Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
Barbie The Movie : Kampanye Kesetaraan Gender melalui Film
1 September 2024 19:00 WIB
·
waktu baca 7 menitDiperbarui 11 Februari 2025 9:40 WIB
Tulisan dari Meteorindah Subnafeu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Kesetaraan gender merupakan suatu keadaan ekualitas dimana pria dan wanita mendapatkan hak kemanusiaan yang sama seperti politik, ekonomi, pendidikan, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesetaraan dalam menikmati hasil pembangunan. Menurut Pidato Emma Watson dalam Sidang PBB, Masalah utama yang sedang digaungkan oleh penggiat kesetaraan Gender meliputi keadilan gender, yakni keadaan adil bagi pihak laki-laki maupun perempuan . Dewasa ini, persoalan kesetaraan gender bukanlah sebuah hal sepele yang bisa diniarkan saja oleh masyarakat global.
ADVERTISEMENT
Isu ini menjadi penting karena Kesetaraan gender merupakan salah satu bagian dari tujuan pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan oleh PBB untuk dicapai pada tahun 2030 (SDGs 2030). Artinya Kesetaraan gender harus menjadi concern meskipun dalam pengaplikasiannya masih perlu perjuangan yang kolektyif yang kuat. Dalam poin ke-5 dari SDGs menjelaskan bahwa, kemajuan dalam kesetaraan gender sangat penting untuk semua bidang dalam masyarakat yang sehat, dimulai dari mengurangi kemiskinan, kemudian bisa mengkampanyekan bidang kesehatan, pendidikan, perlindungan, dan kesejahteraan anak perempuan dan laki-laki .
Penyelesaian dari isu yang kompleks ini masih terus diperjuangkan oleh kaum feminis yang dilakukan dengan ragam cara mulai dari demonstrasi, pembentukan lembaga swadaya masyarakat, bahkan meanfaatkan media massa untuk menyebarkan nilai-nilai kesetaraan. Salah satu media massa praktis yang bisa digunakan untuk menyampaikan pesan ke seluruh penjuru dunia adalah film.
ADVERTISEMENT
Menurut Kotler dalam Jurnal Ilmu komunikasi, Film pada awal penemuannya dilihat sebagai gambar bergerak, sebagai hiburan dan tontonan masyarakat penikmat karya seni. Saat ini film sudah bukan saja menjadi media hiburan, namun memiliki fungsi lain seperti media pembelajaran. Media pembelajaran yang dimaksudkan adalah media kampanye sosial, dan juga disebutkan bahwa hal ini telah dilakukan sejak abad 17an. So, fungsi film bukan saja sebagai media hiburan bagi kita yang menonton, namun juga dapat digunakan sebagai media edukasi dan kampanye bagi isu-isu sosial.
Jika sebuah film digunakan untuk kampanye isu sosial, bagian yang akan membantu menjadi power untuk mempengaruhi dan menyebarkan edukasinya adalah brand. Brand mempengaruhi bagaimana film menyampaikan pesan melalui popularitasnya yang kemudian membantu menjangkau dan menyebarkan nilai-nilai yang dituju pada Masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks isu kesetaraan gender, salah satu brand yang ikut andil dalam kampanye sosial lewat film yang diproduksinya adalah Mattel. Barbie merupakan produk dari brand Mattel yang terkenal sejak tahun 1959. Barbie juga memiliki kehadiran yang luas di berbagai industri seperti mainan, media, dan hiburan.
Keberhasilan film dari brand ini merupakan berkat strategi pemasaran yang baik, seperti melibatkan penonton, berkolaborasi dengan merek-merek besar, dan menekankan citra ikonik Barbie Sebagai budaya populer . Sehingga dapat dilihat bahwa merek ini memiliki power besar sebagai media kampanye isu kesetaraan gender.
Barbie The Movie merupakan film dari Brand Mattel yang dirilis pada Juli 2023, sangat berbeda dengan seri-seri sebelumnya yang hanya merupakan animasi. Kali ini, film barbie diperankan langsung oleh Margot Robbie (Barbie) dan Ryan Gosling (Ken) dan merupakan film live action pertama dari brand ini. Dalam film ini, karakter utama seperti Barbie dan Ken membawa pesan tentang feminisme dan kesetaraan gender.
ADVERTISEMENT
Feminisme adalah paham yang menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik, ekonomi, dan kehidupan sosial pada umumnya. Feminisme bertujuan untuk mencapai kesetaraan gender dan memperjuangkan hak-hak perempuan.
Dengan kata lain, feminisme adalah kelompok yang memperjuangkan isu kesetaraan gender, yakni menginginkan kehidupan setara tanpa mempersoalkan gender yang dimiliki individu atau kelompok. Sehingga film ini menjadi bentuk perjuangan feminisme dalam mengurangi isu kesetaraan gender . Sederhananya feminisme adalah gerakan yang mencari kesetaraan tanpa harus memandang perbedaan gender.
Dalam film ini, karakter Barbie tidak hanya mewakili gambaran perempuan ideal dalam budaya, tetapi juga menjadi contoh perempuan yang mandiri dan mampu mengisi berbagai profesi. Barbie juga menunjukkan bahwa perempuan dapat memiliki peran yang setara dengan laki-laki dalam Barbieland. Sebagai contoh, Barbie dapat menjadi astronot, jurnalis, hakim, insinyur, dan bahkan presiden. Film ini menempatkan wanita sebagai agen perubahan dan menggambarkan kerjasama dan saling dukung antara perempuan dan laki-laki untuk menciptakan perubahan yang positif.
ADVERTISEMENT
Karakter berikutnya adalah Gloria, seorang ibu dalam real world yang mengeluhkan tentang bagaimana sulitnya menjadi wanita. Karakter ini mewakili kaum wanita yang sering terjebak dalam dunia patriarki, bagaimana ekspetasi-ekspetasi sosial adalah makanan sehari-hari. Film ini mengambarkan bagaimana kontrasnya Women Support Women yang ada dalam dunia Barbie dan dunia nyata. Hal ini merupakan bentuk satir dari kenyataan bahwa proses saling mendukung antar perempuan bahkan dilihat sebagai angan dalam dunia barbie, dan hal inilah yang ditunjukan sebagai bentuk ideal yang diharapkan.
Kondisi ideal tersebut sulit terjadi di masyarakat sekarang ini, tergambar dari kondisi real world yang menunjukan perempuan yang begitu banyak di objektifikasi, mulai dari penggunaan pakaian bahkan mainan yang akan dimainkan. Semuanya harus sesuai dengan standar sosial yang dikonstruksi oleh masyarakat. Sehingga film menjadi bagian refleksi bagi para penonton tentang apa yang sedang terjadi dalam dunia saat ini.
ADVERTISEMENT
Next, Karakter Ken yang ingin menyebarkan ideologi patriarki di Barbie Land agar ia bisa mendapatkan kedudukan yang tinggi dan mengambil alih Barbie Land. Ken mencoba untuk mendapatkan kekuasaan yang setara dengan Barbie, yang selama ini mendapatkan perlakuan tidak adil. Hal ini sebagai bentuk perlawanan Ken atas apa yang sebelumnya tidak didapatkan di dunia barbie. film ini juga diakhiri menunjukkan bahwa pada akhirnya mereka hendak membangun dunia barbie yang setara dan memberi ruang pada pria dan wanita.
Hal yang dilakukan Ken menunjukkan, bahwa untuk mencapai kesetaraan perempuan dan laki-laki cenderung melukai ego dan perasaan masing-masing yang padahal sebenarnya bisa tercapai tanpa perlu saling menyakiti. Sehingga perlu adanya kesadaran dari kedua belah pihak untuk bekerja sama.
ADVERTISEMENT
Reaksi Publik terhadap film ini
Berbagai reaksi publik muncul di media sosial dan mengomentari Film ini seperti di twitter dan tiktok. Seorang pengguna twitter dengan username @yerialt, ialah wanita yang menangis di samping ulasannya, dan menyebut film ini sebagai "mahakarya sinematik dan emosional, Saya tertawa, saya menangis, saya merasakan ketakutan eksistensial, dan yang paling penting saya merasakan begitu banyak cinta dan kebahagiaan, film ini sangat sempurna, 10/10.” Reaksi positif yang ada, menjelaskan bahwa film ini sangat terasa secara emosional dan nilai moral karya ini tersampaikan dengan baik.
Di sisi lain, Film ini juga menuai kritikan bahkan hujatan dari beberapa pihak dan dianggap sebagai sampah. Salah satunya dilakukan oleh seorang Youtuber bernama Ben Shapiro, ia membuat video berdurasi 43 menit berisi ujaran kebencian dan memberi label sebagai karya yang tidak bermutu dan seperti sampah yang terbakar. Namun justru dari reaksi negatif tersebut, dapat terlihat realitas bahwa isu kesetaraan gender memang benar adanya, karena gerakan feminis yang ditentang oleh pria tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dua negara di Asia Tenggara, seperti Filipina dan Vietnam, telah melarang distribusi film Barbie karena menampilkan peta yang mencakup "sembilan garis putus-putus" yang berkaitan dengan sengketa Laut China Selatan. Hal Ini bukan kali pertama penyensoran semacam ini terjadi di wilayah tersebut karena beberapa film lainnya juga tidak ditayangkan akan alasan hal yang sama (de Guzman, 2023, p. 1).
So the conlucion is?
Barbie The Movie dapat disebut sebagai agen kamapanye isu kesetaraan gender global karena memuat berbagai pesan moral dari perempuan-perempuan yang dipinggirkan dan tidak mendapat haknya secara setara. Film ini juga dibantu oleh kekuatan brand Barbie yang cukup terkenal sehingga menimbulkan berbagai reaksi entah dalam skala individu atau bahkan skala negara. Sehingga poinnya bukan tentang barbie, ken, atau pun gloria, namun tentang begaimana kesetaraan gender perlu diusahakan untuk menuju pembangunan berlelankutan 2030 yang bahkan bisa memutuskan angka kemiskinan. So what do you think guys? is that will possible?
ADVERTISEMENT
Sources and Reference
Syarifudin, A. (2023). Dualisme realitas : Feminisme barbie the movie. Jurnal Ilmu Sosial Dan
Humaniora, https://e-journal.fisipol-undar.ac.id/index.php/panoptikon/issue/view/5.
Ambarita, R. S. (2020). Pesan Kesetaraan Gender Dalam Pidato Emma Watson di PBB Tahun 2014.
Jurnal Interaksi : Jurnal Ilmu Komunikasi, 4(1), 1–11.
https://doi.org/10.30596/interaksi.v4i1.3698
De Guzman, C. (2023, July 4). Barbie is just the latest Hollywood film to get caught in the crossfire of
Asian geopolitics. Time. https://time.com/6292066/barbie-ban-nine-dash-line-china/
Havrylenko, V. (2023). The art of marketing: How the barbie movie became a brand and cultural event.
World Scientific Reports, https://ojs.scipub.de/index.php/WSR/issue/view/52.
Muhammad Fadhlurrohman Zain, & Agatha H. Nurmariati. (2023). Pengaruh Film Dokumenter Pulau
Plastik terhadap Persepsi Penonton. Bandung Conference Series: Journalism, 3(3), 336–345.
ADVERTISEMENT
https://doi.org/10.29313/bcsj.v3i3.9645
Rokhmansyah, A. (2016). Pengantar Gender dan Feminisme: Pemahaman Awal Kritik Sastra
Feminisme. Garudhawaca.
Suryani, I. (2014). PERAN MEDIA FILM SEBAGAI MEDIA KAMPANYE LINGKUNGAN HIDUP
Studi Kasus Pada Film Animasi 3D India “Delhi Safari.” Jurnal Ilmu Komunikasi Avant Garde.