"30 Hari Bercerita", Sebuah Solusi untuk Berhenti Malas Menulis

14 Januari 2018 17:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
30 Hari Bercerita. (Foto: dok. Rizky Ramadhan)
zoom-in-whitePerbesar
30 Hari Bercerita. (Foto: dok. Rizky Ramadhan)
ADVERTISEMENT
Tulisan terkadang dapat berperan sebagai penyampai pesan dan perasaan yang paling ampuh. Sayangnya, sering kali rasa malas mengurungkan niat seseorang untuk menulis.
ADVERTISEMENT
Sebuah program kreatif bernama “30 Hari Bercerita” mungkin bisa membantu kamu untuk sedikit demi sedikit menghilangkan rasa malas dalam menulis.
Melalui akun Instagram bernama @30haribercerita, program yang diinisiasi oleh Rizki Ramadhan tersebut, mampu mengajak para warganet untuk menulis dan berbagi cerita dengan rutin selama satu bulan penuh.
Berbicara kepada kumparan (kumparan.com) pada Minggu (14/1) siang, pria yang akrab disapa Kiram itu mengatakan kalau dirinya sudah memulai 30 Hari Bercerita sejak tahun 2012 lalu. Menurutnya, hal tersebut berawal dari ide iseng hasil kegelisahan yang dialaminya saat merasa sangat malas untuk menulis di blog.
“30 Hari Bercerita pertama kali saya bikin tahun 2012. Atas nama iseng-iseng. Haha. Jadi, saya kan suka ngeblog tapi di saat itu ngerasa malas banget nulis. Ada saja alasan untuk menunda-nunda ngeblog,” kata Kiram.
ADVERTISEMENT
“Dari situ tercetuslah ide untuk buat program menulis rutin selama sebulan penuh. Tadinya cuma mikir untuk diri saya sendiri. Tapi, saya ingat, teman-teman saya yang sebenarnya punya blog dan sempat rutin ngeblog, juga kerap ngeluh tiap kali ia meninggalkan blogging dalam periode tertentu dan susah untuk memulainya,” tambah dia.
Pada awalnya, 30 Hari Bercerita menggunakan platform blog sebagai media untuk berbagi cerita. Kemudian, setelah sempat terhenti selama empat tahun, Kiram kembali melanjutkan program tersebut dengan berpindah menggunakan Instagram atas saran dari seorang teman.
“Saya diskusi dengan teman saya, Jeanett namanya. Dia mengusulkan untuk membuatnya di Instagram. Saya sepakat. Instagram memang lebih mengutamakan visual, tapi ia memungkinkan pengguna untuk menulis caption agak panjang,” tutur Kiram.
ADVERTISEMENT
Dengan cara yang sama seperti pada tahun 2012, mereka yang ingin turut serta pun diharuskan mendaftarkan diri terlebih dahulu, sekadar untuk menunjukkan tekad dalam mengikuti program yang diadakan pada setiap bulan Januari tersebut.
Sambutan para warganet terhadap program ini positif. Dari penuturan Kiram, jumlah peserta yang mengikuti 30 Hari Bercerita terus mengalami peningkatan yang terbilang cukup signifikan dari saat pertama kali program ini dilangsungkan.
“Di tahun 2012, pesertanya 91. Di 2016 pesertanya sekitar 120an. Saat itu, selama sebulan ada 6.628 cerita yang ditulis peserta. Di 2017, jumlah cerita yang masuk selama sebulan ada 22.818. Pesertanya sempat mencapai 1.300. Nah, di 2018 ini, kemarin saya hitung sampai hari kesembilan, ada 28.932. Peserta terbanyaknya ada di angka 3.300an,” tutur dia.
ADVERTISEMENT
Dari sekian banyak cerita yang terkumpul, program yang saat ini dikelola oleh Kiram bersama dengan 11 sukarelawan yang berperan sebagai admin, sudah mampu memroduksi sebuah buku kumpulan cerita pendek yang diberi judul “Ini Mimpi Budi” pada 2016 lalu.
Kiram berharap, program 30 Hari Bercerita yang ia buat mampu memicu banyak orang untuk merasa aman dan senang bercerita. Sebab, menurutnya, masih tidak sedikit orang yang merasa sungkan untuk bercerita dengan panjang di media sosial.
"Ajakan ngeblog itu menurut saya perlu juga karena, di satu sisi, media sosial itu emang memungkinkan kita sharing apapun. Tapi, nggak semua hal bisa “aman” untuk di share. Buktinya kecilnya gini: kita terbiasa mempost cerita-cerita yang singkat dan instan saja. Sementara untuk bercerita panjang kadang suka ngerasa sungkan. Enggak sedikit yang menulis caption panjang, dia minta maaf di bagian akhirnya," tutup Kiram.
ADVERTISEMENT