news-card-video
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Bagaimana Trump Memanfaatkan Media Sosial dan Gen Z Untuk Menjadi Presiden

Michael Rafi Arrayan
Mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional Universitas Mulawarman
11 Maret 2025 15:49 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Michael Rafi Arrayan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Pendukung Partai Republik dan Demokrat (Sumber: Diolah Oleh Penulis)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pendukung Partai Republik dan Demokrat (Sumber: Diolah Oleh Penulis)
Kemenangan Donald Trump yang merupakan kandidat dari partai Republik membuatnya kembali terpilih kembali sebagai Presiden Amerika Serikat ke 47 setelah kegagalannya dalam pemilu sebelumnya ketika melawan Joe Biden pada tahun 2021. Perjalanan kemenangan Trump tidak luput tanpa slogan kampanye yang memenangkannya kursi kepresidenan, slogan tersebut berbunyi “Make America Great Again” sebuah slogan yang mengobarkan rasa nasionalisme dan patriotisme terhadap tanah air bagi para pendukungnya, slogan ini juga merupakan slogan yang memenangkannya dalam pemilu 2016 lalu. Nasionalisme ekstrem sendiri adalah ideologi yang menekankan pentingnya peran negara yang mendominasi serta menjadi objek utama dalam kekuasaan, ideologi yang mungkin sudah dianggap usang di zaman modern, akan tetapi masyarakat Amerika Serikat sendiri tetap memilih calon Presiden yang lekat dengan identitas ideologi tersebut, lantas bagaimana cara Trump dapat menarik suara terhadap pemilih muda yang bermayoritas dikenal progresif?
ADVERTISEMENT
Penggunaan Influencer
Penggunaan influencer dalam menjadi motor penggerak partisipasi pemilih baru sudah tidak dapat dipungkiri lagi, influencer adalah tokoh masyarakat yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi persepsi, opini atau pendapat suatu komunitas maupun masyarakat dalam skala luas. Strategi ini digunakan oleh Trump untuk menarik para partisipan muda di swing state untuk memilihnya, dalam pemilihan influencer, ia memilih influencer yang dapat mencapai kalangan kalangan muda seperti Adin Ross, seorang streamer ternama di platform Youtube dan Kick dengan jumlah pengikut sebanyak 1,5 juta di platform Kick ( Pada tahun 2025) yang berfokus pada interaksi bersama komunitasnya, dimana ia dan Trump melakukan stream bersama dan menarik sekitar 500 ribu penonton secara live. Mengutip dari teenvogue, Adin Ross sendiri memiliki mayoritas audience dengan gender laki – laki berumur dibawah 35 tahun dan 37% persen audience tersebut berumur dibawah 24 tahun .
ADVERTISEMENT
Selain Adin Ross, Joe Rogan yang merupakan podcaster ternama juga menjadikan Trump sebagai bintang tamu di podcsatnya, yang dimana menghasilkan 56 juta views (Pada tahun 2025) di kanal Youtube miliknya. Mengutip Edison Research, mayoritas pendengar dari podcast Joe Rogan adalah pria muda dengan rentang usia 18 – 34 tahun. Hal ini menunjukan influencer memberikan signifikasi yang besar terhadap jangkauan informasi untuk melakukan kampanye, terutama melalui media yang jauh lebih informal dibandingkan media massa mainstream bagi audience muda.
Personal branding
Personal branding adalah sebuah citra yang dimiliki oleh seseorang untuk memperkenalkan dirinya di hadapan publik dengan tujuan untuk menarik atensi maupun simpati terhadap dirinya. Pendekatan Trump dalam melakukan personal brandingnya adalah dengan menciptakan image dimana ia bukanlah politikus - politikus mainstream yang kaku, akan tetapi merupakan seorang “teman” bagi para audience dan pendukungnya, hal ini dapat dilihat dari gaya bicaranya yang “to the point” dengan minimnya penggunaan bahasa teknis yang rumit untuk menjelaskan situasi maupun ambisinya, hal ini juga didukung dengan slogan nasionalisme populis yang ia miliki yaitu “Make America Great Again”, Trump ingin menunjukan bahwa ia selalu bersama pemilihnya dan berusaha untuk menyelamatkan Amerika dari kerusakan yang dibuat oleh rezim sebelumnya. Dengan personal branding yang positif dan dapat diterima oleh masyarakat luas, ia menciptakan narasi populis yang populer dalam masyarakat, terlebih narasi ini di dukung oleh influencer besar sehingga membuat pemilih muda yang baru memiliki hak pilih mengalami ketakutakan akan ketinggalan tren yang menyebabkan tertanamnya dukungan terhadap Trump secara tidak langsung.
ADVERTISEMENT
Progresif atau Realistis?
Pemilih muda dikenal dengan prefrensi yang condong mengarah pada pemikiran progresif dikarenakan faktor informasi serta kesadaran sosial terhadap masyarakat, akan tetapi terdapat faktor - faktor lain yang menciptakan perubahan dinamika ini. Mengutip dari NBC News, Trump menjadi kandidat Presiden yang berasal dari partai Republik dengan perolehan suara bagi pemilih dibawah 30 tahun terbanyak semenjak 2008. Kepopuleran Biden terhadap pemilih perempuan juga menurun, dari 35 poin menjadi 25 poin. Lantas selain faktor yang telah disebutkan sebelumnya, faktor apa lagi yang menyebabkan naiknya kepopuleran Donald Trump di mata para pemilih muda?
Mengutip dari NYmag.com, kekecewaan para pemilih terutama pemilih Biden pada pemilu lalu menyebabkan perubahan kepercayaan publik, kekecewaan ini tentu saja bukan tanpa dasar, akan tetapi dikarenakan ketidakpercayaan pemilih terhadap hasil keputusan Joe Biden pada masa pemerintahannya, dimana ia tidak merepresentasikan pandangan progresif yang dijanjikan, hal ini dapat terlihat dari konflik di Gaza yang mendapatkan sentimen yang amat buruk dari masyarakat. Faktor ekonomi juga menjadi salah satu permasalahan utama bagi para pemilih, mengutip dari NBC News, ekonomi adalah isu yang menjadi persoalan utama bagi para pemilih, sebanyak 78% pemilih mendukung Trump dalam konteks isu ekonomi.
ADVERTISEMENT
Isu – isu yang dibawakan oleh Trump dianggap lebih realistis bagi mayoritas pemilih yang menginginkan perbaikan ekonomi Amerika Serikat akibat dari biaya – biaya yang harus dikeluarkan akibat tekanan perang di Gaza, permasalahan ekonomi juga menjadi sebuah permasalahan yang menjadi pemersatu bagi mayoritas para pemilih terutama bagi pemilih muda yang mengkhawatirkan pertumbuhan inflasi serta kenaikan biaya hidup.