Kenali Gaya Komunikasi Agar Hati Menjadi Tenang

Zairiyah Kaoy, CH, CHt
Hypnoterapist (ZK Hypnoterapi) dan penulis
Konten dari Pengguna
5 Agustus 2021 19:15 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zairiyah Kaoy, CH, CHt tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber. young African American man dreadlocks holding/shutterstock.
zoom-in-whitePerbesar
sumber. young African American man dreadlocks holding/shutterstock.
ADVERTISEMENT
Manusia berkomunikasi berdasarkan watak dan kepribadiannya. Terlihat dari bagaimana individu menyikapi banyak hal di sekitarnya, apakah itu positif atau negatif tergantung dari bagaimana cara watak dan sistem komunikasi di dalam otak individu mengelola informasi yang diterima. Setelah informasi diterima maka akan tercetus gaya komunikasi.
ADVERTISEMENT
Pembuluh saraf yang ada di otak individu menentukan gaya bicara serta perilaku dari yang pernah terlihat maupun yang terdengar. Satu kalimat dapat diartikan dengan berbagai asumsi dan menimbulkan reaksi yang beragam, terkadang tanpa mencernanya terlebih dahulu dan ada pula yang tidak mudah termakan dengan informasi. Beragamnya gaya komunikasi yang ada di masyarakat dapat menimbulkan pertikaian dan kesalahpahaman akibat pengelompokan karakter yang berbeda.
Pastinya kita pernah mengalami hal seperti ini, mendengar lalu percaya dan melihat sesuatu hanya dari permukaan tanpa referensi yang akurat. Watak akan sangat menguat ketika terjadi secara berulang dan tidak toleransi terhadap informasi yang diterima. Sehingga menimbulkan stigma dan kebencian yang mendarah daging.
Gaya komunikasi manusia ada yang introvert, ekstrovert dan ambivert. Apakah itu watak silang seperti koleris melankolis (digital), sanguin plegmatis (auditori kinestetik) atau koleris sanguin (visual auditori/ekstrovert) dan melankolik plegmatis (digital kinestetik/introvert). Disampaikan oleh dr.Aisah Dahlan, CHt, CM, NNLP bahwa “individu memiliki 2 watak kombinasi dalam dirinya dan 2 watak kombinasi dalam berkomunikasi”.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan ada 4 gaya berkomunikasi yaitu visual, auditori, kinestetik dan digital. Ketidaktahuan manusia terhadap gaya berkomunikasi yang dimiliki orang lain dapat memicu rasa tersinggung, sakit hati bahkan membenci. Tidak mengenali kepribadian diri sendiri juga bisa membuat ia dijauhi dari lingkungannya.
Keterusterangan dalam berkomunikasi membuat orang lain tersinggung dan kurang senang padanya. Dapat terjadi sebaliknya yaitu manusia dianggap tidak mampu berbicara karena pendiam sehingga diasumsikan sebagai individu yang mudah dibully.
Tidak semua keterusterangan membawa kebaikan, clear mungkin tapi menimbulkan kesan menyakitkan bagi orang lain. Ada pula individu yang ketika berkomunikasi dengan Bahasa yang gembira dan lucu sehingga mampu menghibur orang lain. Di lain sisi, ada individu bila berbicara selalu berhubungan dengan perasaan dan terkesan diplomatis sehingga menjadikan satu kalimat terurai dengan panjang dan halus sekali, ada pula yang bila berbicara terkesan hati-hati.
ADVERTISEMENT
Kita dapat melihat apa yang sedang terjadi di negara kita ini, satu kalimat bisa di artikan ke berbagai praduga. Ditambah dan semakin melebar sehingga menjadi stigma. Sebenarnya ada apa dengan gaya komunikasi manusia dan mengapa mudah sekali percaya?, apa yang melibatkan manusia dalam proses pengambilan keputusan dan merespon peristiwa?, berikut penjelasannya:

Gaya Komunikasi Manusia

Setiap individu memiliki gaya berkomunikasi dan cara menerima informasi. Gaya komunikasi bisa terjadi karena terduplikasi dari orang terdekatnya (gaya bahasa orang tuanya, saudara, suami atau istri). Seperti apa gaya komunikasi manusia?
Visual, orang yang memiliki gaya bahasa ini dimiliki oleh koleris, ia menerima informasi melalui kedua matanya. Apa yang terlihat olehnya akan mudah dipercaya, seolah mendapatkan bukti yang real dan tak terbantahkan. Ketika individu ini melihat sesuatu yang kurang baik ia akan meyakini bahwa itulah yang terjadi sebenarnya, begitu juga sebaliknya, persoalan kebenarannya terkadang tidak terlalu dipikirkan, yang ia tahu bahwa apa yang ia lihat itulah yang sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Individu ini akan berbicara sesuai dengan apa yang dilihatnya saja, contohnya “Saya melihat keadaan tidak kondusif, kita harus mundur selangkah untuk mengantisipasi”. Apa yang dilihatnya tersebut menjadi bahannya untuk berkomunikasi kepada orang lain. Orang visual tidak terlalu banyak bicara, ia berbicara dengan kedua matanya, namun bila tidak mendapatkan hal yang akurat dengan kedua matanya maka ia akan mudah tertipu dengan banyak hal yang dilihatnya.
Auditori, individu yang memiliki ini mudah sekali percaya dari apa yang didengarnya. Tidak terlalu mengidahkan apa yang dilihatnya, mudah terpengaruh dengan ucapan baik atau tidak baik yang didengarnya secara sengaja atau tidak sengaja. Informasi yang banyak beredar yang bersifat memprovokasi yang kerap kita dengarkan itu mampu memicu watak.
ADVERTISEMENT
Auditori yang cenderung periang dan sebagai pembicara juga terkadang mudah terprovokasi dengan berita, namun kembali lagi kepada watak masing-masing. Bila ia mengkomparasi berita dengan fakta yang terlihat seperti para visual auditori, maka ia tidak akan mudah termakan berita yang tidak sesuai fakta. Visual auditori yang selalu melibatkan pendengaran dan penglihatannya dalam menganalisa sesuatu.
Apa pun yang mudah dipercaya dengan berdasarkan katanya, tentu akan memudahkan individu untuk menceritakannya kembali kepada orang lain, contohnya “Pak, kata sipulan kita tidak dapat bantuan lagi nih”. Selagi informasi akurat dan membawa manfaat tentu akan bermanfaat pula bagi orang lain namun bagaimana bila informasi tersebut bersifat subjektif, tentu akan menimbulkan persoalan bagi orang yang diberitakan. Kerancuan sering terjadi pada kategori gaya Bahasa para individu auditori yang tidak berdasarkan fakta.
ADVERTISEMENT
Kinestetik, para kinestetik cenderung melibatkan perasaannya bila menanggapi informasi, ia mudah terbawa oleh perasaan manusiawi yang dimilikinya dan membela yang lemah serta terzalimi, sehingga ia mudah bersimpati. Kita banyak melihat orang-orang yang berinisiatif membantu orang lain tanpa memusingkan keadaan yang sedang terjadi, merekalah para kinestetik ini. Individu ini menyikapi keadaan atau informasi dengan gerakan dan terhubung dengan nuraninya secara langsung.
Ketika individu melihat dan mendengar berita ia akan mengedepankan nuraninya, contoh "Jangan begitu, belum tentu ia seperti yang dibicarakan khalayak ramai”. Pernyataan yang terlibat secara perasaan ini membuat mereka cenderung berempati kepada subjek yang sedang dibicarakan. Hasilnya ia akan menutup telinga terhadap hal-hal yang tidak perlu dibicarakan.
Digital, sesuai dengan namanya, individu yang memiliki gaya komunikasi ini selalu berkaitan dengan data, informasi dan fakta aktual (visual, auditori, kinestetik) namun memiliki daya visual yang kuat sekali. Individu ini jarang berbicara dan berkomentar namun ketika berkomentar singkat, padat dan jelas. Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat menemukan orang-orang yang seperti ini sering bersama dengan peralatan teknologi. Mereka tidak terlalu suka berinteraksi dengan komentar yang panjang, cenderung bersifat menganalisa, mengamati dan cepat bertindak.
ADVERTISEMENT
Bila mendengar dan melihat berita atau informasi, mereka akan mengatakan “Kata siapa, mana bukti dan datanya, jangan langsung menghakimi orang lain, tidak baik!”. Kalimat tegas yang membuat orang lain harus memunculkan data yang akurat sesuai dengan ucapannya. Mereka tidak mudah menelan informasi tanpa data.

Cara Manusia Menyikapi Apa pun Selalu Melibatkan Watak

Ketika manusia dipertemukan dengan persoalan, yang pertama merespons adalah wataknya. Apakah dia akan tetap tenang, panik, tetap ceria dan tidak terlalu terpengaruh ataukah selalu dipikirkan hingga menjadi overthinking. Watak tersebut yang akan menyelesaikan dalam waktu yang cepat atau menunda.
Pernahkah kita melihat seseorang yang ketika ada persoalan ia tampak tenang bahkan seperti tidak memiliki masalah padahal masalah yang dimilikinya banyak sekali, namun tidak terlihat karena ketenangannya. Kepribadian yang tenang ini dimiliki oleh individu plegmatis yang cinta damai, tidak suka keributan dan huru hara. Menyelesaikan masalah pun demikian, mampu menyudahi persoalan dengan damai.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan individu koleris yang ketika bertemu dengan masalah, raut wajah menunjukan kerumitan persoalannya. Ia akan terlihat kaku dan diam, terkadang dengan bahasa yang tegas dan keras sehingga membuat sekitarnya menjadi takut dan enggan dekat dengannya. Hal seperti ini bila tidak diketahui oleh lawan bicara dapat menimbulkan keributan, permusuhan dan rasa sakit hati.
Pentingnya mengenali cara berkomunikasi dan watak agar kehidupan menjadi tenang dan damai. Tidak berhenti kepada lawan bicara saja, tetapi sebagai makhluk yang bersosialisasi. Penting mengetahui kepribadian sendiri agar tidak menimbulkan masalah bagi orang lain dan diri sendiri.