungkin para dokter (tentu tidak semua) akhirnya terpaksa memilih untuk tidak memprioritaskan pasien yang menunggu di rumah mereka. Mereka menerima pasien melebihi kapasitas untuk mendapatkan penghasilan yang lebih banyak baik dari praktik di rumah sakit maupun rumah sendiri.
Apa mereka tidak mempunyai hati (baca: kasihan) atas orang sakit yang menunggu di tempat praktik? Apa mereka merasa profesi mereka begitu istimewa terkait dengan kesehatan atau bahkan keselamatan sehingga tidak terlalu mempedulikan keberadaan orang sakit yang sudah antre terlalu lama menunggunya?
ADVERTISEMENT
Pertanyaan- pertanyaan ini membuat saya mempertanyakan dedikasi para dokter atas kemanusiaan. Adakah kesiapan hati dan jiwa untuk melayani masyarakat ketika memutuskan menjalani profesi dokter? Atau hanya untuk uangnya? Untuk gengsinya?
Apapun alasannya fenomena dokter datang terlambat ini tetap berlangsung juga karena sebagian besar orang, dalam hal ini pasien, seringkali terlalu tinggi memandang profesi dokter karena keterkaitannya dengan masalah kesehatan bahkan keselamatan jiwa. Apalagi ketika pasien sudah merasa cocok dengan dokter yang bersangkutan. Hal ini membuat pasien bersikap permisif atas tradisi jam karet sang dokter.