Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pilkada 2024 di Tengah Kontroversi Kaesang: Peran Hukum dan Undang-Undang
14 Oktober 2024 13:54 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari MIFTAHUL JANNAH tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dalam Menjamin Keadilan Pilkada Saat Ini
ADVERTISEMENT
Pilkada 2024 telah menjadi sorotan utama dalam dinamika perpolitikan di Indonesia. Kontroversi pilihan kepala daerah ini tidak hanya terkait dengan isu-isu politik, namun juga berkaitan dengan peran hukum dan undang-undang dalam menjamin keadilan dalam proses pemilihan. Salah satu yang menjadi isu utama pada Pilkada 2024 adalah putusan-putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) yang membahas polemik syarat usia bagi calon kepala daerah. Putusan ini menimbulkan kecurigaan tentang adanya kepentingan politik yang bermain dibaliknya.
ADVERTISEMENT
Peran mahkamah konstitusi sebagai pemegang kekuasaan kehakiman diharapkan dapat menjadi ujung tombak dalam menegakkan keadilan. Kehadiran mahkamah konstitusi juga diharapkan dapat melindungi hak-hak konstitusional warga negara. Harapan tersebut bukanlah tanpa alasan, melainkan karena pada masa lalu hak-hak dasar setiap warga negara selalu diabaikan oleh para penguasa. Hal tersebut dapat dilihat pada masa orde baru, dimana hampir tidak adanya jaminan dalam melindungi hak-hak konstitusional warga negara. Pencalonan kepala daerah menjadi isu hangat di tengah tingginya aspek kepentingan politik pasca pemilu 2024. Tahapan pencalonan kepala daerah yang dimulai sejak Januari 2024 pun dipenuhi kontroversi. Putusan-putusan mahkamah konstitusi menyulut emosi masyarakat sipil dari berbagai elemen hingga mereka melakukan demonstrasi di berbagai daerah.
Salah satu pasal yang menjadi kontroversi adalah MK memutuskan, syarat usia calon kepala daerah harus terpenuhi saat penetapan pasangan calon peserta Pilkada oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal tersebut tertuang dalam putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 mengatur syarat usia minimal 30 tahun untuk calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur, dan 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati, calon walikota dan calon wakil walikota. Banyak pakar hukum dan masyarakat menilai bahwa perubahan ini tidak wajar dan mungkin dilakukan untuk mempermudah jalan bagi calon tertentu, seperti Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta. Menurut Bivitri, pola yang digulirkan keluarga Presiden Joko Widodo ini sudah dapat dilihat publik. Sebelumnya, pola yang sama bisa dilihat dari putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membuka peluang anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil Presiden. Sekarang Gibran sukses terpilih menjadi Wakil Presiden Hasil Pemilu 2024. “Pola ini bisa menjadi alasan bagi publik untuk menduga bahwa ini modus operandi,” bebernya.
ADVERTISEMENT
Dalam menjamin keadilan dalam proses pilkada 2024, independensi mahkamah konstitusi sangat penting untuk menegakkan supremasi hukum demi terciptanya keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum. Meskipun mahkamah konstitusi memiliki posisi yang sangat strategis dalam independensi dalam sistem demokrasi Indonesia, namun mahkamah konstitusi harus berupaya menjaga independensinya dari pengaruh politik. Dampak dari kontroversi ini tidak hanya terbatas pada internal MK, tetapi juga berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan dan demokrasi secara keseluruhan. Dalam rangka memulihkan kepercayaan publik dan menjaga integritas lembaga, diperlukan transparansi, akuntabilitas, dan intergritas dalam setiap putusan yang diambil oleh mahkamah konstitusi. Hanya dengan demikian, MK dapat mempertahankan perannya sebagai penegak hukum yang kredibel dan dapat dipercaya dalam menjamin keadilan dan supermasi hukum di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kontroversi dalam pilkada 2024 tidak hanya menunjukkan peran hukum dan undang-undang dalam menjaga keadilan, tetapi juga menunjukkan pentingnya menjaga independensi lembaga yudikatif. Dalam proses demokrasi, keadilan dan transparansi harus dipertahankan agar proses pemilihan kepala daerah dapat berjalan dengan baik dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik. Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi yang komprehensif dan serius terhadap aturan teknis pelaksanaan pilkada, serta penegakan hukum yang tidak terpengaruh oleh kepentingan politik. Dengan demikian, pilkada 2024 dapat berjalan dengan keadilan dan transparansi yang tinggi, serta menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi di Indonesia.