Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Manfaat Konversi Bank Nagari
19 April 2021 14:09 WIB
Tulisan dari Mohamad Fany Alfarisi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Isu konversi Bank Nagari menjadi Bank Nagari Syariah kembali menghangat beberapa minggu terakhir. Beberapa tulisan muncul baik dari pihak pro maupun antikonversi. Terlepas dari dialektika ini, sebenarnya keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS) sudah memadai untuk dijadikan dasar pijakan untuk langkah menuju konversi. Namun sepertinya ada sebagian orang yang belum paham mengenai kedudukan RUPS ini. Oleh karena itu, tulisan kali ini bermaksud menjelaskan argumen mengapa konversi merupakan pilihan terbaik bagi Bank Nagari.
ADVERTISEMENT
Menumbuhkan Ekosistem Ekonomi Syariah Daerah
Dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan ekonomi syariah (Islamic economy) semakin pesat dan menunjukkan tren yang terus meningkat di level nasional maupun global. Menurut the State of Global Islamic Economy Report 2020/2021 diperkirakan belanja konsumen muslim per tahun di seluruh dunia sekitar USD 2,2 triliun. Kemudian, dengan asumsi pertumbuhan kumulatif pertahun sekitar 3,1 persen, diproyeksi bahwa konsumsi ini akan menjadi USD 2,4 triliun di tahun 2024. Beberapa sektor yang menyumbang kepada pertumbuhan konsumsi itu terutama pada sektor makanan dan minuman halal, keuangan syariah, pariwisata halal, pakaian muslim, obat-obatan dan kosmetik halal, dan media Islami.
Dalam laporan tersebut juga dipaparkan beberapa faktor utama yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi syariah global dari sisi permintaan yaitu: pertumbuhan populasi muslim dan jumlah populasi dalam usia muda yang besar; semakin ramainya konsumen muslim yang hijrah menuju gaya hidup halal, dan koneksi secara digital. Sementara itu dari sisi penawaran beberapa faktor pendorong adalah: regulasi pemerintah di negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang mendukung pertumbuhan ekosistem ekonomi syariah, pertumbuhan perdagangan antar negara-negara anggota OKI, partisipasi perusahaan dan merek global dalam industri halal dan strategi ekonomi nasional di berbagai negara yang menjadikan ekonomi syariah menjadi sumber potensi pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan perkembangan secara global tersebut, di Indonesia, ekonomi syariah dipandang mampu menjadi sumber pertumbuhan baru ekonomi nasional serta mampu menjawab berbagai tantangan dalam dinamika perekonomian nasional. Menurut laporan Global Islamic Economy Indicator (GIEI) 2020/2021, Indonesia menempati posisi 4 secara umum. Kemudian per sektor, Indonesia menempati posisi ke-4 dalam sektor makanan halal, peringkat ke-6 dalam sektor keuangan syariah, urutan ke-6 dalam sektor pariwisata halal, peringkat ke-3 dalam sektor pakaian muslim, posisi ke-6 dalam sektor obat dan kosmetik halal dan urutan ke-5 dalam sektor media Islami.
Prestasi di sektor ekonomi syariah global tersebut tidak lepas dari upaya keras dan terstuktur dari pemerintah pusat dan berbagai elemen stakeholders seperti KNEKS (Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah), Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Majelis Ulama Indonesia (MUI), ormas Islam, perguruan tinggi, partai politik, pemerintah daerah dan asosiasi pengusaha.
ADVERTISEMENT
Menurut Laporan Perkembangan Ekonomi Syariah Daerah 2019/2020 yang diterbitkan oleh KNEKS, peluang pengembangan ekonomi syariah di Provinsi Sumatera Barat sangat besar mengingat 98 persen penduduknya adalah Muslim. Dengan falsafah “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” prinsip ekonomi Syariah sangat sejalan dengan kearifan lokal yang di anut masyarakat Sumatera Barat.
Geliat ekonomi syariah di Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat dari sektor keuangan mikro syariah dengan maraknya pembentukan Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) yang mendapatkan dukungan tidak hanya dari Pemerintah daerah namun juga dari segenap lapisan masyarakat Sumatera Barat. Keputusan mengkonversi Bank BPD Sumatera Barat menjadi Bank Nagari Syariah oleh pemegang saham pada RUPS tahun 2019 menjadi momentum yang sangat baik dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Sumatera Barat.
ADVERTISEMENT
Sementara di sektor industri halal Sumatera Barat juga memiliki potensi untuk pariwisata ramah Muslim karena beragamnya objek wisata dengan keindahan alamnya, seperti daerah pesisir, bukit, dan alam yang hijau serta telah masuk ke dalam destinasi halal yang tercantum dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (Ripparnas) yang dicanangkan Pemerintah. Jika dilihat dari kondisi masyarakat beserta potensi daerahnya, Sumatera Barat memiliki peluang untuk mengembangkan industri halal dibidang makanan/kuliner, UMKM, fesyen Muslim dan pertanian. Hal ini sejalan dengan fokus Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat dalam meningkatkan produksi untuk mendukung kedaulatan pangan nasional dan mengembangkan agribisnis, pariwisata, industri, perdagangan, koperasi, UMKM, dan investasi.
Sejalan dengan potensi tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah mencanangkan visi tahun 2016-2021 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yaitu, “Terwujudnya Sumatera Barat yang Madani & Sejahtera”. Kemudian visi tersebut dapat terwujud melalui lima misi utama yaitu: (1) Meningkatkan tata kehidupan yang harmonis, agamais, beradat, dan berbudaya berdasarkan falsafah ”Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”; (2) Meningkatkan tata pemerintahan yang baik, bersih dan professional; (3) Meningkatkan sumberdaya manusia yang cerdas, sehat,beriman, berkarakter,dan berkualitas tinggi; (4) Meningkatkan ekonomi masyarakat berbasis kerakyatan yang tangguh, produktif, dan berdaya saing regional dan global, dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya pembangunan daerah; (5) Meningkatkan infrastruktur dan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Dengan potensi dan strategi pembangunan yang mendukung, Sumatera Barat dapat menjadi daerah utama dalam pengembangan ekosistem ekonomi syariah. Sektor unggulan di Sumatera Barat yang dapat mendukung ekosistem ekonomi syariah ini adalah pariwisata halal, makanan halal, pakaian muslim, dan tentu saja keuangan syariah. Hal ini tentu sejalan dengan keinginan pemerintah pusat yang menginginkan agar sektor ekonomi syariah menjadi salah satu sektor penunjang pertumbuhan ekonomi.
Kegagalan Sistem Keuangan Konvensional
Ketidakstabilan sistem keuangan konvensional (mainstream) juga dapat menjadi faktor pendorong konversi Bank Nagari menjadi full syariah. Dalam kurun waktu dua dekade terakhir, kita dapat menyaksikan kegagalan sistem keuangan konvensional. Peristiwa krisis moneter tahun 1998 dan krisis keuangan global 2008 perlu diambil menjadi pelajaran berharga bagi pengelola lembaga keuangan di tanah air.
ADVERTISEMENT
Krisis moneter 1998 memberikan dampak negatif dan signifikan terhadap kondisi ekonomi dan sosial di tanah air. Bank BUMN dan swasta mengalami krisis likuiditas yang parah. Pemerintah mengambil opsi untuk menyelamatkan beberapa bank besar yang menjadi pasien Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), melakukan merger beberapa bank hasilnya Bank Mandiri dan Bank Permata, dan melikuidasi bank-bank lain yang kondisinya parah dan tidak dapat ditolong lagi. Menurut Nurul Qamariyah Pramisti dalam artikelnya di tirto.id yang berjudul “Krisis Ekonomi Moneter 1997/1998 adalah Periode Terkelam Ekonomi Indonesia” menyatakaan bahwa “Krisis finansial membuka borok lemahnya sistem perbankan di Indonesia. Perbankan yang merupakan jantung perekonomian Indonesia sekaligus menjadi titik terlemah. Saat krisis keuangan terjadi, sistem perbankan yang lemah akhirnya tumbang dan efeknya merembet ke berbagai lini perekonomian Indonesia.”
ADVERTISEMENT
Sampai hari ini, krisis moneter 1998 masih menyisakan mega skandal keuangan di tanah air yaitu kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Sejumlah pejabat, pengelola dan pemilik bank menjadi buron dan narapidana. Selain itu sejumlah nama pemimpin negeri juga muncul kepermukaan sebagai pihak yang dianggap bertanggung jawab mengenai kondisi ini.
Sepuluh tahun pascakrisis moneter 1998, terjadi malapetaka yang lebih besar yaitu krisis keuangan global 2008. Episentrum krisis ini adalah Amerika Serikat yang merupakan kiblat sistem ekonomi dan keuangan modern. Dampak krisis keuangan ini meluas dan terasa sampai ke berbagai belahan negara di dunia.
Krisis ini bermula dari praktik pemberian kredit perumahan yang berisiko tinggi (subprime mortgate). Praktik pemberian kredit secara mudah ini memicu gelembung di pasar properti Amerika Serikat. Akibatnya, harga properti meningkat tajam pada periode sebelum krisis. Masalah mulai muncul ketika sebagian debitur kredit perumahan tidak dapat melunasi cicilan. Hal ini disebabkan tingkat bunga cicilan yang naik karena menggunakan model adjustable rate mortgage (ARM).
ADVERTISEMENT
Gejala krisis ini mulai terasa di tahun 2007 ketika lembaga keuangan besar Bear Stern melaporkan kesulitan likuiditas. Setelah itu, mulai bermunculan lembaga keuangan besar lainnya seperti Citibank, Bank of Amerika, JP Morgan Chase dan Lehman Brothers juga mengalami masalah yang serupa. Puncak dari krisis ini ketika Lehman Brothers mengumumkan kesulitan likuditas di bulan September 2008. Berita ini membuat pasar keuangan di seluruh dunia panik. Indeks pasar saham global kompak mengalami penurunan sebagai respon dari kepanikan pelaku pasar.
Untuk menghindari kemungkinan terburuk, pemerintah Amerika Serikat, The Federal Reserve beserta pemerintah dan otoritas moneter di negara lain, merumuskan paket program penyelamatan. Dalam rangka penyelematan lembaga keuangan yang bergelar too big to fail, pemerintah Amerika Serikat harus menggunakan dana milik publik (tax payers money). Menurut Prof. Deborah Lucas dari MIT, ongkos yang dibayarkan pemerintah untuk penyelamatan lembaga keuangan adalah USD 498 miliar yaitu setara dengan 3,5 persen dari PDB Amerika Serikat tahun 2009. Sementara itu menurut Gautan Mukunda dari Harvard Kennedy School, pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan lebih dari USD 2 triliun untuk mengatasi dampak krisis keuangan global. Angka ini setara dua kali biaya yang dikeluarkan untuk membiayai perang di Afganistan selama 17 tahun.
ADVERTISEMENT
Melihat dampak dari dua krisis di atas, tidak berlebihan jika kita katakan bahwa sistem keuangan konvensional bermasalah karena tidak stabil. Ketidakstabilan ini tentu berbahaya bagi masyarakat karena sistem ini terkait dengan banyak stakeholders yang menginvestasikan atau menyimpan hartanya di lembaga-lembaga keuangan konvensional. Tentunya kita tidak perlu menunggu krisis keuangan berikutnya untuk membuktikan hipotesis ketidakstabilan sistem keuangan konvensional tersebut. Maka sudah sepantasnya, kita hijrah menuju sistem keuangan yang lebih adil dan berkah dengan berlandaskan syariat Islam.
Keunggulan Sistem Keuangan Syariah
Sistem keuangan syariah adalah hasil dari ijtihad ulama dan cendekiawan muslim di era modern. Para pemikir dan aktivis pergerakan Islam seperti Abul ‘Ala Al Maududi, Umer Chapra, dan Nejatullah Siddiqui secara kritis melihat bahwa sistem keuangan yang dominan diimplementasikan di berbagai negara mengandung elemen-elemen negatif seperti riba, gharar dan maysir. Ketiga elemen negatif tersebut, selain bertentangan dengan ajaran Islam, juga mengandung elemen ketidakadilan (injustice) dan cenderung eksploitatif. Dengan kata lain, sistem ekonomi dan keuangan konvensional merupakan mekanisme yang hanya memperkaya segelintir orang dan menyengsarakan sebagian besar lainnya. Implementasi dari ijtihad para pemikir muslim tersebut adalah hadirnya lembaga dan instrumen keuangan syariah di berbagai negara berpenduduk mayoritas muslim. Menurut literatur, lembaga keuangan syariah di era modern telah lahir sekitar tahun 60-an di Mit Ghamr, Mesir dan Tabung Haji di Malaysia.
ADVERTISEMENT
Diskursus tentang sistem ekonomi keuangan yang lebih adil dan sesuai dengan ajaran Islam juga terjadi di tanah air. Pada periode sebelum kemerdekaan dan di awal kemerdekaan, tokoh dan cendekiawan muslim seperti HOS Tjokroaminoto, Mohammad Hatta, Kaharudin Yunus, dan HM Rasyidi menawarkan Sosialisme Islam melawan hegemoni Barat dan Kapitalisme. Selanjutnya terjadi perkembangan pemikiran dari Sosialisme Islam menuju Ekonomi Islam ini yaitu sekitar tahun 70-an. Pascakonferensi Internasional tentang Ekonomi Islam tahun 1976 di Mekah, muncul keinginan yang kuat untuk mendirikan perbankan bebas bunga (interest free banking).
Sistem keuangan syariah merupakan sistem keuangan yang konsep dan kerangka operasionalnya mengambil dari Syariah Islam khususnya di bab fikih muamalah. Mengingat transaksi keuangan konvensional mengandung elemen negatif seperti riba, gharar dan maysir, maka sistem keuangan syariah menggunakan akad (kontrak) jual beli, sewa dan investasi untuk memfasilitasi kebutuhan pembiayaan bisnis.
ADVERTISEMENT
Manfaat Konversi Bank Nagari
Menurut hemat kami ada empat manfaat dari konversi Bank Nagari yaitu (1) keberkahan transaksi dan harta, (2) sesuai dengan kearifan lokal Sumatera Barat, (3) tren kinerja perbankan syariah nasional, (4) memperkuat ekosistem ekonomi syariah. Berkah merupakan suatu hal abstrak namun sangat penting bagi seorang muslim. Ketika harta melimpah namun tidak berkah, maka orang yang beriman tentu akan gelisah dan tidak nyaman dengan keadaan tersebut. Dengan menerapkan secara penuh sistem keuangan syariah yang bebas dari riba, gharar, dan maysir di Bank Nagari, yang paling kita harapkan adalah keberkahan dalam seluruh transaksi dan harta warga Sumatera Barat. Hal ini tentu akan berdampak pada semakin membaiknya kondisi kehidupan di ranah minang baik dari sisi fisik maupun spiritual yang sesuai dengan firman Allah Azza wa Jalla di Al Qur’an surat Al A’raf ayat 96 yang artinya:
ADVERTISEMENT
Salah satu keistimewaan Sumatera Barat adalah semboyan “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” (ABS-SBK). Dalam semboyan ini dapat kita maknai sebagai suatu keinginan luhur dari elemen tigo tungku sajarangan alim ulama, cadiak pandai, niniak mamak dan bundo kanduang untuk menggunakan Syariat Islam sebagai tuntunan hidup sehari-hari. Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar, Buya Gusrizal Gazahar, ABS SBK yang terkandung dalam Sumpah Sati Bukit Marapalam merupakan baiat masyarakat Minangkabau yang berkomitmen meneruskan petunjuk dakwah dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad dalam rangka mengukuhkan nilai-nilai kebaikan yang menjadi prinsip hidup. Ketika Bank Nagari menggunakan sistem keuangan syariah secara utuh, maka ini bisa dimaknai sebagai pelestarian kearifan budaya Minangkabau yang luhur dan tetap relevan di era digital ini.
Dengan dikonversinya Bank Nagari menjadi bank syariah, maka BPD Sumbar tersebut dapat menikmati tren pertumbuhan aset dan pembiayaan industri perbankan syariah yang lebih baik dari perbankan konvensional. Menurut Heru Kristiyana, Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK, kinerja perbankan syariah lebih baik dari kinerja perbankan konvensional selama periode pandemi 2020. Dari sisi pertumbuhan pembiayaan, perbankan syariah mengalami pertumbuhan pembiayaan sebesar 8.08%, sementara bank konvesional mengalami pertumbuhan pembiayaan negatif. Selain itu, perbankan syariah juga tercatat masih mengalami pertumbuhan jumlah kantor, sementera perbankan konvensional tidak lagi menambah jaringan kantornya.
ADVERTISEMENT
Menurut kajian yang dilakukan oleh Komite Nasional Ekonomi Keuangan Syariah (KNEKS), rencana konversi yang akan dilakukan oleh beberapa Bank Pembangunan Daerah (BPD) perlu terus di dorong untuk memperkuat momentum pertumbuhan industri perbankan syariah. Ada dua BPD yang telah melakukan konversi penuh menjadi bank syariah yaitu Bank Aceh dan Bank NTB. Berdasarkan informasi dari staf KNEKS yang terlibat langsung dengan proses konversi tersebut, kinerja bank pascakonversi lebih baik dari sebelum konversi. Dengan kata lain, secara bisnis, melakukan perubahan model dari konvensional ke syariah tidak menyebabkan penurunan kinerja bank.
Mohamad Fany Alfarisi
Sekretaris Program Studi Magister Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Andalas