Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Apakah Indonesia Masih Perlu Mengimpor Susu Segar?
7 Desember 2022 22:11 WIB
Tulisan dari Michellia Cempaka Salsabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Seiring dengan maraknya tren hidup sehat yang dikampanyekan sejak pandemi Covid-19, susu segar semakin populer di kalangan masyarakat. Kini, susu tidak hanya dikonsumsi oleh bayi, tetapi kalangan remaja dan dewasa pun turut gemar meminum susu.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, susu merupakan sumber makanan utama bagi bayi yang baru lahir sekaligus sebagai nutrisi bagi anak untuk mendapat imunitas pasif karena memiliki kandungan sebanyak 18 dari 22 nutrisi penting yang memiliki dampak esensial pada metabolisme dan kesehatan manusia.
Susu segar yang kita konsumsi diperoleh dari ambing sapi yang sehat dan bersih dengan cara pemerahan yang benar. Tentunya, kandungan alami pada susu segar tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun, kecuali telah melalui proses pendinginan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata konsumsi susu di Indonesia pada tahun 2020 berkisar 16,27 kilogram per kapita/tahun, padahal kebutuhan susu nasional pada tahun 2021 mencapai 4,3 juta ton per tahun dan kontribusi susu dalam negeri terhadap kebutuhan susu nasional baru sekitar 22,7 persen, sisanya masih dipenuhi dari impor.
ADVERTISEMENT
Adapun produksi susu segar dalam negeri dilansir oleh BPS yang bersumber dari Ditjen PKH Kementerian Pertanian pada tahun 2021 mencapai 962.676,66 ton. Jumlah ini belum mampu memenuhi kebutuhan susu segar dalam negeri. Mengapa demikian? Hal ini dapat terjadi dikarenakan berbagai faktor, salah satunya yaitu keterbatasan jumlah sapi perah yang diternakkan di Indonesia. Hanya terdapat tiga provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah sapi perah lebih dari 10.000 ekor, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Pemerintah telah berupaya meningkatkan produksi susu segar dalam negeri. Pada Kamis (23/11/2021), Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan yang diwakili oleh Makmun, selaku Sekretaris Ditjen PKH menyampaikan komitmen Kementan dalam mengembangkan produksi susu segar dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Upaya pemerintah dalam komitmen ini harus didukung dengan pendataan yang baik terhadap daerah-daerah potensial penghasil susu segar nasional. Untuk itu, diperlukan pengelompokan provinsi-provinsi di Indonesia berdasarkan produksi susu segar dan jumlah populasi ternaknya.
Pengelompokan ini bisa dilakukan dengan menggunakan teknik bernama clustering. Clustering adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana pengelompokkan suatu data. Pengelompokkan ini dapat menjadi dasar dalam membedakan provinsi yang memiliki kesamaan ciri.
Untuk melakukan teknik ini, kita memerlukan software RStudio. Selanjutnya, kita akan mencoba untuk melakukan clustering provinsi-provinsi penghasil susu segar di Indonesia berdasarkan produksi susu segar dan populasi sapi perah pada tahun 2021 dengan menggunakan metode K-Means. Berikut adalah hasil clustering provinsi-provinsi di Indonesia berdasarkan produksi susu segar dan jumlah sapi perah pada tahun 2021.
Dari hasil clustering yang diperoleh, terlihat bahwa cluster 1 (warna merah) termasuk kategori sedang. Cluster ini terdiri atas 8 provinsi, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Kep. Bangka Belitung, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan.
ADVERTISEMENT
Cluster 2 (warna hijau) termasuk kategori tinggi. Cluster ini terdiri atas 3 provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Terakhir, cluster 3 (warna biru) termasuk kategori rendah. Cluster ini terdiri atas 12 provinsi, yaitu Aceh, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kep. Riau, Banten, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat. Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara.
Jadi, apakah Indonesia masih perlu mengimpor susu segar?
Berdasarkan pengelompokkan tersebut terlihat bahwa cluster 3, yaitu kategori rendah didominasi oleh provinsi-provinsi di Indonesia. Hal ini menunjukkan masih kurangnya produksi susu segar dalam memenuhi kebutuhan susu nasional. Maka dari itu, tidak mengherankan apabila negara kita masih melakukan impor terhadap susu segar. Sejalan dengan penjelasan Sekretris Ditjen PKH pada Kamis (23/11/2021), Indonesia masih memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap bahan baku impor. Tentunya hal tersebut menjadi tantangan sekaligus peluang dalam pengembangan produksi susu segar dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, pemerintah selaku pembuat kebijakan dapat mengupayakan berbagai cara untuk menekan angka impor susu segar dan meningkatkan produksi susu segar dalam negeri dengan memberikan sarana prasarana peternakan yang memadai dan merealisasikan program Sikomandan/Upsus SIWAB sebagai upaya pengembangan persusuan Indonesia. Selain itu, pemerintah juga bisa menambah jumlah ternak dengan berfokus pada provinsi-provinsi yang masuk ke dalam kategori cluster rendah dan sedang. Upaya ini perlu dilakukan untuk meningkatkan produksi susu segar di Indonesia demi terpenuhinya kebutuhan susu segar dalam negeri.
Sudahkah Anda mengonsumsi susu hari ini?