Konten dari Pengguna

Presidential Threshold, Memperkuat atau Memperlemah Demokrasi Indonesia?

Mikhael Dwi Putra Zebua
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Udayana
2 Juli 2024 11:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mikhael Dwi Putra Zebua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
source: Freepik
zoom-in-whitePerbesar
source: Freepik
ADVERTISEMENT
Di tengah dinamika politik Indonesia, isu tentangatau ambang batas pencalonan presiden menjadi perbincangan hangat. Presidential threshold adalah syarat minimal jumlah dukungan yang harus diperoleh oleh partai politik atau koalisi untuk dapat mencalonkan seorang kandidat presiden. Di Indonesia, ambang batas ini telah menjadi kontroversi sejak diberlakukannya pada pemilu 2009.
ADVERTISEMENT
Sejarah dan Kontroversi
Ambang batas pencalonan presiden pertama kali diterapkan dalam UU Pemilu No. 10 Tahun 2008, yang kemudian dimodifikasi oleh UU No. 7 Tahun 2017. Menurut ketentuan tersebut, partai politik atau koalisi harus memperoleh minimal 20% kursi DPR atau 25% suara nasional untuk dapat mencalonkan seorang presiden dan wakil presiden.
Penerapan presidential threshold ini dimaksudkan untuk mendorong pembentukan koalisi yang solid dan terstruktur, serta untuk menghindari fragmentasi politik yang berlebihan. Namun, keberadaannya juga menuai kritik keras. Para kritikus menilai bahwa ambang batas ini dapat menjadi penghalang bagi partai-partai kecil atau baru untuk berkompetisi secara adil dalam arena politik nasional.
Dampak Positif
Masyarakat yang pro terhadap kebijakan presidential threshold berargumen bahwa keberadaannya dapat memperkuat stabilitas politik dan mengurangi potensi terjadinya pemerintahan yang lemah karena terlalu banyak partai dalam parlemen. Dengan mendorong partai untuk berkoalisi lebih besar, diharapkan pula bahwa kebijakan publik yang lebih konsisten dan berkelanjutan dapat dihasilkan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, presidential threshold juga dianggap dapat meningkatkan akuntabilitas karena partai-partai yang ingin mencalonkan presiden harus lebih mempertimbangkan platform dan kebijakan yang mereka usung, demi memperoleh dukungan yang cukup dari pemilih.
Dampak Negatif
Di sisi lain, banyak yang memandang bahwa presidential threshold dapat membatasi pluralisme politik dan meredam inovasi politik. Partai-partai kecil atau baru sering kali kesulitan untuk mencapai ambang batas yang ditetapkan, sehingga hal ini bisa memperburuk ketimpangan representasi dalam sistem politik Indonesia.
Kritik juga muncul terkait dengan keadilan politik, di mana beberapa pihak berpendapat bahwa presidential threshold dapat menjadi instrumen bagi partai politik yang dominan untuk memonopoli proses politik dan menghambat persaingan yang sehat.
Reformasi atau Pemantapan?
Perdebatan mengenai presidential threshold masih terus berlanjut di Indonesia. Beberapa kalangan mendukung adanya reformasi dalam aturan ini, seperti mengurangi ambang batas atau memberikan alternatif mekanisme bagi partai-partai kecil untuk tetap berpartisipasi dalam proses politik nasional. Di sisi lain, ada juga yang menekankan perlunya mempertahankan presidential threshold untuk menjamin stabilitas politik jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Keputusan mengenai masa depan presidential threshold akan memiliki implikasi yang luas terhadap dinamika demokrasi di Indonesia. Pentingnya menjaga keseimbangan antara stabilitas politik dan representasi yang inklusif menjadi tantangan utama bagi para pembuat kebijakan dan para pemangku kepentingan dalam menghadapi isu ini ke depan.
Dalam konteks globalisasi dan dinamika politik yang terus berubah, Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa setiap kebijakan politik yang diambil dapat memperkuat esensi dari demokrasi itu sendiri: partisipasi, pluralisme, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Secara keseluruhan, debat mengenai presidential threshold mencerminkan kompleksitas dari proses demokratisasi di Indonesia. Tantangan untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas politik dan inklusivitas politik adalah esensial bagi masa depan demokrasi Indonesia. Dengan melakukan dialog yang terbuka dan melibatkan seluruh elemen masyarakat, diharapkan bahwa kebijakan politik yang diambil dapat mencerminkan aspirasi masyarakat yang lebih luas untuk memiliki sistem politik yang adil dan transparan.
ADVERTISEMENT