news-card-video
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Masyarakat Juga Bisa Rugi Akibat Restrukturisasi Kredit di Masa Pandemi

Annisa Miftahurrohmah Mahasiswa PKN STAN
Jurusan Manajemen Keuangan, PKN STAN
25 Juni 2020 5:57 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Annisa Miftahurrohmah Mahasiswa PKN STAN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di masa pandemi COVID-19 ini, banyak masyarakat yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Tak sedikit dari mereka mangkrak dari dunia usaha dan kehilangan pekerjaan. Bagi orang-orang yang masih dapat bekerja pada masa pandemi, maka mengelola keuangan dengan sebaik-baiknya adalah hal yang tepat untuk dilakukan. Namun hal ini menjadi tidak mudah bagi mereka yang mengajukan pinjaman ke bank. Pandemi COVID-19 telah memperkeruh dunia usaha sehingga pendapatan bisnis mengalami penurunan. Maka dari itu, kebijakan restrukturisasi kredit sangat dibutuhkan untuk menjawab persoalan ini. Namun, apakah pelaksanaan dari kebijakan ini sepenuhnya memberikan keuntungan bagi masyarakat?
ADVERTISEMENT
Sebelum membahas lebih lanjut hal tersebut, kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu restrukturisasi kredit dan bagaimana kebijakan restrukturisasi kredit yang berikan bank dan lembaga keuangan kepada masyarakat di masa pandemi COVID-19.
Apa yang Dimaksud dengan Restrukturisasi Kredit?
Restrukturisasi kredit adalah salah satu upaya perbaikan yang dilakukan oleh bank untuk mempertahankan performa perkreditan terhadap nasabah yang berpotensi gagal bayar atau mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya.
Bagaimana Kebijakan Restrukturisasi Kredit di Masa Pandemi COVID-19?
OJK memberikan kelonggaran atau relaksasi kredit kepada usaha mikro dan usaha kecil (UMKM) untuk nilai di bawah Rp10 miliar baik kredit atau pembiayaan yang diberikan kepada debitur perbankan oleh bank maupun industri keuangan non-bank. Pernyataan ini telah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada siaran persnya, Selasa, 24 Maret 2020. Pemberian penundaan atas kredit sampai dengan 12 (dua belas) bulan dan penurunan bunga akan diberikan kepada debitur perbankan.
ADVERTISEMENT
Siapa Saja yang Berhak Mendapat Restrukturisasi Kredit?
Dituangkan dalam POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional, debitur yang berhak mendapatkan perlakuan khusus berupa keringanan kredit ini adalah debitur (baik personal maupun UMKM) dimana ia secara pribadi dan/atau usaha milik yang dimilikinya terkena dampak langsung maupun tidak langsung dari pandemi COVID-19 sehingga mengalami kesulitan untuk membayar cicilan kredit. Pemberian keringanan tersebut dilakukan dengan tidak melihat batasan plafon kredit/pembiayaan.
Sektor-sektor perekonomian yang terkena dampak pandemi COVID-19 antara lain transportasi, pariwisata, perhotelan, pengolahan, perdagangan, pertanian, dan Pertambangan.
Apa Saja Bentuk Restrukturisasi Kredit?
Bank dapat melakukan kebijakan restrukturisasi kredit misalnya melalui perpanjangan jangka waktu kredit, penurunan suku bunga kredit, pengurangan tunggakan pokok kredit, pengurangan tunggakan bunga kredit, penambahan fasilitas kredit, dan/atau pengalihan kredit menjadi Penyertaan Modal Sementara.
ADVERTISEMENT
Adakah Syarat yang Harus Dipenuhi untuk Mengajukan Restrukturisasi Kredit kepada Bank?
Kebijakan restrukturisasi kredit tidak serta merta diberikan begitu saja oleh bank. Pemberian keringanan dilakukan apabila terdapat kesulitan yang dialami debitur dalam membayar pokok dan/atau bunga kredit serta debitur mempunyai prospek usaha yang baik dan dinilai mampu membayar kewajiban setelah restrukturisasi kredit.
Bagaimana Proses Pengajuan Restrukturisasi Kredit?
1. Pertama-tama, debitur terlebih dahulu mengajukan permohonan restrukturisasi pada bank terkait dengan melengkapi data yang diminta. Hal ini dapat dilakukan secara online melalui email atau website yang ditetapkan oleh bank terkait tanpa harus bertatap muka.
2. Kemudian, bank selaku kreditur akan melakukan assessment terhadap beberapa hal, antara lain:
a) Apakah debitur termasuk pihak terdampak langsung atau tidak langsung dari pandemi COVID-19;
ADVERTISEMENT
b) Riwayat pembayaran pokok/bunga kredit; dan
c) Kejelasan atas penguasaan kendaraan debitur.
3. Selanjutnya, berdasarkan profil debitur, bank memberikan restrukturisasi untuk menentukan bentuk restrukturisasi atau tambahan waktu, dan jumlah yang dapat direstrukturisasi. Tentu saja hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan pendapatan debitur yang terdampak pandemi. Informasi atas persetujuan restrukturisasi tersebut selanjutnya dikirimkan secara online kepada debitur atau melalui website yang ditetapkan kreditur.

Alasan Masyarakat dapat Merugi Akibat Kebijakan Restrukturisasi Kredit

Mulanya, tujuan awal dari kebijakan restrukturisasi kredit ditujukan untuk pengusaha UMKM yang terdampak pandemi COVID-19. Akan tetapi, seiring waktu berjalan, ketetapan ini juga berlaku untuk pengusaha retail atau personal.
Kebijakan restrukturisasi kredit memang tampaknya membantu banyak masyarakat yang kesulitan membayar kewajiban akibat pandemi. Namun, apabila pengajuan permohonan keringanan tersebut tidak diimbangi dengan perencanaan keuangan masa depan yang baik dan pertimbangan yang matang, maka masyarakat justru akan merugi. Kerugian dapat terjadi salah satunya karena mereka tidak memperhatikan risiko-risiko yang akan mereka peroleh atas pengajuan keringanan tersebut.
ADVERTISEMENT
Beberapa risiko atas restrukturisasi kredit antara lain:
1. Durasi cicilan semakin panjang
Jika dalam kondisi normal seseorang memiliki cicilan selama 5 bulan, kemudian terjadi pandemi COVID-19 yang menyebabkan usahanya bangkrut ia mengajukan perpanjangan pembayaran cicilan selama 3 bulan, maka durasi waktu cicilannya menjadi 8 bulan.
Perpanjangan waktu ini mungkin terasa melegakan bagi masyarakat, namun justru akan menjadi beban berat apabila tidak ada perencanaan pembiayaan yang baik untuk melunasi cicilan.
2. Keringanan cicilan yang diberikan tidak menghapus kewajiban
Bentuk keringanan yang diberikan melalui restrukturisasi kredit dalam pembayaran cicilan memang terdengar melegakan. Namun, perlu diingat bahwa kebijakan ini hanya memberikan kelegaan sementara saja, tidak menghapus kewajiban yang harus dibayarkan.
Misalnya debitur memiliki cicilan selama 12 bulan sebesar Rp15.000.000. Ketika terjadi pandemi COVID-19, usahanya gulung tikar. Ia kemudian mengajukan perpanjangan jangka waktu kredit selama 3 bulan sehingga durasi cicilan kreditnya menjadi 15 bulan. Walaupun durasi pembayaran menjadi lebih panjang, hal ini tidak mengurangi besaran kewajiban yang harus dibayarkan debitur atas pinjamannya, yaitu sebesar Rp15.000.000.
ADVERTISEMENT
3. Tidak ada pengurangan suku bunga
Apabila selama restrukturisasi berjalan, bank yang bersangkutan tidak menetapkan pengurangan suku bunga, maka debitur dapat membayar lebih mahal.
Hal ini disebabkan karena sebagian besar bank menerapkan skema anuitas dalam pembayaran angsuran, yang berdampak pada pokok utang kembali besar dan bank mendahulukan pendapatan bunga.
Misalnya seorang debitur telah membayarkan cicilannya sampai bulan ke-8 dan sisa cicilan tersisa 4 bulan lagi dengan jumlah sebesar Rp 5.000.000. Sisa uang tersebut tidak langsung dibagi dengan sisa bulan, melainkan dihitung kembali dari semula seperti cicilan awal dan bunga per bulan kembali dikenakan.
4. Kemungkinan terjadinya efek Balloon Payment
Restrukturisasi kredit memiliki efek seperti layaknya meniup balon, diawal terlihat kecil namun diakhir menjadi besar. Misalnya debitur yang mendapat keringanan berupa pengurangan tunggakan pokok kredit, mungkin menjadi ringan selama beberapa bulan awal, namun ketika periode restruktrusasinya selesai dan semua terakumulasi di belakang, jumlahnya menjadi besar.
ADVERTISEMENT
Mempertimbangkan resiko sebelum melakukan tindakan sangat perlu adanya, misalnya dalam pengajuan keringanan kredit. Namun, masih banyak debitur yang tidak menyadari hal tersebut, mereka menganggap bahwa restrukturisasi kredit adalah alternatif kemudahan yang bisa didapatkan oleh semua pihak. Padahal jika menengok pada awal mula alasan kebijakan ini dilaksanakan, keringanan yang ditetapkan hanyalah ditujukan kepada para debitur yang terdampak pandemi COVID-19 saja.