Konten dari Pengguna

UN Dihapus, Sekolah Jadi Bingung

Sekolah Merdeka Belajar
Membantu sekolah/madrasah melakukan pembelajaran merdeka belajar melalui pelatihan, pendampingan, dan kolaborasi.
13 April 2021 10:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sekolah Merdeka Belajar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beberapa waktu yang lalu, Nadiem Makarim umumkan bahwa UN dihapus. Kabar ini menggembirakan, sekaligus membingungkan. Hal ini menggembirakan karena kebijakan yang kurang mengapresiasi keunikan murid itu telah dihapuskan. Namun, hal ini pun membingungkan bagi sebagian pemimpin sekolah. Pemimpin sekolah seakan kehilangan tujuan. Bila bukan mengejar nilai, lalu mengejar apa? Pemimpin sekolah bingung akan diarahkan kemana guru dan murid yang dipimpinnya.
Ilustrasi akibat UN dihapus. Selengkapnya di Instagram @SekolahMerdekaBelajar.
Adanya keresahan akibat UN dihapus ini, mendorong @SekolahMerdekaBelajar mengadakan Obrolan #PemimpinMerdekaBelajar (OPMB), pada 6 Maret 2021 di YouTube. Kali ini mengundang ibu-ibu pembelajar, yang akrab disapa Bu Andri dari Lazuardi Al-Falah Klaten sebagai narasumber dan Bu Pima dari Sekolah Cikal sebagai pemandu obrolan. OPMB kali ini mengangkat judul Bagaimana Asesmen Menghidupkan Visi Sekolah.
ADVERTISEMENT
Kembali ke Visi
Ibu Andri yang sempat memiliki keresahan tersebut pun akhirnya tersadar bahwa tidak perlu merasa kehilangan tujuan, kembalikan saja lagi pada visi sekolah, dimana hal ini nampak pada profil lulusan sekolah.
Membuat Program Asesmen
Untuk mewujudkan profil lulusan yang sekolah cita-citakan. Salah satu langkah awalnya adalah dengan melakukan asesmen diagnostik. Asesmen ini dilakukan bukan untuk melabeli murid atau calon murid. Asesmen ini dilakukan untuk memetakan ada di titik mana warga sekolah berada, sehingga selanjutnya dapat dirumuskan strategi-strategi untuk mewujudkan profil murid yang dicita-citakan.
Bagaimana Bu Andri melakukan asesmen? Bu Andri menjawab, "Saya pakai inkuiri. Jadi betul-betul, saya memakai kekuatan bertanya. Dan saya melihat sebenarnya proses inkuiri itu setara atau selaras dengan visi misi kita."
ADVERTISEMENT
Ia melanjutkan, "Kenapa? Karena saya ingin kalau saya banyak bertanya, guru-guru juga banyak bertanya, dan kemudian anak-anak pun juga akan banyak bertanya."
Terdapat 3 pertanyaan yang biasa Bu Andri tanyakan, "Apa yang kira-kira sudah oke? Apa yang belum oke? Dan kalau belum oke, kira-kira saya bisa bantu apa?"
Ia pun menambahkan bahwa program asesmen ini bukan hanya memetakan kognitif, melainkan juga non kognitif. Bukan hanya dilakukan pada murid, melainkan juga pada guru. Dengan memetakan murid dan guru, maka pemimpin dapat menemukan bila ada gap di antara keduanya. Lalu pemimpin dapat membantu pengembangan guru, agar guru dapat memenuhi kebutuhan murid.
Dinamika Melaksanakan Asesmen
Ketika menyimak obrolan, para peserta membayangkan penerapannya di sekolah masing-masing. Tentunya juga membayangkan tantangan-tantangan yang mungkin dihadapi. Para peserta nampak begitu penasaran dengan mengajukan banyak pertanyaan. Salah satu pertanyaannya adalah "Apakah rekan pemimpin atau guru lain langsung setuju, ketika diajak untuk melakukan asesmen tersebut? Bila tidak, apa yang ibu lakukan?"
ADVERTISEMENT
Bu Andri menyatakan bahwa belum tentu guru itu menolak, ada kemungkinan bahwa guru itu ragu-ragu. Guru butuh dukungan, bantuan, dan keyakinan bahwa ia mampu melakukannya. Guru butuh rasa aman bahwa dirinya tidak akan ditinggal, sehingga pemimpin mesti siap membantu ketika guru butuh bantuan. Ketika itulah pemimpin perlu menyiapkan dengan berbagai hal dan membantu dengan berbagai cara, agar guru menjadi mampu melakukannya.
Begitulah cara Bu Andri menjawab kebingungannya atas kebijakan Nadiem Makarim menghapus UN. Bagaimana cara Bapak/Ibu mengatasi kebingungan serupa? Apa Bapak/Ibu terinspirasi melakukan asesmen yang selaras dengan visi sekolah?
Oleh: Umi Kalsum