Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Memahami Kekeringan Sebagai Siklus Alam dan Upaya Mengatasi
2 September 2024 7:36 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari mhendrayani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh : M. Hendrayani
Musim kemarau berkepanjangan telah berdampak pada negara produsen produk pertanian di Asia yaitu Indonesia, Thailand, Vietnam dan India akibat pasokan air untuk wilayah sentral pertanian tidak menerima curah hujan untuk jangka waktu lama. Hal ini secara langsung berdampak pada produksi pertanian khususnya pangan.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini disebabkan oleh Fenomena El Nino yaitu pemanasan air laut yang tidak normal di wilayah tengah khatulistiwa dan Samudera Pasifik Timur serta anomali iklim di samudra hindia yang dikenal dengan Indian Ocean Dipole (IOD) telah memengaruhi cuaca secara global menyebabkan sebagian wilayah di Asia mengalami kekeringan yang hebat.
Kemarau tahun ini juga disinyalir sebagai tahun terpanas dalam sejarah bahkan menurut pusat perkiraan cuaca jangka menengah eropa, European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) elnino yang hadir sejak tahun 2023 menyebabkan suhu bumi meningkat 1,48 celcius lebih tinggi dibandingkan 100 tahun lalu. Anomali elnino adalah siklus yang terjadi dalam jangka waktu periodik yaitu setiap 3 atau 5 tahun bahkan 7 tahun dan dampaknya yang beragam.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari researchgate.net pada tahun 1876 – 1878 bencana kekeringan akibat elnino terjadi dihampir seluruh dunia, amerika, afrika, Australia dan wilayah meditiranian. Beberapa wilayah sentral produksi di negara yang memiliki kultur pertanian mengalami kekeringan tahunan.
Di Tiongkok era pemerintahan dinasti Qing, tahun 1876 – 1878 dianggap sebagai kekeringan teraparah dalam sejarah Tiongkok mengakibatkan yaitu tewasnya 23 juta akibat kelaparan serta wabah penyakit yang meluas.
Sama halnya dengan Tiongkok, India pun mengalami kondisi serupa ditahun tersebut, kekeringan berkepanjangan telah menghantam sektor pertanian dan menyebabkan gagal panen, dampaknya, 9,6 juta orang meregang nyawa akibat kelaparan hebat di India bagian selatan dan barat. Bencana ini dikenang sebagai Bencana kelaparan India Selatan dan bencana kelaparan Madras.
ADVERTISEMENT
Bagaimana dengan Indonesia
Kekeringan yang berimbas pada gagal panen pernah dialami Indonesia di era penjajahan Belanda pada tahun 1900-1904, wilayah Jawa tengah yaitu Demak dan grobogan, gagal panen akibat kekeringan berkepanjangan ditengarai berhubungan erat dengan anomali cuaca elnino
Ditahun 1982 hingga 1983 dicatat sebagai tahun terburuk dampak elnino kekeringan berkepanjangan menyebabkan kebakaran hutan terjadi di Sumatra dan Kalimantan yang merusak 3,2 juta hektare lahan.
Hal yang sama kembali terjadi ditahun 1997 Indonesia mengalami fenomena elnino yang melanda wilayah Jawa, Bali, Sumatra, Sulawesi,Nusa Tenggara, maluku hingga papua. Bahkan, di wilayah Kalimantan kembali terjadi kebakaran hutan yang parah hingga Indonesia mendapat protes dari negara tetangga. Berkurangnya curah hujan hingga 40 % mulai dari bulan juni hingga desember berdampak pada area pertanian tetapi di beberapa wilayah Indonesia terjadi peningkatan curah hujan.
ADVERTISEMENT
Memasuki bulan Juni tahun 2023 fenomena elnino kembali melanda Indonesia dan diprediksi akan melandai di akhir tahun 2024. Fenomena ini telah memberikan dampak langsung yaitu menurunnya produksi padi nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sejak terjadi penurunan produksi beras sebesar 3,95 juta ton atau setara dengan 17,54 %. Jika dibandingkan periode januari hingga April 2023 produksi Gabah Kering Giling (GKG sebesar 22,5 juta ton sedangkan Januari hingga April 2024 produksi GKG sebesar 18,59 juta ton.
Mengatasi kondisi ini, pemerintah bergerak cepat melalui Kementerian Pertanian secara masif menggelar program pompanisasi di wilayah yang terdampak langsung el nino, caranya, aliran sungai atau sumber air yang terdekat dengan area pertanaman dimanfaatkan dengan cara dipompa guna mengairi area pertanaman. Tidak tanggung tanggung ditahun 2024 sejumlah 62.378 pompa air dan 9.904 irigasi perpompaan disediakan oleh pemerintah yang disebar kesuluruh wilayah sentral produksi yang terdampak kekeringan. Selain sebagai solusi cepat dan jitu mengatasi kekeringan, program pompanisasi ini dimanafaatkan untuk meningkatkan indeks pertanaman (IP) dari panen sekali setahun bertambah menjadi dua kali bahkan tiga kali dalam setahun.
Program pompanisasi ini dapat dikatakan sebagai sekali dayung, dua pulau terlewati yaitu selain memenuhi kebutuhan air untuk area pertanaman, sawah tadah hujan yang biasanya panen sekali setahun dapat di optimalkan hingga 3 kali.
ADVERTISEMENT
Upaya pengairan area pertanaman dengan memanfaatkan pompa air bukan hal baru ini juga dilakukan oleh pemerintah Mesir yang sejak tahun 2021 membangun area pertanian berkelanjutan dan swasembada di Barat Daya sungai Nil. Guna memenuhi kebutuhan air untuk area pertanian, dibangun sungai buatan yang nantinya diharapkan mampu mengairi 900.000 hektare lahan pertanian melalui 9 stasiun pompa air yang dibangun.
Patut disyukuri dengan total sungai di seluruh Indonesia yang mencapai 70.000 lebih yang terdiri dari 5.590 sungai besar dan 65.017 anak sungai memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan mengairi area pertanian guna mengatasi kekeringan panjang akibat el-nino.