Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Konten Bersama Satwa: Eksploitasi Berkedok Hiburan
17 Mei 2023 16:51 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Meyrizza Firmanin Ayu Widodo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Media sosial menjadi salah satu kebutuhan penting dalam kehidupan manusia di era digitalisasi seperti sekarang. Media sosial kerap dijadikan sebagai media untuk berinteraksi, berkomunikasi, personal branding hingga media hiburan bagi masyarakat melalui sebuah konten.
ADVERTISEMENT
Jenis konten yang disajikan di sosial media pun beragam, salah satunya konten bersama satwa. Akan tetapi, apa jadinya bila konten bersama satwa justru bukan menjadi sesuatu yang menarik dan menghibur melainkan menjadi suatu kondisi di tahap menyedihkan dan memprihatinkan.
Berdasarkan data dari Asia For Animal Coalition, Indonesia dinobatkan menjadi juara dunia dalam kategori "konten penyiksaan hewan" terbanyak dengan 1.626 dari 5.480 konten penyiksaan hewan di dunia yang tersebar di media sosial berlokasi di Indonesia serta 1.569 diantaranya diunggah dari Indonesia.
Hal ini menjadi suatu hal yang tidak membanggakan mengingat Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekhasan fauna yang cukup banyak dan beragam. Keadaan ini semakin diperunyam dengan tersebarnya rekaman konten yang dilakukan oleh seorang influencer berinisial LL yang menunggangi lumba-lumba di Dolphin Lodge secara ilegal sehingga menuai komentar panas di sosial medianya.
ADVERTISEMENT
Selain influencer LL yang dikecam dengan komentar pedas akibat menunggangi lumba-lumba secara ilegal, terdapat influencer lain seperti AA yang membuat konten dengan satwa liar peliharaanya. Seperti yang diketahui bahwa influencer AA ini memelihara beberapa jenis satwa liar. Alasannya memelihara satwa liar di rumah yaitu disebabkan deforestasi hutan dan keadaan hutan Indonesia yang tidak baik-baik saja. Sehingga, memelihara satwa liar secara mandiri menurutnya menjadi pilihan yang tepat untuk menyelamatkan satwa-satwa liar tersebut.
Dua kasus tersebut membuktikan bahwa kesejahteraan hewan di Indonesia masih sering disepelekan. Disertai pemahaman masyarakat mengenai asas kesejahteraan hewan yang menjadi dasar interaksi manusia dengan satwa pun masih sangat kurang dipahami dan dipraktikkan.
Asas/Prinsip Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare)
Apabila dikaji lebih lanjut, memang AA memenuhi kriteria pemeliharaan satwa-satwa liar di rumahnya namun tindakan AA tidak dapat dibenarkan. Merawat satwa-satwa di rumahnya yang bukan merupakan habitat asli satwa-satwa liar tersebut dikhawatirkan dapat membuat mereka tidak mampu mengekspresikan perilaku normal dan alamiahnya. Sehingga menyebabkan hilangnya perilaku alamiah mereka.
ADVERTISEMENT
Begitupun dengan influencer LL. Perilakunya menunggangi lumba-lumba juga dapat dikategorikan kedalam perilaku melanggar asas kesejahteraan hewan karena perilakunya tersebut dapat menyebabkan lumba-lumba tersebut merasa kesakitan, tidak nyaman, merasa tertekan atau bahkan merasa ketakutan.
Terdapat lima asas atau prinsip kesejahteraan hewan yang perlu diperhatikan masyarakat dalam memelihara maupun memberi perlakuan kepada hewan sesuai dengan Pasal 83 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 95/2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan.
Asas tersebut antara lain: (1) Hewan bebas dari rasa lapar, haus, dan kekurangan nutrisi; (2) Hewan bebas dari rasa sakit dan tak nyaman; (3) Hewan bebas dari rasa takut dan tertekan; (4) Hewan bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit; (5) Hewan bebas mengekspresikan pola perilaku normal atau alamiahnya. Kelima asas kesejahteraan hewan ini perlu diperhatikan dengan benar apabila individu ingin berinteraksi dengan satwa.
ADVERTISEMENT
Egoisme Manusia dalam Membuat Konten Bersama Satwa
Pada masa lampau, beberapa satwa liar dijadikan sebagai satwa peliharaan dan dieksploitasi beberapa bagian tubuhnya untuk kemudian dijual atau dijadikan hiasan rumah. Pada masa sekarang, satwa-satwa liar tersebut bukan hanya dijadikan peliharaan, dieksploitasi, ataupun dijual saja. Melainkan juga dijadikan konten hiburan demi mendapatkan keuntungan pribadi dari adsense/iklan konten dan meraih popularitas dengan dikurung dibalik tembok rumah para manusia.
Satwa-satwa liar seharusnya bebas untuk tinggal, berburu, berkembang biak, serta berekspresi seperti bagaimana mestinya satwa tersebut bertingkah laku. Kasus ini bukan hanya menghilangkan sifat atau tingkah laku alamiahnya saja namun juga akan menyebabkan mereka terpisah dari kelompok, populasi, hingga merusak ekosistem dimana mereka memiliki peran yang besar disana.
ADVERTISEMENT
Dampak dari tren pemeliharaan satwa-satwa liar yang dijadikan konten oleh para influencer dapat mendorong masyarakat lain untuk melakukan hal serupa. Hal ini tentu menyebabkan angka permintaan atas satwa-satwa liar tersebut semakin tinggi. Tingginya permintaan ini menyebabkan satwa-satwa liar tersebut diburu kemudian dijual. Tentu hal ini secara tidak langsung juga dapat menyebabkan kasus perburuan liar dan eksploitasi semakin tinggi pula.
Hukum Perundang-undangan yang Mengatur Pemeliharaan Satwa Liar
Dalam Pasal 20 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, telah dijelaskan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, menyimpan, atau meniagakan satwa-satwa liar yang dilindungi. Selain peraturan tersebut, masih banyak peraturan lain yang telah dibuat untuk mengatur dan mencegah kasus ini dapat terjadi.
ADVERTISEMENT
Pada kenyatanya, kasus-kasus seperti ini masih banyak terjadi di Indonesia dengan segenap peraturan yang mengikat. Melalui kasus ini dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya kasus semacam ini bukan hanya disebabkan oleh ketidakpahaman masyarakat. Namun juga kurang tegasnya pemerintah kita dalam menegakkan peraturan yang telah ditetapkan. Kasus-kasus ini pun menjadi bukti bahwa hukum dalam pemerintahan negara ini, khususnya terkait kesejahteraan hewan dan perlindungan satwa liar masih lemah.
Menyelamatkan dan melestarikan satwa-satwa yang ada di Indonesia merupakan perbuatan baik yang harus senantiasa ditegakkan. Akan tetapi, masyarakat memiliki porsinya masing-masing untuk melakukan hal tersebut. Biarkan satwa-satwa tetap hidup bebas sesuai dengan habitat dan tingkah laku alamiahnya, karena menjaga bukan berarti memelihara apalagi memiliki dan menjadikan mereka sebagai konten.
ADVERTISEMENT