Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Menggapai Solusi Pangan di Negara Agraris, Sanggupkah?
30 Oktober 2024 10:38 WIB
·
waktu baca 10 menitTulisan dari Maya sastra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah video pendek di media sosial, menceritakan tentang seorang ojek online (Ojol) yang wafat dalam kondisi kelaparan ketika mengantri di sebuah kedai dalam hal memenuhi pesanan salah satu konsumennya. Miris memang, hal ini terjadi ditengah semboyan andalan bangsa kita yaitu “Gema Ripah Loh Jinawi”. Menjadi perhatian dan kepedulian kita dalam menemukan solusi bagi permasalahan serupa yang bisa saja muncul dalam kurun waktu tertentu. Indonesia sejak zaman dahulu terkenal dengan sebutan negara Agraris yang merupakan sebuah penghargaan tertinggi kepada para petani nusantara yang mampu memberdayakan lahan, keterampilan, dan keilmuan yang dimiliki demi memenuhi kecukupan pangan Indonesia. Sudah tidak bisa dipungkiri lagi bahwa keanekaragaman hayati Indonesia merupakan anugerah terbesar yang
dimiliki. Sumber pangan yang dimiliki oleh Indonesia berupa 72 varietas sumber karbohidrat, 100 varietas kacang-kacangan, dan 450 varietas buah-buahan (Materi Sjamsul Hadi, Direktur Ketahanan Pangan). Potensi Indonesia yang kaya akan luasan tanaman pangan, keberagaman suku, dan budaya menjadi faktor pendukung keberhasilan Swasembada beras. Keragaman jenis pangan juga tidak perlu diherankan. Wilayah Indonesia yang begitu luas ini banyak sekali menjadi lahan potensi tempat tumbuhnya aneka jenis pangan lokal yang begitu unik dan familiar di konsumsi oleh mayarakat lokal tentunya.
ADVERTISEMENT
Kebiasaan konsumsi sehari-hari jika diberlakukan secara luas maka akan memunculkan dominansi jumlah bahan pangan dan dominansi luasan tanam, untuk bahan-bahan pangan yang dapat dibudidayakan di Indonesia. Mengapa menjadi penting memperhatikan asupan pangan yang dikonsumsi? Sebab permasalahan terkait ketahanan pangan seperti kondisi degradasi lahan, perubahan iklim, serta berkurangnya ekosistem yang terus terjadi setiap tahunnya tentunya akan menjadi hal yang mempengaruhi kondisi pangan di masa depan.
Berbicara terkait pangan, menurut Undang-undang nomor 18 Tahun 2012 mendefiniskan tentang pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi setiap rakyat Indonesia. Secara sederhana, Pangan senantiasa tersedia secara cukup, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pangan juga terdiri atas berbagai jenis, diantaranya ada yang disebut dengan pangan pokok adalah pangan yang diperuntukkan sebagai makanan utama sehari-hari sesuai dengan potensi sumber daya dan kearifan lokal, dan pangan lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal. Penganekaragaman Pangan adalah upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi Pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal.
Permasalahan Pangan di Indonesia
Indonesia Emas 2045 merupakan manifestasi visi bernegara Indonesia yaitu merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kerangka Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional berisi tentang Visi Indonesia dalam periode 2025-2045 tentang Indonesia Emas yang menjadi nawacita Indonesia. Didalamnya berisi bentuk perwujudan Visi Indonesia Emas di Tahun 2045 sebagai harapan yang ingin digapai pada 100 (seratus) tahun kemerdekaannya. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dilaksanakan melalui 8 (delapan) Misi Pembangunan, 17 (tujuh belas) Arah Pembangunan, dengan 45 (empat puluh lima) indikator utama Pembangunan. Di dalam delapan Misi yang dituangkan pada RPJPN 2025-2045, disebutkan poin “Ketahanan Sosial Budaya dan Ekologi”. Poin ini tentunya menjadi latar belakang atas isu permasalahan terkait kerawanan pangan yang tentunya akan diprediksi akan muncul dalam rentang waktu 2025-2045. Bagaimana bentuk ketahanan pangan yang seharusnya dilakukan guna mengantisipasi permasalahan yang ada.
Berbicara tentang membentuk ketahanan pangan guna mencukupi kebutuhan, tentu banyak permasalahan yang muncul didalamnya. Permasalahan ketahanan pangan yang diperkirakan akan terjadi diantaranya adalah kondisi rawan pangan yang diakibatkan degradasi lahan, permintaan pangan yang berbanding lurus dengan jumlah populasi artinya bahwa pertambahan penduduk akan mempengaruhi penambahan jumlah pangan yang dikonsumsi. Kondisi perubahan iklim secara tidak langsung menyebabkan potensi kerugian yang signifikan. Kondisi ini mulai dirasakan dalam kurun beberapa tahun ini dan memiliki dampak yang luar biasa pada tingkat produktifitas pangan yang dihasilkan. Kondisi cuaca yang saat ini dirasakan sudah sangat luar biasa panas dan kekeringan mulai ditemui dalam beberapa bulan ini di Wilayah Indonesia. Istilah Prevalensi of Undernourishment dimunculkan dalam rangka mengetahui kondisi pangan yang terjadi di Provinsi yang terdapat di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik, prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan atau Prevalence Of Undernourishment (PoU) adalah persentase dari perkiraan proporsi kelompok penduduk tertentu, dimana asupan energi harian dari makanan tidak mencukupi untuk memenuhi tingkat energi yang dibutuhkan agar kehidupan berjalan normal, aktif, dan sehat. Semakin tinggi PoU maka akan semakin banyak individu atau masyarakat yang mengalami ketidakcukupan konsumsi pangan (FAO, IFAD, et al., 2023 dalam Nisa dan Triani, 2024). Permasalahan pangan kedepan tentunya akan menjadi sebuah kendala dan tantangan yang harus ditemukan Solusi nyata sehingga mampu mewujudkankan Indonesia sesuai dengan visi yang ditanamkan. Di tahun 2023, Provinsi Nusa Tenggara Barat, nilai PoU menjadi provinsi dengan nilai terendah yaitu 2,17% sedangkan Provinsi Papua menjadi nilai tertinggi yaitu 35,63% (Martino, 2024). Semakin rendah persentase PoU di suatu wilayah maka semakin banyak individu yang sejatinya sudah tercukupi konsumsi akan pangannya.
ADVERTISEMENT
Solusi Cerdas Ketahanan Pangan
Secara sederhana, pangan di artikan sebagai segala sesuatu yang dikonsumsi dalam pemenuhan gizi utama seperti karbohidrat dan protein. Namun, dengan berjalannya waktu dan pengetahuan terkait pangan, ternyata lemak juga menjadi bagian zat gizi penting yang dibutuhkan oleh tubuh. manusia untuk memenuhi gizi utama, yaitu karbohidrat dan protein. Dengan berjalannya waktu dan adanya penemuan-penemuan di bidang kesehatan manusia terkait dengan bahan pangan, maka terbukti bahwa lemak juga merupakan zat gizi yang sangat penting karena merupakan komponen dari semua jenis hormon di dalam tubuh manusia. Lemak juga penting sebagai cadangan energi. Dengan demikian tanaman pangan adalah kelompok tanaman sumber karbohidrat, protein, dan lemak untuk konsumsi manusia.
Dalam konsep sederhana, pembagian tanaman pangan dibagi menjadi padi dan palawija. Dua sektor ini memegang peran penting terkait pangan dikarenakan menjadi dominan dikonsumsi hampir 90% penduduk Indonesia. Tanaman padi cenderung menjadi tanaman pangan utama atau premier dan palawija menjadi tanaman tambahan atau sekunder. Dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan, menyinggung tentang kedudukan sumber pangan lainnya seperti contoh palawija yang dapat dijadikan sebagai sumber pangan utama.
ADVERTISEMENT
Pada bahan pangan dari produksi pertanian, di dalam UU No. 18 Tahun 2012 tersebut ditentukan berbagai aspek terkait dengan pangan, yaitu tentang kedaulatan pangan, kemandirian pangan, ketahanan pangan, dan keamanan pangan. Jika swasembada pangan dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhan gizi berimbang, swasembada pangan tidak lain adalah pemenuhan kebutuhan karbohidrat, protein, dan lemak bagi seluruh rakyat Indonesia yang harus dipenuhi oleh tanaman tanaman budi daya di Indonesia sendiri. Solusi yang bisa dilakukan dalam rangka menciptakan ketahanan pangan adalah menentukan jenis tanaman yang harus dikembangkan untuk mewujudkan swasembada pangan tersebut, sangat perlu ditentukan, kemudian dipelajari dan dikembangkan. Beberapa solusi yang patut dipertimbangkan ke depannya dalam rangka mewujudkam ketahanan pangan antara lain:
1. Memanfaatkan peluang hutan Indonesia yang begitu luas serta kaya akan fungsi. Dalam rangka membangun konsep ketahanan pangan, wilayah hutan menyajikan program agroforestri dan sudah terintegrasi dengan beberapa program lainnya. Berbicara tentang Agroforestri merupakan perpaduan dan penggabungan tanaman hutan dengan tanaman semusim dan ternak. Tujuannya adalah untuk mengatasi alih guna lahan, mendukung ketahanan pangan, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Konsep Agroforestri memberikan ruang bagi tanaman pangan sebagai tanaman sela diantara tanaman hutan. Tentunya yang bisa di usahakan adalah tanaman umbi-umbian, tanaman obat dan tanaman perkebunan. Sebenarnya bisa saja menanam tanaman pangan seperti jagung atau pagi gogo, namun kedua tanaman pangan ini memerlukan ruang penyinaran yang lebih luas dan ini tidak diperoleh jika ditanamai di area hutan karena akan menebang pohon sebagai solusinya. Bagaimanapun Hutan Indonesia selain memiliki fungsi ekonomis dalam pemanfaatan hasil tanaman hutan, juga memiliki peran dalam menjaga kondisi air perlu dipertahankan dalam rangka menjaga ketahanan pangan Nusantara. Penggabungan antara konsep ternak (peternakan) dengan kehutanan dalam menciptakan ketahanan pangan dikenal dengan istilah Silvopastura dengan contoh sederhana yaitu memanfaatkan lahan hutan sebagai tempat untuk menanam pakan ternak seperti rumput gajah, lamtoro dan jenis tanaman lainnya yang bisa digunakan sebagai pakan. Selain itu, program Perhutanan Sosial memberi kesempatan kepada masyarakat yang ada di sekitar kawasan hutan untuk memanfaatkan fungsi hutan dalam hal kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya dalam rangka melestarikan dan menjaga hutan. Dalam hal penggunaan lahan hutan perhutanan sosial, pentingnya peran para tokoh adat yang ada di dalam kawasan hutan dalam menggunakan kewenananganya dalam hal penetapan aturan dan keharusan dalam menaman sela ddi setiap wilayah hutan tersebut yang berorientasi pangan sebagai bentuk menjaga ketersediaan pangan.
ADVERTISEMENT
2. Mulai berfikir untuk menciptakan inovasi terkait varietas yang tahan terhadap perubahan iklim. Perubahan iklim sudah dalam kurun beebrapa waktu ini dirasakan oleh kita semua. Cuaca yang panas, pergeseran musim hujan dan kemarau yang sudah tidak sesuai jadwal biasanya menjadi hal yang patut di temukan bagaimana bentuk mitigasi resiko. Varietas tanaman pangan yang diperlukan ke depannya tentunya yang mampu bertahan ditengah perubahan iklim di Indonesia yang tentunya yang mampu juga menghasilkan produktifitas optimal dalam setiap kali panen. Ini dapat menjadi hal yang sangat diharapkan sebagai bentuk menjaga ketahanan pangan Nusantara.
3. Mengubah pola konsumsi makan menjadi salah satu hal yang perlu dicermati khususnya dalam kurun waktu ke depan dengan sasaran bagi generasi emas yang kita miliki. Mengenalkan secara intens bentuk-bentuk makanan pengganti beras adalah hal yang tentu saja mampu menghadirkan solusi terkait jenis makanan pengganti. Di wilayah Indonesia yang terdiri dari beragam jenis umbi-umbian yang tumbuh secara alami menjadi salah satu potensi yang harus mulai dilirik saat ini. Tentunya butuh effort luar biasa dalam memulai mengenalkan konsumsi pangan yang baru di tengah generasi zaman sekarang (Generasi Millenial atau Gen-Z). Beberapa penyebabnya tentu saja dikarenakan kebiasaan mereka yang menyukai makanan yang manis-manis dan makanan yang tergolong viral. Membiasakan mengkonsumsi Real Food yang istilah sederhana adalah makanan alami yang minim proses, bebas dari tambahan bahan kimia, pengawet dan pemanis buatan serta tidak banyak mengalami perubahan dari kondisi aslinya, contoh sederhana yang mudah kita temui adalah jagung rebus, ubi rebus, serta makanan yang mengandung protein tanpa perlu proses yang panjang.Selain itu, real food perlahan dan pasti sudah menjadi sebuah lifestyle atau gaya hidup sehat yang sudah mulai di gaungkan secara masif oleh pecinta hidup sehat,olahragawan, influencer dan para ibu Indonesia yang mulai menyadari pentingnya makan sehat bagi anak-anak.
ADVERTISEMENT
4. Kegiatan sosialisasi yang dilakukan secara intens meskipun dalam bentuk sederhana sesungguhnya memiliki dampak positif. Pada lingkup yang paling terkecil terlebih dahulu, misalnya di keluarga kita sendiri mulai mengubah pola hidup dan pola makan sejak dini serta menyampaikan informasi terkait kondisi bumi agar menjadi lebih peduli. Bentuk sosialisasi sederhana yang penulis rasakan tentunya dengan adanya kegiatan lomba menulis yang diselenggarakan “Forum Bumi yang diselenggarakan Yayasan KEHATI dan National Geografic” mampu menambah khasanah berfikir serta mampu melahirkan ide kreatif dari setiap pemikiran yang tentunya diharapkan ide ini dapat disebarluaskan baik kepada keluarga maupun masyarakat luas melalui tulisan dan informasi.
5. Last but not least, Menjaga stabilitas harga pangan sebagai bentuk kebijakan pemerintah kepada Masyarakat sehingga membantu perekonomian berputar, menjaga stok pangan tetap aman sehingga peran petani dan keberadaan betu;-betul dihargai keberadan dan usahanya. Stabilitasi harga pangan dapat dilakukan pemerintah dengan cara melakukan operasi pasar, bantuan pangan atau distribusi pangan bersubdisi bagi yang berhak, serta kebijakan tarif dan kuota impor juga harus diberikan regulasi yang tepat.
ADVERTISEMENT
Tulisan ini diharapkan mampu menginspirasi setiap kita dalam melakukan yang terbaik bagi bumi, bagi ketahanan pangan Nusantara dan menjadi solusi yang terbaik untuk kehidupan kita ke depannya. Terimakasih.