Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pro Kontra UU Perizinan Pemeliharaan Satwa Liar
26 April 2024 9:07 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari mikhalajaret tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masih menjadi perdebatan ditengah masyarakat apakah memelihara satwa liar secara pribadi lebih memberikan manfaat atau justru membawa banyak permasalahan. Alasan dari orang memelihara satwa liar sebenarnya beraneka ragam, salah satunya adalah sebagai wujud dari upaya untuk melakukan konservasi, ada juga yang memelihara satwa liar sebagai bentuk hobi terhadap Binatang, dan bahkan untuk beberapa orang memandang memelihara satwa liar menunjukan status atau kelas sosial seseorang. Lantas di Indonesia sendiri adakah undang-undang yang mengatur tentang pemeliharaan hewan liar dirumah?
ADVERTISEMENT
Di Indonesia sebenarnya berupaya untuk melindungi satwa liar hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 dimana menggolongkan satwa liar kedalam dua golongan, yaitu satwa liar yang dilindungi dan yang tidak. Terdapat pula peraturan yang mengatur tentang pemeliharaan satwa liar yang dituliskan Pasal UU No. 5 Tahun 1990 dan 21 ayat (2) UU5/1990 yang mengatakan bahwa apabila seorang warga negara Indonesia tanpa kecuali memelihara satwa liar dan mengalami kematian maka akan mendapatkan sanksi setelah dilakukan obeservasi kepada satwa liar yang mati dan apabila terbukti melakukan pelanggaran pasal tersebut maka akan mendapatkan sanksi berupa pidana penjara paling lama 5 tahun dan dena paling banyak 100 juta sebagaimana dijelaskan dalam pasal 40 ayat (2) UU5/1990. Selain itu pada Pasal 21 ayat 2 UU5/1990 juga menjelaskan bahwa terdapat pengecualian untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan dan penyelamatan. Walaupun sudah ada paying hukum yang melindungi satwa liar, nyatanya Indonesia masih dikenal sebagai negara yang memiliki daftar panjang kasus perburuan liar dan rusaknya habitat yang membuat beberapa spesies terancam punah.
ADVERTISEMENT
Lutfi Efendi mengatakan bahwa dengan adanya undang-undang yang menyetujui seseorang untuk memelihara satwa liar memberikan celah seseorang tersebut melakukan pelanggaran. Maka diperlukan koloborasi yang ketat antara pemilik satwa untuk melakukan sesuai dengan apa yang dituliskan didalam undang-undang dan pemerintah sebagai pengawas. Ini merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah sebagai usaha dalam menjaga kelestarian satwa dan pemberian atas pemberian izin kepada seseorang untuk memelihara satwa liar. Pengawasan ini bertujuan untuk mencegah adanya kesalahan dalam memelihara satwa liar, perdagangan illegal, dan penyebaran penyakit. Selain izin dan lisensi, pengalaman, fasilitas yang memenuhi standar, dan kepatuhan terhadap peraturan terdapat beberapa persyaratan lainnya seperti :
1. Satwa liar yang boleh dipelihara merupakan hewan yang didapatkan secara langsung didalam penangkaran bukan hasil buruan di alam terbuka.
ADVERTISEMENT
2. Satwa liar yang diperbolehkan dipelihara yang didapatkan dari penakaran merupakan kategori F2. Hewan yang termasuk kedalam kategori F2 merupakan hewan generasi ke 3, yang mana merupakan cucu dari generasi pertama yang di pelihara dipenangkaran.
3. Satwa liar yang legal untuk dipelihara juga harus memenuhi kategori Appendix 2. Untuk hewan dengan kategori Appendix 1 belum dapat dipelihara meskipun sudah melalui proses penangkaran karena hewan tersebut hawus dikonservasi.
4. Kategori Hewan Appendix 2 yakni hewan yang dilindung dari alam dan boleh dipelihara maupun dijual belikan Ketika memeliki keturunan dan termasuk kegalam kategori F2. Contoh dari kategori ini yakni burung elang, burung jalak bali, dan bauta muara.
5. Kategori Hewan Appendix 1 yakni hewan yang sudah ditangkaran tetepai jumlahnya kurang dari 80 ekor sehingga harus tetap berada di kawasan konservasi. Contohnya Harimau Sumatera, Macan Dahlan dan anoa.
ADVERTISEMENT
Kesejahteraan hewan (Animal Welfare) adalah bentuk hak asasi hewan yang ditargetkan pada hewan-hewan yang terintervensi manusia. Animal welfare mengatakan setidaknya ada 5 hak-hak dan kebebasan hewan, yaitu : (1) bebas dari rasa lapar dan haus, (2) bebas dari rasa panas dan tidak nyaman, (3) bebas dari luka penyakit dan sakit, (4) bebas dari rasa takut dan penderitaan, dan (5) bebas mengekspresikan perilaku normal dan alami. Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) merupakan lembaga international yang bertujuan memberikan perlindungan pada spesies tumbuhan dan satwa liar terhadap perdagangan internasional. CITES pernah memberikan ancaman total trade ban karena menilai peraturan yang ada masih kurang memadai untuk mendukung implementasi CITES dan pemerintah cenderung lebih mengutamakan kepentingan ekonomi dari tumbuhan dan satwa liar tersebut.
ADVERTISEMENT
International Animal Rescue (IAR) Indonesia mencatat lebih dari 80% satwa yang diperdagangkan secara daring atau pasar merupakan hasil tangkapan dari alam liar. Bahkan kasus kejahatan ini menduduki posisi kedua setelah kejahatan narkotia secara global. Kementerian Lingkungan Hiduo dan Kehutanan menyebutkan negara mengalami kerugian mencapai Rp 13 Trilliun pertahunnya atas perdagangan satwa liar ilegal. Selain itu, perdagangan satwa liar juga sudah menyebabkan dua pertiga populasi satwa liar didunia telah menghilang. Pada tahun 2022 saja sudah ditemukan perdagangan satwa liar yang dilindungi dalam 638 akun. Tidak hanya perdagangan liar, permasalahan konservasi satwa liar juga terjadi pada eksploitasi hewan. Terdapat beberapa content creator yang melibatkan satwa liar peliharannya untuk dijadikan objek konten yang diunggah di media sosial.
ADVERTISEMENT
Unggahan satwa liar sebagai peliharaan ini terus meningkat sejalan dengan perdagangan satwa liar yang juga meningkat. Salah satu kasusnya adalah kepelikan bayi monyet yang pada tahun tahun 2019 terdapat 250 unggahan dan pada 2020 mengalami kenaikan menjadi 1.000. Mengunggah satwa liar sebagai peliharaan ke media sosial dinilai sebagai bentuk eksploitasi karena termasuk kedalam penyiksaan terhadap satwa. SMACC (Social Media Animal Cruelty Coalition), terdapat beberapa jenis-jenis penderitaan yang dialami oleh satwa, salah satunya adalah satwa liar sebagai peliharaan (SMACC, 2021). Satwa liar sebagai peliharaan dianggap sebagai kekejaman yang ambigu dan tidak sengaja, namun hal ini juga mempromosikan aktivitas kejam dan ilegal di belakang layar, termasuk di dalamnya penangkapan dan perdagangan satwa liar (SMACC, 2021:19). Populernya konten satwa liar sebagai sebagai peliharaan juga dikhawatirkan mempengaruhi sikap masyarakat yang kemudian menganggap hal tersebut lazim dan bukan sebuah masalah.
ADVERTISEMENT
Maka penting untuk menilai apakah implementasi UU Nomor 5 tahun 1990 sudah berjalan dengan benar karena ternyata permasalahan satwa liar ini masih menjadi polemic bangsa. Terdapat juga kendala dalam mengimplementasikan undang-undang ini seperti terbatasnya sumber daya manusia yang kemudian menyulitkan mengelola Kawasan konservasi sehingga tidak fungsinya tidak berjalan maksimal. Terbatasanya sistem koordinasi dan kerjasama antarpihak yang berwenang, regulasi pemanfaatan satwa liar yang belum cukup jelas menimbulkan dalam hal menjalankan tugas dan fungsinya, rendahnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya konservasi, eksploitasi besar-besaran sumber daya alam, masih memandang memelihara satwa liar sebagai penentu status sosial, perdagangan illegal dan penangkapan yang tidak ramah lingkungan.
References :
Arief Budiman., (2014). PELAKSANAAN PERLINDUNGAN SATWA LANGKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA (STUDI DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH I SURAKARTA BALAI KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM JAWA TENGAH). Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
ADVERTISEMENT
Lathifah. H, Munsharif. A. C, Jawade. H., (2020). Pelaksanaan Perlindungan Satwa Liar yang Dilindungi Menurut Hukum Indonesia dan Hukum Internasional. Seminar Nasional Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai. Hlm 162-167.
Sifa’ Ulya. S, Emy. R. The Government's Accountability in Granting Permits for Keeping Protected Wildlife as Pets [Pertanggungjawaban Pemerintah dalam Memberikan Izin Kepada Pemelihara Satwa Liar yang Dilindungi Menjadi Binatang Peliharaan]. Jurnal Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Hlm. 1-5.
Wellson. S, Maria. V Gandha. (2015). Pusat Edukasi Tentang Hewan Peliharaan di Kelapa Gading. Jurnal Kajian Teknologi Vol. 11 No.1. hlm. 28-29.