Konten dari Pengguna

Internalisasi Nilai Anti Korupsi Sebagai Kekuatan Diri Taruna Poltekip

A A Istri Agung Mianggi Vanyantari
Saya merupakan seorang Taruna yang sedang menjalani pendidikan semester 6 di Politeknik Ilmu Pemasyarakatan.
23 September 2022 20:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari A A Istri Agung Mianggi Vanyantari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
A.A. Istri Agung Mianggi Vanyantari, Taruna Politeknik Ilmu Pemasyarakatan Prodi Manajemen Pemasyarakatan (sumber : penulis)
zoom-in-whitePerbesar
A.A. Istri Agung Mianggi Vanyantari, Taruna Politeknik Ilmu Pemasyarakatan Prodi Manajemen Pemasyarakatan (sumber : penulis)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia diketahui sebagai negara yang memiliki sumber daya melimpah, tetapi tidak selaras dengan perekonomiannya yang masih dilanda dengan kemiskinan. Hal ini seharusnya tidak terjadi apabila pengelolaan sumber daya yang dimiliki dilakukan secara strategik, transparan, serta mengutamakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan tersebut tidak mungkin tercapai apabila praktik korupsi masih terpelihara dan berjalan aman (Saputra, 2017). Ketidaksesuaian ini menimbulkan pertanyaan yaitu apakah kemiskinan terjadi karena adanya tindak korupsi? Kemudian apakah penegakan hukum di negara Indonesia tidak berlaku secara adil sehingga korupsi masih terjadi? Jika dianalisis lebih jauh, korupsi terikat dengan kegiatan pemerintahan yang mempengaruhi politik, ekonomi, dan transformasi sosial (Satria, 2020). Korupsi dapat menjadi pasir dalam roda pembangunan karena mempersulit pertumbuhan ekonomi (Song et al., 2021).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data yang dikeluarkan Transparency International (TI) pada 25 Januari 2022, Indonesia memperoleh skor indeks persepsi korupsi (IPK) yang mana peringkat Indonesia berada di posisi 96 dari 180 negara. Posisi ini bukanlah sebuah prestasi yang dapat dibanggaakan karena nilai skor IPK Indonesia masih jauh dibawah rata-rata IPK global. Selain itu, posisi Indonesia berada di peringkat ketiga sebagai negara terkorup di Asia.
Korupsi merupakan suatu perbuatan menyimpang yang didorong oleh kepentingan diri sendiri serta didasari dengan obsesi. Tindakan ini akan menyebabkan hak orang lain dilanggar, kerugian diri sendiri dan orang lain, serta adanya pelanggaran aturan yang berlaku. Adapun faktor yang menyebabkan tindak korupsi adalah tidak adanya konsistensi penegakan hukum; penyelewengan jabatan/kekuasaan; berada di wilayah yang korup; pendapatan penyelenggaraan negara yang rendah; melandanya kemiskinan/keserakahan; adanya budaya memberikan upeti, imbal jasa, dan hadiah; konsekuensi tertangkap lebih rendah jika dibandingkan dengan keuntungan korupsi; kebiasaan pemberian permisif; serta tidak berhasilnya pendidikan terkait etika dan agama (Dwiputrianti, 2009). Peluang korupsi meliputi monopoli dari pemerintah, terlalu banyak diskresi, terbatasnya akuntabilitas kinerja, kurangnya transparansi, lemahnya suara warga dan kegagalan dalam deteksi dan penegakan untuk mengekang korupsi (Vian, 2020).
ADVERTISEMENT
Untuk menekan dan mereduksi secara sistematis tindakan korupsi di Indonesia maka dibentuklah lembaga anti korupsi yaitu KPK yang diharapkan dalam pemberantasan korupsi dapat bertindak dan berupaya secara efektif dan efisien (Badjuri, 2011). KPK menjadi salah satu bagian dari penegak hukum yang bertujuan untuk melakukan pencegahan, penindakan maupun kelembagaan yang berhubungan dengan korupsi (Zuber, 2018). Berdasarkan data yang dikeluarkan KPK, pada Juni 2022 KPK telah melakukan 66 penyelidikan, 60 penyidikan, 71 penuntutan, 59 perkara inkracht, dan mengeksekusi putusan 51 perkara kasus korupsi. KPK juga berhasil mengembalikan kerugian keuangan negara akibat tindak korupsi yang dapat juga disebut dengan asset recovery sebesar RP 313,7 miliar (sumber : kompas.com, 21 September 2022).
Korupsi telah mengikat mulai dari pemerintahan pusat hingga tingkat kelurahan/desa (Pasaribu et al., 2008). Banyaknya KKN dalam penyelenggaraan negara akan mempengaruhi rendah dan tingginya tingkat kesejahteraan masyarakat. Korupsi menyebabkan penggunaan anggaran tidak sesuai dengan kebutuhan negara yang mana seharusnya dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, maupun hal lainnya yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Moonti & Kadir, 2018).
ADVERTISEMENT
Setiap tahunnya, praktik korupsi semakin meningkat baik dari segi jumlah kasus ataupun jumlah kerugian keuangan yang dialami negara. Pencatatan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan bahwa pada tahun 2021 terjadinya peningkatan jumlah perkara dan terdakwa korupsi dari tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, pada periode 2017-2021 terjadi tren nilai potensi kerugian negara yang terus meningkat. Kondisi tersebut menunjukkan bahwasanya penghukuman yang telah diberikan kepada para koruptor tidak memberikan efek jera yang mana sanksi yang diberikan berupa pemenjaraan dan denda. Sanksi hukuman penjara ini dilaksanakan di dalam Lembaga Pemasyarakatan agar para koruptor mendapatkan pembinaan yang sesuai dengan resiko dan kebutuhan.
Pada kenyataannya, kondisi Lembaga Pemasyarakatan di seluruh Indonesia hampir semua mengalami overcrowded. Tentunya hal ini menjadikan Lembaga Pemasyarakatan bukan tempat yang ideal dalam proses pemulihan bagi narapidana untuk dapat kembali ke masyarakat. Kondisi ini mengakibatkan standar minimum pemberian pembinaan, pelayanan, pengamanan, dan keselamatan tidak dilaksanakan sebagaimana seharusnya (Rahardjo et al., 2022).
ADVERTISEMENT
Sesaknya hunian di Lembaga Pemasyarakatan menimbulkan dampak negatif terpenuhinya standar yang seharusnya menjadi hak narapidana (Latifah, 2019). Overcrowded di dalam Lembaga Pemasyarakatan merupakan sumber permasalahan. Salah satunya adalah adanya oknum petugas yang memanfaatkan kondisi ini untuk keuntungan pribadinya. Seperti halnya adalah terdapat pungli dalam pemberian hak-hak narapidana, jual beli fasilitas yang seharusnya dilarang, gratifikasi, membantu peredaran narkoba di dalam Lembaga Pemasyarakatan, dsb. Tindakan korupsi tersebut berkaitan dengan jenis dan tingkat penyimpangan wewenang, terciptanya kesepakatan antara kedua belah pihak, serta sarana yang melekat pada jabatannya (Alkostar, 2008).
Dari permasalahan diatas, sangat disayangkan bahwasanya petugas yang seharusnya memiliki peran penting dalam pemulihan narapidana, akan tetapi masih ditemukan oknum petugas yang tidak paham akan tugas dan fungsinya sebagai petugas Pemasyarakatan. Dalam mencapai tujuan dari Pemasyarakatan, diperlukan petugas yang memiliki kemampuan, pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang baik. Selain itu, tidak kalah pentingnya petugas harus membudayakan nilai-nilai integritas untuk mencegah terjadinya tindak korupsi di Lembaga Pemasyarakatan karena ekspresi integritas berlawanan dengan korupsi (Gunardi Endro, 2017). Tanpa petugas yang berintegritas dan beretika tidak akan mungkin program kerja dapat berjalan dengan baik (Waluyo, 2014).
ADVERTISEMENT
Petugas sebagai sumber daya manusia yang akan menjalankan Sistem Pemasyarakatan dirasa perlu adanya peningkatan kapasitas diri dan integritas diri dengan memberikan pendidikan dan pelatihan yang matang. Untuk menciptakan kader-kader Pemasyarakatan yang memiliki kualifikasi yang memadai di bidang Pemasyarakatan, maka dibentuklah sekolah ikatan dinas dibawah Kementerian Hukum dan HAM yaitu Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip).
Poltekip mendidik Taruna sebagai kader Pemasyarakatan untuk menjadi pemimpin yang berkualitas, berkarakter, dan berintegritas. Hal ini sejalan dengan visi dari Poltekip. Pendidikan dan pelatihan yang diperoleh setelah lulus dari Poltekip diharapkan mampu menciptakan petugas yang profesional di bidang Pemasyarakatan.
Keahlian khusus yang dimiliki seorang Taruna harus mampu menjawab dan menyelesaikan permasalahan yang ada, salah satunya yaitu mencegah terjadinya korupsi di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Hal yang dapat dilakukan sejak dini oleh Taruna Poltekip adalah dengan menerapkan sembilan nilai anti korupsi yang dibagi menjadi tiga bagian utama, diantaranya yaitu inti (jujur, disiplin, dan tanggung jawab) yang dapat menumbuhkan sikap (adil, berani, dan peduli) sehingga mampu menciptakan etos kerja (kerja keras, mandiri, sederhana).
ADVERTISEMENT
Pertama, yang dimaksud dengan nilai jujur adalah perilaku dan sikap individu yang menunjukkan kesamaan antara ilmu yang dimiliki, perkataan serta perbuatan. Jujur ditandai dengan tahu akan kebenaran, mengatakan dan melakukan tindakan yang benar. Orang yang jujur adalah orang yang mampu dipercaya, tidak menipu, lurus dalam bertindak, dan tidak berdusta. Kedua, disiplin adalah perilaku dan sesuatu yang biasa dikerjakan sesuai dengan semua bentuk aturan ataupun tata tertib yang diberlakukan. Disiplin ditandai dengan mengikuti aturan. Ketiga, tanggung jawab adalah sikap dan perilaku dari individu dalam mengamalkan tugas dan kewajiban terkait dengan dirinya, masyarakat, kehidupan sosial, negara, bangsa dan agama.
Keempat, keadilan artinya tidak memihak ataupun condong kepada satu hal. Keadilan memperlakukan semua orang secara sama dan tidak membeda-bedakan atas dasar golongan tertentu. Kelima, sikap berani memiliki hati yang teguh dan keyakinan yang besar untuk menghadapi ancaman dan tantangan yang dianggap sulit dan berbahaya. Berani artinya tidak gentar ataupun takut. Keenam, peduli adalah perilaku dan sikap yang memperhatikan orang lain, membantu yang membutuhkan, serta peka terhadap lingkungan sekitar.
ADVERTISEMENT
Ketujuh, nilai kerja keras adalah melakukan yang terbaik dan tampil sebaik mungkin saat menyelesaikan berbagai tugas dan amanah. Bekerja keras artinya tidak mudah menyerah dan selalu memiliki semangat juang. Kedelapan, menjadi mandiri adalah suatu hal yang dilakukan dengan cara berdiri sendiri. Kemandirian artinya tidak bergantung pada orang lain, dan itu menandakan adanya kemampuan memecahkan, mencari serta menemukan solusi dari masalah yang ada. Sederhana itu bersahaja. Kesembilan, sikap sederhana artinya melakukan sesuatu dalam jumlah yang cukup daripada berlebihan.
Sebagai seorang Taruna Poltekip yang nantinya akan menghadapi berbagai macam godaan dan tantangan di lingkungan kerja maka harus mengimplementasikan sembilan nilai anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi budaya perilaku yang akan diterapkan di Lembaga Pemasyarakatan nantinya. Penanaman nilai-nilai anti korupsi menjadi langkah awal strategi pencegahan tindak korupsi (Burhanudin, 2021). Dengan menerapkan perilaku tersebut, maka Taruna sudah turut mengambil peranan dan andil dalam penegakan korupsi.
ADVERTISEMENT