Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Period Poverty: Tantangan Akses Sanitasi yang Bersih
16 Januari 2024 5:44 WIB
Tulisan dari Mikaila Acelin Sayidina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Menstruasi, disebut sebagai salah satu kodrat wanita. Sebagian wanita di dunia ini mengalami menstruasi. Namun, apakah wanita yang mengalami menstruasi ini bisa mengakses produk menstruasi? Nyatanya, menurut data World Bank, kira-kira ada 500 juta orang di dunia tidak mempunyai akses terhadap produk-produk menstruasi dan fasilitas yang memadai untuk manajemen kebersihannya. Fenomena ini disebut dengan period poverty.
ADVERTISEMENT
Period poverty atau kemiskinan menstruasi merupakan hal yang belum populer kita dengar namun hal ini nyata adanya. Kemiskinan menstruasi merupakan kondisi di mana perempuan tidak bisa mengakses produk menstruasi, sanitasi yang bersih, bahkan pendidikan tentang menstruasi. Fenomena ini tentu saja berdampak kepada kesehatan perempuan, secara fisik dan mental.
Tidak hanya kemiskinan menstruasi, stigma buruk terhadap menstruasi juga memperkeruh kasus ini. Pasalnya, menstruasi dianggap sebagai ‘aib’. Wanita yang sedang menstruasi dianggap tidak suci dan bahkan di Nepal, mereka diasingkan di sebuah gubuk. Apabila disebutkan menstruasi itu adalah kodrat wanita, mengapa wanita yang menstruasi diperlakukan buruk? Di sini tentu saja pentingnya peran pendidikan untuk membentuk masyarakat yang aware terhadap menstruasi.
1. Relevansi dengan SDGs
ADVERTISEMENT
SDG 1: No Poverty
Membicarakan tentang kemiskinan menstruasi, tentu saja ada kaitannya dengan kemiskinan. Dikutip dari BPS, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk dikategorikan sebagai penduduk miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Dengan ketidakmampuannya ini, masyarakat miskin tentu saja memilih untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka seperti makan dan minum. Jangankan untuk membeli produk menstruasi, untuk bersekolah saja mereka tidak memikirkan hal itu. Mereka hanya berpikir bagaimana untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari.
SDG 3: Good Health and Well-being
Kurangnya akses terhadap pengetahuan tentang menstruasi, akan membuat perempuan tidak mengetahui banyak tentang menstruasi. Tidak hanya itu, kurangnya akses terhadap sanitasi yang bersih berpengaruh di sini. Hal itu membuat orang-orang yang sedang menstruasi mungkin terpaksa menggunakan bahan-bahan yang tidak memadai untuk membuat produk-produk darurat atau menggunakan produk-produk menstruasi untuk jangka waktu yang lama—dalam kedua kasus tersebut, meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi reproduksi dan saluran kemih serta dampak berbahaya lainnya.
ADVERTISEMENT
SDG 4: Quality Education
Sejak sekolah dasar, kita mempelajari mata pelajaran IPA tentang kesehatan reproduksi. Namun, nyatanya tidak semua orang mempelajari itu. Tidak semua anak kecil, terutama perempuan, bersekolah dan mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi. Selain itu, perlu ditanamkan juga kepada anak-anak yang masih sekolah bahwasanya menstruasi adalah hal yang normal, sehingga tidak ada kasus perempuan dikucilkan akibat menstruasi. Di Nepal, wanita diusir ke gubuk ketika sedang menstruasi karena dianggap tidak suci.
SDG 5: Gender Equality
Stigma buruk tentang menstruasi masih umum ditemukan di masyarakat. Stigma yang melekat pada menstruasi atau ketidakmampuan untuk membeli produk menstruasi membuat anak perempuan tidak bisa bersekolah, membuat mereka lebih berisiko menikah di bawah umur, mengalami kehamilan dini, kekurangan gizi, kekerasan dalam rumah tangga, dan komplikasi kehamilan. Dikutip dari OHCHR, Dr. Natalia Kanem, Direktur Eksekutif UNFPA, mengatakan menstruasi terus menjadi sasaran diskriminasi dan penghinaan. Tabu sosial dan stereotip gender yang menstigmatisasi menstruasi sebagai hal yang kotor, banyak orang mengalami menstruasi dengan rasa malu dan tidak memiliki akses terhadap sumber daya yang diperlukan untuk mengelola kesehatan menstruasi mereka dengan aman. Menstruasi adalah masalah hak asasi manusia. Ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat dan pembangunan.
ADVERTISEMENT
SDG 6: Clean Water and Sanitation
Akses terhadap air bersih yang diperlukan untuk mencuci diri dan perlengkapan menstruasi, serta fasilitas sanitasi yang memadai, sering kali terbatas. Akibatnya, banyak perempuan terpaksa mengandalkan sumber daya yang tidak aman atau tidak higienis selama menstruasi mereka, yang pada gilirannya dapat meningkatkan risiko infeksi dan masalah kesehatan lainnya. Menurut UNICEF, terdapat 2,8 miliar manusia di dunia ini yang tidak memiliki akses terhadap air bersih.
2. Kemiskinan Menstruasi Menurut Perspektif Feminisme
Menurut perspektif feminisme, kemiskinan adalah ketidakadilan gender di bidang ekonomi dan sosial. Bagi perempuan, kemiskinan yang dialami lebih dari sebatas ketertinggalan ekonomi. Buruknya kondisi perempuan menurunkan kualitas hidup sebagai anggota masyarakat yang masuk dalam kategori miskin. Rendahnya akses perempuan terhadap pelayanan public, sumber daya ekonomi, kepemimpinan dan partisipasi dalam politik dalam rangka memenuhi kebutuhannya sebagai manusia yang bermartabat merupakan salah satu akar pemiskinan. Situasi buruk lainnya yang dihadapi oleh perempuan dan anak perempuan adalah kekerasan, kejahatan seksual, beban kerja ganda serta penempatan mereka sebagai komoditas dan obyek. Situasi dan proses inilah yang dinamakan dengan feminisasi kemiskinan. i Dalam konteks kemiskinan menstruasi, perempuan seringkali kesulitan mengakses produk menstruasi yang aman dan terjangkau. Hal ini disebabkan oleh ketidaksetaraan gender, di mana perempuan seringkali mendapatkan upah yang lebih rendah dan memiliki akses yang terbatas terhadap sumber daya ekonomi. Selain itu, masih di dalam konteks kemiskinan menstruasi, perempuan tidak memiliki akses terhadap kesehatan reproduksi yang mumpuni, informasi menstruasi, bahkan air bersih yang seharusnya bisa menjadi kebutuhan pokok manusia.
ADVERTISEMENT
3. Solusi untuk Kemiskinan Menstruasi
Membicarakan solusi, stakeholders bisa berperan di dalam kasus ini. Pemerintah harus membuka mata terkait dengan kasus ini sehingga bisa ada kebijakan terkait kemiskinan menstruasi karena ini menyangkut kesehatan pada wanita. Dalam hal ini pemerintah bisa melakukan pembagian produk menstruasi secara gratis kepada masyarakat yang membutuhkan, seperti yang dilakukan di Ontario, Kanada. Stephen Lecce, Menteri Pendidikan, mengumumkan bahwa Pemerintah Ontario akan mendistribusikan enam juta produk menstruasi gratis per tahun kepada dewan sekolah melalui kemitraan baru dan inovatif dengan Shoppers Drug Mart yang dirancang untuk meningkatkan akses terhadap produk menstruasi. Institusi internasional seperti UN Women juga bisa berperan di sini. Sebagai organisasi wanita, UN Women bisa melakukan sosialisasi dan pemberian informasi terhadap fenomena ini sehingga banyak masyarakat yang terbuka pikirannya tentang hal ini dan mulai aware.
ADVERTISEMENT
Referensi:
“Badan Pusat Statistik,” n.d. Diakses 3 November 2023 https://www.bps.go.id/subject/23/kemiskinan-dan ketimpangan.html.
“Billions of People Will Lack Access to Safe Water, Sanitation and Hygiene in 2030 Unless Progress Quadruples – Warn WHO, UNICEF,” n.d. Diakses 4 November 2023 https://www.unicef.org/press-releases/billions-people-will-lack access-safe-watersanitati on-and-hygiene-2030-unless.
Geng, Caitlin. “What to Know about Period Poverty,” September 16, 2021. Diakses pada 1 November 2023 https://www.medicalnewstoday.com/articles/period-poverty.
Hub, IISD’s Sdg Knowledge. “Generation 2030: The Cost of a Period: The SDGs and Period Poverty | SDG Knowledge Hub | IISD,” n.d. Diakses pada 1 November 2023 https://sdg.iisd.org/commentary/generation-2030/the-cost-of-a-period-the-sdgs-andperiodpoverty/#:~:text=The%20deprivations%20associated%20with%20period,(clean%20water%20and%20sanitation).&text=Lack%20of%20access%20to%20period,to%20financial% 20and%20physical%20barriers.
Jaafar, H., Ismail, S. Y., & Azzeri, A. (2023). Period Poverty: A Neglected Public Health Issue. Korean journal of family medicine, 44(4), 183–188. https://doi.org/10.4082/kjfm.22.0206
ADVERTISEMENT
Michel J, Mettler A, Schönenberger S, Gunz D. Period poverty: why it should be everybody’s business. Journal of Global Health Reports. 2022;6:e2022009. doi:10.29392/001c.32436
OHCHR. “Removing the Shame and Stigma from Menstruation,” n.d. Diakses 4 November 2023 https://www.ohchr.org/en/stories/2022/07/removing-shame-and-stigma-menstruation.
“Ontario Newsroom,” n.d. Diakses 4 November 2023 https://news.ontario.ca/en/release/1000941/ontario-launches-free-menstrual-products-in-schools.
Perempuan, Redaksi Kapal. “Feminisasi Kemiskinan.” KAPAL Perempuan, January 27, 2017. Diakses pada 4 November 2023 https://kapalperempuan.org/feminisasi-kemiskinan/.
“Uganda Must Tackle Period Poverty to Achieve SDGs, Education Ministry Warns | MHDay,” n.d. Diakses pada 1 November 2023 https://menstrualhygieneday.org/uganda-must-tackleperiod-poverty-to-achieve-sdgs-education-ministry-warns/.
Ula, Firda Ainun. “Rifka Annisa - Period Poverty : Krisis Kesehatan Yang Tabu Untuk Dibicarakan,” August 28, 2023. Diakses pada 1 November 2023 https://www.rifkaannisa.org/id/component/k2/item/808-period-poverty-krisis-kesehatan-yang-tabu-untukdibicarakan