Konten dari Pengguna

Perlawanan Masyarakat Indonesia terhadap Agresi Militer Belanda di Surakarta

Mila Nurifatul Imanah
Mahasiswi Sejarah Universitas Negeri Semarang
1 Mei 2022 14:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mila Nurifatul Imanah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Perjuangan rakyat indonesia bertahan ditengah agresi Belanda (Foto : Mila Nurifatul Imanah)
zoom-in-whitePerbesar
Perjuangan rakyat indonesia bertahan ditengah agresi Belanda (Foto : Mila Nurifatul Imanah)
ADVERTISEMENT
Pada masa revolusi kemerdekaan, masyarakat memiliki peran besar dalam perjuangan kemerdekaan. Masyarakat saling membantu dalam melawan pasukan militer Belanda. Tidak hanya dari pasukan militer Indonesia, ada juga yang tergabung dalam laskar pelajar yang dikenal dengan Tentara Pelajar, Laskar Kere, Laskar Wanita, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Selama masa Revolusi tahun 1945-1949, kota Surakarta dijadikan pusat komunis, perang antar kelas, penculikan, dan kegiatan anarki. Kegiatan radikal ini yang membuat golongan kiri dengan cepat dalam menggulingkan pemerintahan nasional pada tahun 1946 dan 1948.
Sebelum Belanda memasuki kota Solo, TNI menggunakan taktik bumi hangus dan membakar kota yang bertujuan untuk memperlambat gerak dari pasukan Belanda memasuki kota Solo.
Belanda baru bisa memasuki kota Solo setelah 2 hari berusaha mencari jalan masuk yaitu pada 21 desember 1948. Semenjak Belanda memasuki dan menyerang kota Solo dalam agresi militer ke II, perang gerilya dijadikan metode perang saat itu.
Agresi militer Belanda II di kota Surakarta terbagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah basis gerilya, wilayah yang diduduki Belanda, dan wilayah yang tidak dikuasai oleh salah satu pihak. Wehr Kreise adalah Wilayah yang akan melakukan peperangan secara sendiri-sendiri dan tidak tergantung satu sama lain atau pada markas besarnya.
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 22 Desember 1949, diadakan pertemuan Kantor Pusat Daerah (KPD). Kota Solo dan sekitarnya (radius 15 km) pada awalnya dibagi empat kabupaten, yang pusatnya adalah Pasar pon. Namun, pada tanggal 8 Februari 1949 dibentuk lagi Rayon V. Dikarenakan banyaknya anak TP yang berjuang di dalam kota Solo.
Selain perang, Indonesia telah menempuh jalur diplomatik untuk menyelesaikan masalah dengan Belanda. Perjanjian Roem Royen yang terjadi pada 14 April 1949 membahas rencana gencatan senjata. Menanggapi rumor yang mengemuka selama negosiasi, tidak ada hasil yang diperoleh, tetapi Mayor Ahmadhi memutuskan rencana masuk ke kota di daerah "Stra 15km" dari kota Solo jika terjadi serangan senjata.
Namun, hasil keputusan Roem Royen sangat membebani kota Solo. Karena kembalinya Yogyakarta ke Republik Indonesia pada tanggal 29 Juni 1949, pasukan di wilayah Yogyakarta harus mundur dari Yogyakarta dan ditempatkan di Solo. Komplemen unit ini mencapai empat batalyon.
ADVERTISEMENT
Gubernur militer mengeluarkan instruksi No 16A. tanggal 10 Juni 1949 yang memerintahkan untuk pertempuran 4 hari di kota Solo pada bulan agustus 1949. Perintah itu di laksanakan oleh rayon untuk menyerang pos-pos dan patrol Belanda, serangan dilakukan secara gencar siang dan malam.
Perintah serangan secara besar-besaran ini merupakan serangan umum yang ke III, sebab sebelumnya sudah pernah diadakan serangan secara besar-besaran terhadap kedudukan Belanda.
Serangan umum pertama pada tanggal 8 Februari 1949 dan serangan umum kedua pada 2 mei 1949, maupun serangan terus menerus terhadap pasukan Belanda semenjak memasuki kota Solo. Puncak dari kedua serangan tersebut adalah serangan umum yang pada tanggal 7 Agustus 1949.
Serangan itu diluncurkan pada pukul 06:00 pada tanggal 7 Agustus 1949, pada saat yang sama terhadap posisi Belanda dikota Solo. Serangan umum dipimpin oleh Letnan Kolonel Slamet Riyadi, dan kota Solo dikepung di semua sisi oleh anggota gerilya yang menyerbu kota pada pagi hari.
ADVERTISEMENT
Pasukan dari masing-masing tim saat itu tersebar di seluruh kota dengan berbagai senjata. Mereka bertekad menguasai kota Solo. Tembakan mulai semakin intens, disusul dengan rentetan ledakan. Serangan mendadak itu mengejutkan Belanda dan mendesak mereka untuk mengundurkan diri dan tinggal di markas masing-masing.
Dalam menghadapi serangan yang dilancarkan pada tanggal 7 Agustus 1945, Belanda mengerahkan seluruh angkatan udara. Tentara Belanda menurunkan enam orang pejuang dan melancarkan serangan balik, tanpa pandang bulu melancarkan pengeboman dan menimbulkan banyak korban jiwa.
Pasukan-pasukan tentara pelajar dengan peralatan seadanya terus menerus menyerang markas Belanda, kemudian masuk ke kampung-kampung bersama rakyat. Perang yang tiada henti ini terus dilanjutkan hingga Belanda terpojok dan tersudut tak berdaya. Mereka terkepung dan tidak dapat keluar dari kota Solo. Belanda yang semakin terdesak hanya bisa berada dalam tangis.
ADVERTISEMENT
Pertempuran terus berlanjut sampai pada puncaknya tanggal 10 Agustus 1949 tengah malam. Kemudian Soekarno pada 3 Agustus 1949 memerintahkan untuk menghentikan tembak menembak atau Cease fire untuk seluruh wilayah Indonesia yang diumumkan melalui Radio. Berakhirnya serangan umum secara otomatis menandakan berakhirnya penjajahan Belanda di kota Solo.
Sumber :
Rahmawati, Sri Bulan. 2016. Pertempuran Empat Hari di Kota Surakarta Tahun 1949.
Rochwulaningsih, Yeti. Sekitar Serangan Empat Hari Surakarta (7-10 agustus 1949). Fakultas Satra Undip, Semarang.