Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
AHY yang saya tau, tak pernah mencibir, apalagi membully
19 Januari 2018 16:15 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
Tulisan dari Meuthia Keumala tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di akhir tahun lalu, di bulan November 2017, terpampang beberapa pamflet yang mengabarkan tentang rencana Kuliah Umum yang mengundang Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ke Kampus Universitas Malikussaleh, Reuleuet, Kabupaten Aceh Utara, Aceh. Banyak mahasiswa yang membicarakan agenda itu. Utamanya para mahasiswi. Akupun tertarik dengan agenda kuliah umum. Beberapa hari kemudian, memberanikan diri ikut mendaftar bareng beberapa sahabat.
ADVERTISEMENT
Pulangnya, sesampai di rumah, masih penasaran dengan sosok AHY. Mulai browsing deh. Banyak sekali pemberitaan tentangnya, yang sebagian besar terkait dengan Pilkada Jakarta. Kalo kita runut pemberitaan itu, kemunculan AHY di dunia politik praktis, memberi nuansa baru bagi demokrasi di Indonesia.
Sebagian menyayangkan dirinya pensiun dini dari dinas militer. Argumennya pada kelompok ini, AHY punya masa depan gemilang dan cerah kalo terus berkarier di milter.
Yang sebagian lainnya memberi apresiasi dengan langkahnya. Argumen pada kelompok ini sangat beragam. Tapi yang menguat adalah, kita tidak bisa memaksakan kemauan seseorang untuk berkarier di mana saja, yang bahkan bisa jadi lebih baik jika berkarier di militer, ke depannya. Argumen lain yang mendukung langkah AHY pensiun dini dari dinas militer adalah, tidak hanya dalam dunia militer bagi siapapun untuk melaksanakan pengabdian bagi bangsa dan negaranya.
ADVERTISEMENT
Saya tidak mau masuk dan membahas argumen dua kelompok tadi. Bagi saya, hak setiap individu untuk mengambil sikap atas masa depannya. Tak ada hak orang lain mencampurinya. Saya hanya ingin tau lebih jauh sosok seorang AHY, yang banyak dipuja kaum hawa.
Di awal proses Pilkada, AHY yang berpasangan dengan Sylviana Murni keliatan sekali mendominasi. Survei menunjukkan trend elektabilitas pasangan Agus-Sylvi yang terus naik.
Yang menarik, dari hasil browsing, tak terlihat ucapannya yang menghujat kandidat lain, yang notabene adalah lawannya. Juga tak terjejak sedikitpun ucapan yang keluar dari mulutnya, ucapan menyindir, mencibir, atau bahkan melakukan bullying kepada lawan-lawannya.
Yang keluar dari mulut seorang AHY, tak jauh dari program, visi dan misinya yang dia usung bersama Sylviana Murni untuk membangun Jakarta ke depan. Gak percaya? Coba kalian browsing deh.
ADVERTISEMENT
Bagi saya ini fenomena menarik. Karena seorang pemimpin, sejatinya adalah menyatukan. Bukan malah memancing keributan yang bisa membuat gaduh suasana yang sebelumnya relatif kondusif.
Nah, pertanyaannya kemudian, kenapa pasangan Agus-Sylvi kerap dibully? Saya yang awam politik yakin (semoga tidak keliru) bahwa penyebabnya adalah, itu tadi, trend popularitas dan elektabilitas AHY yang terus menanjak. Dan ini tak bisa dipungkiri akan berpotensi menjadi ancaman bagi lawan-lawannya.
Banyak kok jejak digital yang mengurai hal di atas. Bahkan sampai-sampai penguasa negeri ikut campur untuk mendelegitimasi Agus-Sylvi yang dianggap berpotensi menjadi pihak yang bisa mengganggu kursi empuknya.
Pertanyaan pentingnya adalah, apa yang kalian harapkan dari seorang AHY dalam merespon aktivitas yang diyakini mampu memadamkan langkahnya? Anda berharap AHY akan membalas? Jangan harap. AHY tetap mengumbar pernyataan positif, teduh dan menenangkan.
ADVERTISEMENT
Dan apa yang diraihnya kini? Publik menganggap dia sosok kesatria bermental juara, walau kalah dalam Pilkada Jakarta. Itu point terpenting dari perjuangan seorang kesatria.
Dan itulah makanya kenapa daku merasa penting untuk hadir dalam kuliah umum tersebut...