Konten dari Pengguna

Pemimpin yang Tak Malu Belajar

Sekolah Merdeka Belajar
Membantu sekolah/madrasah melakukan pembelajaran merdeka belajar melalui pelatihan, pendampingan, dan kolaborasi.
28 Mei 2021 6:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sekolah Merdeka Belajar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apa Anda pemimpin yang tak malu belajar?
Ada pemimpin yang menyuruh guru-guru belajar, tapi dia sendiri tidak mau belajar.
ADVERTISEMENT
Ada pemimpin sekolah yang melakukan kesalahan, tapi tidak mau terbuka atas kesalahannya.
Ada pemimpin yang tidak mau belajar, tapi malah minta dilayani.
Ada juga guru-guru yang senang belajar, sehingga Kepala Sekolahnya merasa insecure, ada rasa kekhawatiran dari kepala sekolah.
Bagaimana dengan Pemimpin/Kepala Sekolah sekarang ini di lembaga Bapak/Ibu?
Apakah Kepala Sekolah mau belajar atau malu belajar?
Begitulah percakapan pembuka Obrolan Pemimpin Merdeka Belajar 10 April 2021. Obrolan bersama Narasumber Ibu Najelaa Shihab dan pemandu Bapak Theodore Baswara kali ini, membahas tentang Pemimpin yang Tak Malu Belajar.
Ilustrasi pemimpin yang malu belajar
Dalam obrolan, Pak Theo mengajak peserta berdiskusi tentang pemimpin yang tidak malu belajar. Kalau dulu istilah belajar melekat pada murid. Sekarang guru juga harus belajar. Dari jawaban para peserta obrolan diperoleh berbagai tanggapan. Syukurnya, ada juga pemimpin yang mau belajar, dan menyemangati guru-guru untuk selalu belajar, bahkan mendapatkan dukungan dari pihak yayasan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan kondisi diatas, Pak Theo mengajukan dua pertanyaan kepada narasumber bu Najelaa Shihab yang lebih akrab dipanggil Bu Ela, “Sebenarnya pemimpin itu siapa sih? Dan Apa beda pemimpin sekolah atau madrasah dengan pemimpin yang bergerak pada bidang lainnya?”
Bu Ela menjelaskan bahwa pemimpin sebenarnya adalah penggerak perubahan. Pemimpin adalah orang yang mampu memengaruhi lingkungannya untuk kemudian beradapatasi dan mengambil keputusan-keputusan, melakukan perubahan ke arah kebaikan.
Tantangan sebagai pemimpin sekolah cukup besar. Seringkali, hasil baru bisa dilihat dalam jangka panjang. Sebagai pemimpin sekolah atau madrasah harus mempunyai visi dan kemampuan memprediksi. Prediksi kadang-kadang tidak sesuai dengan tujuan yang dicapai. Sebagai pemimpin harus menyeimbangkan antara langkah-langkah dan tujuan yang akan dicapai.
ADVERTISEMENT
Tantangan lainnya, pemimpin sekolah kebanyakan bergerak dengan generasi yang lebih muda, siswa atau mahasiswa. Sehingga kepentingan untuk menjadi teladan sangat besar. Untuk menjadi teladan, pemimpin harus mempunyai kompetensi yang lebih.
Sekarang ini banyak pemimpin sekolah usianya lebih muda. Hal ini menjadi dilema juga. Sebagai kepala sekolah yang usianya masih muda, banyak hal yang harus dipelajari, harus menjadi contoh, bahkan kadang dianggap superior.
Berdasarkan pengalaman sebagai pemimpin muda selama ini, ada beberapa tips yang dibagikan bu Ela: Pertama, pemimpin harus terus belajar menjadi lebih baik. Teladan yang terbaik dan paling efektif adalah contoh yang terdekat. Orang-orang terdekatlah yang bisa memengaruhi lingkungan. Tidak perlu khawatir harus menjadi pemimpin yang sempurna. Sebagai pemimpin harus realistis. Kedua, pemimpin harus memiliki kemampuan dan kesedian untuk menerima feedback.
ADVERTISEMENT
Ketiga, mengumpulkan tim yang terdiri dari orang-orang yang jauh lebih hebat dari kemampuannya. Mereka mempunyai kelebihan masing-masing. Antara anggota tim saling membantu, untuk terus belajar, saling melengkapi. Pemimpin tidak harus orang yang paling pintar. Pemimpin harus bisa menjadi teladan untuk berani membuat perubahan, mau memperbaiki diri/belajar, harus berani mengambil keputusan, resiko, bereksperimen, berefleksi, berinovasi, mendorong, mayakinkan teman-teman untuk mencapai tujuan bersama.
“Bagaimana jika pemimpin melakukan kesalahan, sebaiknya dibuka atau ditutupi?” tanya Pak Theo.
Menurut Bu Ela, kesalahan tidak boleh ditutupi. Pemimpin yang baik, akan melakukan refleksi untuk bisa menemukan masalah, akar masalah, dan peran pemimpin dalam masalah tersebut. Pemimpin yang gagal, selalu menutupi kesalahan, dan kontribusinya dalam kesalahan tersebut. Mengakui kesalahan itu tidak hanya penting, tetapi juga memengaruhi seberapa lama permasalahan itu dapat ditangani. Dan masalah yang ditutupi akan menjadi masalah yang lebih besar nantinya.
ADVERTISEMENT
Banyak pemimpin berhasil mengatasi masalah di masa normal itu biasa. Tapi ketika mengatasi masalah di masa krisis itu luar biasa. Contohnya krisis di masa pandemi, merupakan krisis yang benar-benar baru. Tidak ada satupun yang pernah mengalami.
Refleksi Sebagai Kunci bagi Keberhasilan Pemimpin
Refleksi adalah kunci keberhasilan pemimpin, jelas Bu Ela. Ada beberapa tips yang harus dilakukan dalam melakukan refleksi. Pertama refleksi harus dibangun dalam sistem. Harus ada sistem, ada SOP, ada dalam Kalender Pendidikan, menjadi tradisi, yang dijaga tidak hanya oleh pemimpinnya, tapi oleh semua anggota sistem. Refleksi merupakan kompetensi yang harus dilatih. Jika sudah menjadi kebiasaan refleksi akan menjadi keahlian.
Kedua butuh kombinasi antara refleksi-refleksi individual dan refleksi kelompok. Refleksi secara individual merupakan dimensi metakognisi, yang harusnya dipelajari dan dibiasakan sejak kecil. Refleksi bisa dilakukan secara tertulis, langsung secara verbal maupun lewat gambar.
ADVERTISEMENT
Ketiga, hasil refleksi tidak hanya sebagai administrasi saja. Hasil refleksi hendaknya disampaikan di publik, tidak hanya disembunyikan oleh kepala sekolah saja. Hasil refleksi dibaca bersama, dimaknai, dan dilanjutkan dengan aksi, sehingga dapat dirasakan manfaatnya. Dengan demikian akan dapat memberikan dampak positif.
“Ketika melakukan perubahan pasti ada tantangannya. Tidak semua orang mau menerima, ada yang diam, resisten, diam bahkan menolak secara vokal. Bagaimana cara menghadapi resistensi seperti ini?” Pak Theo lanjut bertanya.
Melakukan perubahan itu pasti akan ada tantangan. Tidak semua bisa menerima. Pasti ada yang menolak diam, bahkan menolak secara vokal. Kalau semua menerima, maka perubahan itu kurang radikal. Sebagai pemimpin, harus bisa memprediksi apa tantangannya, tanggapan-tanggapan, hambatan-hambatan, dan dampaknya, secara individu maupun organisasi.
ADVERTISEMENT
Seorang pemimpin mempunyai perspektif yang lebih luas dari yang dipimpinnya. Orang yang dipimpin mempunyai perspektif yang hanya satu sisi, sehingga wajar jika kekhawatirannya/ketakutannya lebih tinggi.
Sebagai pemimpin harus bisa menyusun strategi komunikasi dengan cara memverbalkan counter argument. Orang-orang yang protes sesungguhnya mereka mempunyai disonansi-disonansi ketakutan pada masa lalu, sehingga perlu diajak untuk berdiskusi. Orang-orang yang protes sebenarnya berkontribusi dengan caranya untuk menguatkan perjalanan kita. Tidak boleh dibungkam.
Dengan memberikan kesempatan untuk berdebat, kita dapat menghadapi resistensi yang lebih luas lagi. Penolakan-penolakan bisa diceritakan, didiskusikan sehingga dapat membantu pencapaian perubahan. Orang-orang yang berhasil diyakinkan akan membantu meyakinkan orang lain untuk melakukan perubahan.
Penolakan itu logis. Pemimpin harus bisa menyiapkan ada penolakan apa, resistensi apa, sehingga ketika menginisiasi perubahan, dapat menentukan strategi apa yang efektif untuk menggerakkan perubahan.
ADVERTISEMENT
Ada pertanyaan dari peserta, “Guru-guru sudah semangat untuk melakukan perubahan, tetapi pemimpin belum tergerak untuk melakukan perubahan. Strategi apa yang harus dilakukan oleh guru-guru maupun pemimpin?”
Pertama, tanpa jabatan Kepala Sekolah, semua guru penggerak, adalah pemimpin di levelnya masing-masing, minimal dalam jam pelajaran yang diampu. Menggerakkan perubahan dapat dilakukan secara otonomi. Kebiasaan untuk mengambil resiko, melakukan refleksi harus dibiasakan. Pemimpin yang menjadi teladan, yang bisa memengaruhi. Perubahan akan lebih efektif jika dilakukan dari bawah.
Kedua, mendekati dengan empati kepada pemangku kebijakan, tidak hanya menyalahkan. Pemangku jabatan juga menjadi korban ekosistem yang tidak mendukung. Resiko yang mereka hadapi lebih besar lagi. Jika akan melakukan perubahan ke arah lebih baik, maka dilakukan dengan cara yang baik pula. Jangan sampai menggunakan miskonsepsi yang lama. Dengan empati tujuan perubahan akan lebih cepat dicapai.
ADVERTISEMENT
Ketiga, menunjukkan keberpihakan kepada anak. Orang yang berkecimpung di dalam pendidikan pasti mempunyai cita-cita yang mulia. Ingatkan cita-citanya. Ingatkan keberpihakannya kepada anak. Cerita tentang anak, dampaknya pada anak akan lebih efektif. Berpihak pada anak bukan berarti memenuhi kesukaan anak, tapi memenuhi kebutuhan dan kepentingan anak. Mulai dari hal yang kecil-kecil sampai yang level makro. Anak-anak yang dimaksud bukan hanya anak kandung, tetapi juga anak didik dan semua anak secara luas.
Obrolan berlanjut hingga ada pertanyaan yang cukup menggelitik, “Sebagai pemimpin harus bisa berkolaborasi, akan tetapi ada dilema bahwa ada kompetisi untuk mendapatkan murid baru?”
Bu Ela menegaskan, tidak pernah melihat sekolah lain sebagai kompetitor. Tidak semua anak dapat tertampung dalam satu sekolah tertentu. Kalau sekolah lain baik, maka ekosistem pendidikan akan baik juga. Semua anak-anak akan mendapatkan pendidikan yang baik. Untuk mewujudkan pendidikan yang lebih baik, tidak hanya diperlukan kolaborasi antar instansi pendidikan, tetapi juga berkolaborasi dengan pihak-pihak lain, seperti wartawan, dunia usaha, dan lan-lain.
ADVERTISEMENT
Tak terasa obrolan telah berlangsung 90 menit. Obrolan pun ditutup dengan kalimat: Seorang pemimpin sekolah/madrasah hendaknya tidak malu belajar, dan harus terus belajar untuk mewujudkan pendidikan yang lebih baik.
Oleh: Masfia Ulfah