Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Bali Gelap: Saat Etalase Indonesia Tersandung Listrik
4 Mei 2025 14:46 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Merza Gamal (Pensiunan Gaul Banyak Acara) tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Deja Vu Iberia di Tengah Tropisnya Bali
Malam itu, suasana Bali berubah. Bukan karena suara ombak atau lampu remang-remang khas suasana romantis. Tapi karena pulau yang biasanya gemerlap itu mendadak gulita. Listrik padam total. Bandara Ngurah Rai terganggu, restoran dan hotel limbung, dan keluhan wisatawan membludak di media sosial.
ADVERTISEMENT
Banyak yang mengaitkannya dengan peristiwa besar sebelumnya—blackout total yang melanda Spanyol dan Portugal. Di Semenanjung Iberia itu, pemadaman tak hanya menyebabkan gelap, tapi juga lumpuhnya transportasi, jaringan komunikasi, dan layanan publik. Kini, ironi yang sama menghampiri Bali—ikon pariwisata Indonesia.
Satu Pembangkit, Satu Pulau Tersungkur
Penyebab kegelapan ini bersumber dari gangguan pada PLTU Celukan Bawang, pembangkit utama listrik di Bali bagian utara. Ketika satu titik ini bermasalah, efeknya menjalar ke seluruh sistem. Ini menyiratkan bahwa ketergantungan kita terlalu besar pada satu sumber energi, tanpa sistem cadangan (redundansi) yang cukup kuat.
Masyarakat lokal mungkin sudah biasa dengan padam bergilir, tapi bagi wisatawan asing yang terbiasa dengan infrastruktur stabil, ini adalah mimpi buruk. Beberapa bahkan mengunggah komentar pedas seperti:
ADVERTISEMENT
Dampak Sistemik: Dari Pariwisata hingga Citra Bangsa
Bali bukan sekadar destinasi. Ia adalah wajah Indonesia di mata dunia. Dengan jutaan turis yang datang tiap tahun, listrik seharusnya menjadi kebutuhan dasar yang tak boleh gagal. Bayangkan: satu malam padam bisa memicu kerugian ekonomi, keluhan turis, dan pukulan terhadap citra nasional.
Lebih dari sekadar gelap, ini memperlihatkan rapuhnya infrastruktur dasar kita dalam menopang ambisi besar—menjadikan pariwisata sebagai sektor unggulan perekonomian nasional pasca-era komoditas.
Belajar dari Spanyol dan Portugal
Pasca-blackout, Spanyol dan Portugal tidak tinggal diam. Mereka bergegas memperkuat sistem energi mereka melalui:
ADVERTISEMENT
Langkah-langkah ini memperlihatkan bahwa infrastruktur energi harus dibangun bukan hanya untuk efisiensi, tapi juga untuk resiliensi—kemampuan bertahan dalam gangguan.
Di Mana Indonesia Berdiri?
Sayangnya, peristiwa di Bali menunjukkan bahwa Indonesia masih tertinggal dalam hal ini. PLTU Celukan Bawang, yang menyuplai sekitar 40% kebutuhan listrik Bali, seolah menjadi titik rapuh yang bisa menjatuhkan segalanya.
Pertanyaannya:
Mengapa pulau strategis seperti Bali tak punya sistem kelistrikan berlapis? Mengapa krisis semacam ini masih terjadi ketika kita bicara tentang “destinasi kelas dunia”?
Energi, Simbol Kedaulatan dan Profesionalisme
Dalam dunia global, cara sebuah negara menangani krisis menjadi sorotan. Pemadaman listrik bukan sekadar soal teknis, tetapi juga cermin profesionalisme, kesiapan teknologi, dan ketegasan manajemen infrastruktur.
ADVERTISEMENT
Kita boleh bangga dengan pantai indah, hotel megah, dan budaya yang memesona. Tapi bila listrik saja masih padam karena satu PLTU terganggu, maka dunia pun berhak bertanya: “Sudahkah Indonesia benar-benar siap menyambut dunia?”
Saatnya Refleksi dan Revisi Strategi Energi
Bali telah memberi peringatan. Jika titik-titik vital di Indonesia tak diperkuat dengan cadangan sistem yang andal, maka satu gangguan bisa merobohkan bangunan besar reputasi yang dibangun bertahun-tahun.
Inilah saatnya pemerintah, PLN, dan seluruh pemangku kebijakan energi:
Penutup: Belajar dari Gelap
ADVERTISEMENT
Kegelapan seringkali menjadi guru terbaik. Seperti kata pepatah:
Bali yang gelap bukan sekadar insiden. Ia adalah pelajaran, peringatan, dan panggilan untuk berubah.
Bagaimana menurut Anda?
Penulis: Merza Gamal (Pemerhati Sosial Ekonomi)