Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Pentingnya Pembelajaran Bahasa Isyarat di Indonesia dalam Pergaulan Sosial
30 Januari 2023 11:59 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Michelle Febe Valentinee Sitorus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Umumnya, manusia dilahirkan dengan panca indra yang lengkap dan tentu saja berfungsi dengan baik, seperti ketika memiliki mata maka dapat melihat, apabila memiliki telinga maka bisa mendengar, dan sebagainya.
Akan tetapi, beberapa manusia lainnya dilahirkan dengan kekurangan fungsi dari salah satu panca indra tersebut. Salah satunya, kehilangan kemampuan mendengar atau biasa disebut dengan tunarungu atau tuli .
Tunarungu atau tuli adalah keadaan dari individu yang mengalami kerusakan pada indra pendengaran sehingga menyebabkan tidak bisa menangkap berbagai rangsangan suara dan rangsangan lain melalui pendengaran.
Sehingga, dengan keadaan yang tidak dapat menerima rangsangan melalui pendengaran inilah para penderita tunarungu juga tidak dapat berbicara atau bisa dikatakan bisu.
Bahasa Isyarat di Indonesia
Para penyandang tunarungu tentunya tidak bisa untuk diajak berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia biasa, mereka membutuhkan bahasa lainnya yang dapat mereka pahami tanpa adanya kesulitan.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia sendiri, terdapat bahasa isyarat yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan para penyandang tunarungu, dengan dua jenis yang berbeda di antaranya Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo) dan Sistem Bahasa Isyarat Indonesia (SIBI). Adapun perbedaan antara keduanya terletak pada penyampaiannya.
Bisindo lebih sering digunakan dalam keseharian karena lebih santai dan nyaman, bahkan para teman tuli (sebutan untuk penyandang tunarungu) lebih sering menggunakan Bisindo.
Sedangkan, SIBI merupakan suatu sistem tatanan bahasa Indonesia yang baik dan benar, seperti terdapat kata dasar, kata imbuhan, ataupun kata akhiran. Penggunaan SIBI sendiri paling sering digunakan saat pembelajaran pada Sekolah Luar Biasa (SLB).
Sebagai teman dengar (sebutan bagi seseorang yang tidak menyandang tunarungu), pastinya akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi kepada para penyandang tunarungu tersebut.
ADVERTISEMENT
Bahkan sekalipun jika ingin berkomunikasi harus menggunakan media perantara, baik buku dalam bentuk tulisan maupun menggunakan handphone, yang di mana hal ini tentunya membuat komunikasi membutuhkan waktu yang lama, dan tentu saja susah.
Menurut data Sistem Informasi Manajemen Penyandang Disabilitas dari Kementerian Sosial terdapat 13.793 penyandang tunarungu dari 270,2 juta penduduk yang ada di Indonesia.
Dilihat dari data tersebut, tentunya banyak dari masyarakat Indonesia yang menyandang tunarungu. Sehingga dengan demikian pembelajaran terhadap bahasa isyarat menjadi sesuatu yang penting untuk diterapkan dalam pergaulan sosial.
Hal ini tentunya juga menjadi dasar atas menjunjung keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, di mana masih banyak penyandang disabilitas terlebih tunarungu mendapatkan perlakuan yang berbeda dari yang lainnya, begitu pula dengan sarana dan prasarana yang masih kurang inklusif dari pemerintah Indonesia sendiri.
Dengan mempelajari dan mengamalkan bahasa isyarat membuat jarak antara teman tuli dengan teman dengar menjadi dekat kembali, tidak terasa jauh seperti sebelumnya yang disebabkan perbedaan pemahaman dalam komunikasi.
ADVERTISEMENT
Sehingga poin untuk mempelajari bahasa isyarat, baik Bisindo atau SIBI menjadi penting karena hubungan antara masyarakat pun akan makin harmonis, tanpa adanya perbedaan antar masyarakat dan batasan antar masyarakat di lingkungan sosial.
Selain keuntungan dalam pergaulan sosial, pendidikan bahasa isyarat mempunyai manfaat lainnya yang tentu saja sangat berguna. Salah satunya dalam meningkatkan keterampilan kognitif yang dapat berpengaruh pada perkembangan IQ seseorang.
Hal ini telah disampaikan oleh peneliti Michele Cooke dari University of Massachusetts Amherst yang menyatakan bahwa orang yang menguasai bahasa isyarat mempunyai keterampilan penalaran spasial yang baik.
Michele membuat sebuah percobaan di mana dirinya memberikan pemahaman mengenai konsep geografi struktural kepada murid sekolah menengah khusus penyandang tunarungu dan mahasiswa yang berada di perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT
Hasil yang didapatkan bahwa murid penyandang tunarungu tersebut memiliki pemahaman yang jauh lebih unggul dari para mahasiswa yang berada di perguruan tinggi tersebut.
Maka dari itu, pembelajaran menggunakan bahasa isyarat sangat penting dilakukan, baik untuk keperluan dalam pergaulan sosial dan hal lainnya, yang memberikan manfaat tidak hanya untuk satu pihak saja.
Lebih baiknya lagi, pemerintah juga menyusun mata pelajaran mengenai bahasa isyarat di sekolah-sekolah yang terdapat di Indonesia, melihat manfaat yang dihasilkan tidaklah sedikit.