news-card-video
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Apakah Etika Masih Tertanam di Era Global atau sudah Hilang?

Mika Sibuea
Mahasiswa Universitas Katolik Santo Thomas. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Prodi Manajemen
11 Maret 2025 11:05 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mika Sibuea tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
( sumber: https://pixabay.com/id/illustrations/sosial-media-media-sosial-4126418/ )
zoom-in-whitePerbesar
( sumber: https://pixabay.com/id/illustrations/sosial-media-media-sosial-4126418/ )
ADVERTISEMENT
Di era globalisasi, dunia semakin terhubung tanpa batas. Budaya, gaya hidup, dan tren dari berbagai belahan dunia dengan cepat masuk dan mempengaruhi masyarakat, terutama anak muda. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah nilai-nilai etika yang selama ini dijunjung tinggi masih bertahan, atau justru mulai luntur karena pengaruh globalisasi?
ADVERTISEMENT
Pengaruh Globalisasi terhadap Etika
Globalisasi membawa banyak perubahan, baik positif maupun negatif. Di satu sisi, akses informasi yang lebih luas membuat masyarakat lebih terbuka dan berpikir kritis. Namun, di sisi lain, arus budaya asing yang masuk sering kali berbenturan dengan norma-norma lokal. Misalnya, gaya komunikasi yang lebih bebas di media sosial sering kali mengaburkan batas antara kebebasan berekspresi dan etika berkomunikasi.
Contoh nyata adalah bagaimana penggunaan bahasa kasar atau ujaran kebencian semakin marak di dunia maya. Banyak yang menganggap hal ini sebagai kebebasan berekspresi, padahal bisa merusak nilai sopan santun yang sudah lama menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia.
Faktor yang Menyebabkan Pelunturan Etika
Di era globalisasi ini, banyak perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam hal etika dan perilaku sosial. Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan lunturnya etika, di antaranya:
ADVERTISEMENT
1. Media Sosial dan Anonimitas
Media sosial seperti Instagram, Twitter, dan TikTok memberikan kebebasan bagi penggunanya untuk berinteraksi tanpa harus bertemu langsung. Sayangnya, hal ini sering kali membuat orang merasa lebih bebas untuk berkata-kata tanpa mempertimbangkan perasaan atau dampak dari ucapannya.
Banyak orang yang berani mengomentari sesuatu dengan kasar atau menyebarkan berita bohong (hoaks) karena merasa tidak akan mendapatkan konsekuensi langsung. Anonimitas atau identitas yang tidak jelas di dunia maya juga membuat beberapa orang merasa tidak perlu bertanggung jawab atas apa yang mereka katakan. Akibatnya, norma kesopanan dalam berkomunikasi mulai terabaikan.
2. Pengaruh Budaya Pop
Film, musik, dan tren global dari negara lain sering kali membawa budaya dan cara hidup yang berbeda dengan budaya lokal. Misalnya, dalam beberapa film atau serial luar negeri, berbicara dengan nada tinggi kepada orang tua atau guru dianggap biasa. Namun, dalam budaya Indonesia, hal itu dianggap kurang sopan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, gaya hidup bebas yang ditampilkan dalam budaya pop sering kali diikuti tanpa disaring terlebih dahulu. Banyak anak muda yang lebih tertarik mengikuti tren dari luar tanpa memikirkan apakah hal tersebut sesuai dengan nilai dan norma di lingkungan mereka. Jika tidak ada pemahaman yang baik, budaya asing ini bisa membuat generasi muda melupakan etika yang telah diajarkan sejak kecil.
3. Kurangnya Pendidikan Etika
Di sekolah, pelajaran lebih banyak berfokus pada akademik seperti matematika, sains, dan bahasa. Sementara itu, pendidikan tentang etika, moral, dan budi pekerti sering kali tidak diajarkan secara mendalam atau bahkan dianggap tidak terlalu penting.
Padahal, pendidikan etika sangat diperlukan agar anak-anak dan remaja bisa memahami bagaimana cara bersikap yang baik, menghormati orang lain, dan bertanggung jawab atas tindakan mereka. Jika pendidikan etika kurang diberikan, maka anak muda cenderung meniru apa yang mereka lihat di lingkungan atau media sosial tanpa memahami mana yang benar dan mana yang salah.
ADVERTISEMENT
4. Gaya Hidup Modern
Kemajuan teknologi dan perubahan pola hidup membuat banyak orang lebih fokus pada diri sendiri daripada lingkungan sekitar. Individualisme semakin kuat, yang berarti orang lebih memikirkan kepentingan pribadi dibandingkan kebersamaan.
Contohnya, di masa lalu, orang sering berkumpul dengan keluarga besar dan saling berbagi cerita. Namun sekarang, banyak yang lebih sibuk dengan ponsel mereka masing-masing, bahkan saat sedang makan bersama. Kebiasaan seperti menyapa tetangga atau berbicara dengan sopan kepada orang lain pun mulai berkurang. Jika ini terus terjadi, nilai-nilai kebersamaan dan rasa saling menghormati bisa semakin pudar.
Banyak faktor yang menyebabkan lunturnya etika dalam kehidupan sehari-hari, terutama karena pengaruh teknologi, budaya asing, kurangnya pendidikan etika, dan perubahan gaya hidup. Namun, hal ini bukan berarti etika tidak bisa dipertahankan. Dengan kesadaran dari individu, dukungan keluarga, serta pendidikan yang baik, nilai-nilai etika tetap bisa dijaga meskipun zaman terus berubah.
ADVERTISEMENT