Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Prosesi Barodak di Upacara Pernikahan Sumbawa: Sebuah Adat Sarat Makna
17 September 2024 10:57 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Maya sastra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sumbawa, salah satu dari sepuluh kabupaten/kota yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menyimpan beragam budaya, adat, serta karya seni yang unik serta menarik untuk dikupas. Di kabupaten ini, masyarakatnya masih menjunjung tinggi adat budaya dalam kehidupan. Mereka masih memegang teguh kesederhanaan dan sikap bersahaja dalam hidup.
ADVERTISEMENT
Kabupaten Sumbaya juga dikenal dengan mottonya: "Sabalong Samalewa", atau "membangun secara seimbang dan serasi antara fisik material dan mental spiritual". Artinya, dalam hidup, membangun dunia dan akhirat harus seimbang.
Makna Barodak dalam Pernikahan di Sumbawa
Bagi masyarakat Sumbawa, pernikahan punya makna yang sangat penting. Ada sederet runtutan adat panjang dalam upacara pernikahan di Kabupaten Sumbawa. Salah satunya yang menarik adalah prosesi Barodak.
Dalam tradisi Sumbawa, upacara pernikahan dimulai dari prosesi Bakatoan, atau saat pihak keluarga laki-laki mendatangi rumah calon mempelai perempuan untuk bertanya apakah sudah ada pria lain yang melamar atau belum. Jika belum, upacara dilanjutkan dengan prosesi Nyorong atau pemberian seserahan.
Secara harfiah, Barodak bisa diartikan sebagai prosesi pembersihan yang dilakukan sebelum menikah. Prosesi ini dilakukan oleh kedua belah pihak dengan tujuan membersihkan jiwa dan raga.
ADVERTISEMENT
Prosesi ini dipimpin oleh sosok yang dituakan dalam keluarga, atau istilahnya adalah Ina' Odak. Selama prosesi, Ina' Odak akan meluluri tangan dan wajah calon mempelai dengan beras yang ditumpuk serta campuran rempah-rempah.
Filosofi Barodak
Ornamen-ornamen tradisional yang digunakan dalam prosesi Barodak ini diambil dari unsur-unsur yang ada di kehidupan sehari-hari. Tumbukan beras yang dilulurkan ke kedua calon mempelai, misalnya, memjadi simbol kemakmuran dan jiwa sosial. Lulur beras ini lalu dicampur dengn bahan-bahan lain seperti buah asam yang bermakna menghilangkan hasad dan iri dengki.
Selain itu, ada tanaman pancar yang ditumbuk halus, lalu dipasang di kuku dan telapak tangan kedua calon mempelai. Bubuk ini akan meninggalkan warna merah dan dianalogikan sebagai perjuangan untuk menyejahterakan keluarga meski harus menumpahkan air mata bahkan darah.
ADVERTISEMENT
Di dalam prosesi ini, ada juga nasi ketan empat warna yang melambangkan sifat manusia. Biasanya nasi ketan empat warna ini diletakkan mengelilingi sebutir telur yang merupakan simbol sifat cinta kasih manusia.
Sebatang pohon pisang yang dijadikan alas tangan kedua calon pengantin diibaratkan sebagai doa dan harapan setiap manusia ketika akan memulai kehidupan baru. Pisang yang hanya berbuah satu kali seumur hidup dimaknai sebagai pernikahan yang diharapkan hanya sekali seumur hidup dan tak mudah bercerai jika diterpa masalah.
Ada juga dila, lampu sederhana yang dibuat dari tumbukan buah jarak pagar, yang dinyalakan selama prosesi Barodak digelar. Dila dianggap sebagai penerang dalam kehidupan rumah tangga, sehingga berjalan di jalan yang benar sesuai kaidah agama. Cahaya dila juga diharapkan bisa menghindarkan mempelai dari niat jahat selama upacara Barodak berlangsung.
ADVERTISEMENT
Dalam proses Barodak terselip harapan dan doa bahwa pernikahan sejatinya adalah prosesi sakral yang diharapkan hanya terjadi sekali seumur hidup. Barodak, dan segala filosofinya, adalah sebuah doa dan harapan agar rumah tangga yang bakal diarungi akan selalu berada dalam naungan rida Tuhan yang Maha Kuasa.
Kedua mempelai juga diharapkan bisa menjaga kesucian cinta dalam susah maupun senang hingga maut memisahkan. Semoga setiap cinta yang melalui prosesi ini senantiasa menyerap doa dan makna dari Barodak.
ADVERTISEMENT