Konten dari Pengguna

Etika Pariwara Indonesia: Sudah Etis?

Miftahul Dzikri
Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Jakarta
4 Mei 2025 15:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Miftahul Dzikri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
foto by (miftahul dzikri)
zoom-in-whitePerbesar
foto by (miftahul dzikri)
ADVERTISEMENT
Etika Pariwara Indonesia: Sudah Etis? Layar televisi, linimasa media sosial, hingga baliho di sudut jalan tak pernah sepi dari gemerlap promosi Indonesia. Keindahan alam yang memukau, kekayaan budaya yang mempesona, dan keramahan masyarakat yang legendaris, semuanya diramu dalam visual dan narasi yang menggugah hasrat berlibur. Namun, di tengah hiruk pikuk industri periklanan yang kompetitif, sebuah pertanyaan mendasar kembali mengemuka: sudahkah etika menjadi kompas utama dalam setiap kreasi pariwara Indonesia?
ADVERTISEMENT
Pertanyaan ini menjadi relevan mengingat persaingan sengit dalam menarik perhatian konsumen, Dalam upaya menciptakan engagement dan konversi, terkadang batas antara kreativitas dan distorsi, antara promosi dan pembohongan, terasa begitu tipis. Kita menyaksikan representasi "produk" yang terlampau sempurna.
Dalam lanskap periklanan modern, godaan untuk melebih-lebihkan atau bahkan memanipulasi informasi demi clickbait atau perhatian sesaat sangatlah besar. Pariwara Indonesia pun tak luput dari tantangan ini, seperti iklan penumbuh rambut yang melebih lebihkan khasiat productnya dengan testimoni yang sangat baik dan ketika realitas yang dihadapi konsumen jauh berbeda dari ekspektasi yang dibangun oleh iklan, bukan hanya kekecewaan yang timbul, namun juga erosi kepercayaan terhadap industri periklanan secara keseluruhan.
Lebih jauh, etika pariwara dalam konteks periklanan juga menyentuh isu tanggung jawab sosial dan lingkungan. Sebagai bagian dari industri yang memiliki dampak signifikan terhadap kepercayaan yang dipromosikan, iklan seharusnya turut mengedukasi dan mendorong praktik periklanan yang berkelanjutan. Namun, seringkali iklan hanya fokus pada keindahan visual dan pengalaman konsumtif, tanpa menyoroti pentingnya menjaga kepercayaan dan integritas dari brand maupun konsumen.
ADVERTISEMENT
Penggunaan citra dalam iklan juga menjadi area krusial yang memerlukan kepekaan etis. Apakah representasi tersebut adil, bermartabat, dan tidak terjebak dalam stereotip yang merugikan? Prinsip informed consent dan penghormatan terhadap nilai-nilai kejujuran harus menjadi landasan utama dalam setiap visual dan narasi yang bangun.
Tentu, di tengah gempuran iklan yang terkadang problematik, masih banyak profesional periklanan dan pelaku industri yang menyadari pentingnya etika sebagai fondasi jangka panjang. Mereka berupaya menciptakan kampanye yang jujur, bertanggung jawab, dan memberikan informasi yang akurat kepada khalayak luas. Namun, upaya individu dan kelompok tertentu saja tidak cukup. Dibutuhkan kesadaran kolektif dan regulasi yang jelas dalam industri periklanan terkait promosi dalam segala sektor dengan aturan main yang lebih terstruktur dan mengikat.
ADVERTISEMENT
"Etika Pariwara Indonesia: Sudah Etis?" adalah pertanyaan yang menantang industri periklanan untuk merefleksikan perannya dalam memajukan pariwisata secara bertanggung jawab. Lebih dari sekadar menciptakan awareness dan menarik minat, pariwara memiliki kekuatan untuk membentuk persepsi dan mempengaruhi perilaku pasar. Oleh karena itu, etika seharusnya bukan hanya menjadi pertimbangan sampingan, melainkan inti dari setiap strategi dan eksekusi kampanye periklanan di Indonesia. Mari bergandengan tangan, para pelaku industri periklanan dan pariwisata, untuk memastikan bahwa setiap promosi yang kita hadirkan tidak hanya memukau, tetapi juga dapat dipertanggungjawabkan secara etis, demi citra periklanan Indonesia yang lestari dan bermartabat.
Miftahul Dzikri 2201040047
Universitas Muhammadiyah Jakarta