Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Konten dari Pengguna
Sinoman, Behind the Scene Hajatan Pernikahan!
6 Agustus 2022 21:47 WIB
Tulisan dari mhiqbalmuhamad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah gempuran weeding organization (WO) dan kemudahan mencari jasa katering, nyatanya di beberapa daerah masih ada yang memilih untuk menggunakan cara lama. Salah satu daerah tersebut merupakan desa saya.
ADVERTISEMENT
Tak bisa dimungkiri, bahwasanya jasa WO memang memudahkan calon pengantin dalam mengurus pernikahan. Mulai dari katering, dekorasi, mekap, sampai hiburan semua lengkap tersedia. Perkara harga juga bisa disesuaikan, calon pengantin bebas memilih beragam paket berdasarkan kondisi keuangan yang dimiliki.
Akan tetapi, kehadiran WO tidak serta merta membuat semua orang menggunakan jasanya. Di beberapa tempat terutama di pedesaan, acara pernikahan masih menjadi hajatan yang sifatnya kolektif. Artinya, masyarakat—yang mana dalam hal ini tetangga sekitar, turut serta dilibatkan dalam hajatan tersebut. Tradisi ini biasa disebut sebagai sinoman.
Nah, biasanya sekitar 3—4 hari sebelum hari pernikahan, tuan rumah akan berkunjung ke tetangga untuk meminta doa restu sekaligus bantuan tenaga. Bisa juga dengan cara yang lebih praktis yaitu meminta tolong karang taruna dan ibu-ibu PKK. Sehingga tak perlu repot-repot megunjunginya satu per satu.
ADVERTISEMENT
Setelah tuan rumah menembusi siapa saja yang akan diminta sinoman, maka langkah selanjutnya ialah membuat kepanitiaan. Eits jangan salah, sinoman juga mengenal struktur kepanitiaan meskipun tak sedetail panitia event organization atau weeding organization.
Biasanya, rapat kepanitiaan dilakukan malam sebelum hari H pernikahan. Tuan rumah akan membagi beberapa pos pekerjaan. Untuk ibu-ibu misalkan di bagian terima tamu, menjaga booth makanan, atau juga di dapur memasak hidangan. Kemudian, bapak-bapak akan mengarahkan tamu undangan ke tempat duduk yang disediakan. Sedangkan bagi yang muda-muda, menjadi pramusaji mengantarkan makanan dan mengambil piring kotor tamu udangan.
Pembagian tugas ini bertujuan agar sewaktu acara pernikahan dilangsungkan semua telah paham dengan tugasnya masing masing. Nantinya, diharapkan tidak ada yang leha-leha sembari merokok melihat orang lain bekerja. Sebab, hal ini bisa menimbulkan kecemburuan sosial yang ujung-ujugnya layak menjadi gosip hangat untuk diperbincangkan.
ADVERTISEMENT
Lanjut di hari H pernikahan, mereka yang sinoman tentunya bakal datang lebih awal ketimbang tamu undangan. Nasi, sayur, beserta lauknya telah disediakan oleh tuan rumah. Alangkah baiknya mengisi tenaga dahulu sebelum bekerja. Waktunya sarapan!
Sarapan usai, semua menuju pos kerja masing-masing. Siap berjibaku dengan orang yang berweliweran kesana kemari, tamu undangan yang berdesakan memenuhi tenda acara, dan juga dentuman musik campursari dari soundsystem. Semua bercampur menjadi satu, membuat hari terasa lebih lelah dan berjalan dengan cepat.
Pukul 12 siang, musik akan berhenti sejenak tanda bagi mereka yang sinoman sementara boleh meninggalkan pekerjaan guna makan siang. Lalu, pulang ke rumah untuk istirahat, mengingat intensitas tamu undangan yang mulai menurun.
Sekiranya pukul 1 siang, musik organ mulai berkumandang, sinyal perhelatan acara kembali berjalan. Begitu pula untuk mereka yang sinoman menjadi tanda dimulai babak selanjutnya. Piring-piring kotor lagi-lagi berlalu lalang, tungku perapian dinyalakan, nampan perasmanan siap dipenuhi makanan menunggu datangnya tamu undangan.
ADVERTISEMENT
Sesampainya pukul 4 sore, ketika tidak ada lagi tamu undangan yang datang, maka waktunya untuk beres-beres. Kursi-kursi ditumpuk rapi, perabotan makan dicuci, sampah disapu bersih, menandakan jika acara telah selesai. Tuan rumah akan meminta semua yang sinoman untuk makan sembari mengucapkan rasa terima kasih atas bantuannya.
Ya betul, rasa lelah seharian itu dibayar dengan ucapan terima kasih plus konsumsi. Lantas, apakah itu setimpal? Tentu saja! Selama saya mengikuti sinoman di sana-sini, tampaknya belum pernah ada yang meminta bayaran. Palingan, gerundel sepele soal lauk katering yang dirasa kurang enak atau kurang banyak. Sisanya terasa baik-baik saja.
Sebab, saya atau mereka yang sinoman percaya bahwa ini perkara gantian saja. Hidup di desa dengan segala pernak-perniknya menuntut masyarakatnya untuk terbiasa tolong-menolong. Mungkin, kali ini saya yang membantu tetapi di lain waktu saya yang dibantu.
ADVERTISEMENT
Rasa-rasanya terdengar transaksional, tetapi memang kenyataannya seperti itu. Kodrat hidup manusia sebagai mahluk sosial membuat kita seharusnya sadar bahwa ada hubungan yang sifatnya saling membutuhkan.
Terkait bagaimana teknis atau proses pelaksanannya, terserah. Ada yang melibatkan upah atau imbalan tapi juga ada yang tidak. Kalau sepengalaman saya, kebanyakan sih tidak. Tentu tidak jadi masalah juga, hitung-hitung kumpul bersama tetangga!