Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Ardhito Pramono Bercerita soal Eksistensi Diri Lewat Lagu Wijayakusuma
7 Juli 2022 12:17 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Aktor sekaligus musisi, Ardhito Pramono , hari ini Kamis (7/7), resmi merilis single terbarunya yang berjudul Wijayakusuma. Lagu ini menjadi comeback Ardhito usai bebas dari kasus narkoba, sekaligus penanda kembalinya label rekaman Aksara Records setelah hampir 13 tahun vakum.
ADVERTISEMENT
Ardhito Pramono bercerita, awalnya lagu ini diciptakan untuk mengkritik aksi penggusuran yang terjadi di kawasan asri di Canggu, Bali, demi vila yang akan dibangun oleh warga negara asing. Saat itu dirinya sebagai saksi dalam kasus tersebut.
Namun, dalam proses pembuatannya, lagu tersebut dikritik Oomleo lantaran minim sentuhan Indonesia. Ardhito pun akhirnya menggeser perspektif idenya hingga akhirnya melahirkan Wijayakusuma sebagai tembang pop Indonesiana dua babak yang bercerita seputar eksistensial diri.
“Banyak kecemasan gue akan, ‘Guna gue apa, ya? Gue musisi, main film, penyiar juga. Terus, apa?’ Malah jadi mempertanyakan fungsi diri gue. Gue cerita banyak ke Oomleo, untuk itu akhirnya gue sertakan dalam lirik,” kata Ardhito dalam siaran tertulis yang diterima kumparan, Kamis (7/7).
ADVERTISEMENT
Di babak pertama, Ardhito mempertanyakan makna hidup dengan iringan khidmat piano dan orkestrasi yang lirih. “Laju senja, pasrah gelap tiba. Tertunduk, termenung, terkulai, terlunta. Cemas akan guna,” begitu penggalan liriknya yang ia tuliskan dengan padanan aksara autentik, dinyanyikan melalui lekuk pop Indonesia kala 50 tahun silam.
Liriknya kemudian berkembang seiring lagunya melaju mencapai babak kedua, ketika ia mengaitkan makna hidup dengan alam semesta yang digambarkan oleh kekayaan alam maupun budaya Indonesia.
Jika digambarkan, lagu Wijayakusuma merupakan luapan energi eksploratif mendiang Chrisye yang terpantik berkat sejawatnya, seperti Eros Djarot, mendiang Yockie Suryoprayogo, Keenan Nasution, hingga Guruh Soekarnoputra. Ardhito bukan berusaha mereplika zaman emas itu, tapi ia menjembatani semangatnya untuk masa ini.
ADVERTISEMENT
“Awalnya lagu ini tidak bisa gue rekam karena gue tidak tahu cara menyanyikannya,” ungkap Ardhito mengenai kesulitan membuat Wijayakusuma.
Ia juga bercerita akhirnya ia mengaplikasikan metode satu kali rekam. Hal tersebut dilakukan demi menuai esensi olah vokal yang maksimal dalam situasi terbatas, selayaknya periode rekaman menggunakan pita.
“Di take pertama, Oomleo merasa gue tidak nyaman dan terengah-engah. Jadi, yang sudah dalam versi lagunya, itu setelah melalui take ke-100 sekian,” kata Ardhito.
Meski sudah banyak teknologi yang mendukung, Ardhito mengaku ia masih menggunakan metode lama. Dirinya lebih memilih untuk merekamnya di Indonesia, dengan pemain-pemain dari Indonesia, dan beberapa alat rekamnya pun asli dari Indonesia.
Sementara itu, Hanindito Sidharta, Co-founder Aksara Records, mengatakan, konsep pop Indonesiana yang diusung Ardhito menjadi salah satu pemicu untuk Aksara Records bangkit kembali. Aksara Records kembali karena kancah musik pop Tanah Air dengan sentuhan pop 80’an atau 70’an.
ADVERTISEMENT
"Musik-musik seperti ini bahkan digemari anak-anak gen Z dan milenial,” jelas Hanin.
Aksara Records juga bakal merilis album penuh terbaru Ardhito Pramono yang direncanakan terjadi pada pertengahan Juli ini. Warna musik Ardhito dalam album tersebut pun akan bernapas ala pop Indonesia lama.
“Dulu, Aksara Records berdiri karena kami ingin mendokumentasikan band-band Jakarta yang tidak berpatokan kepada musik pop atau rock yang ada di pasar pada saat itu. Seperti The Brandals, The Upstairs, The Adams, dan masih banyak lagi," tutup Hanin.
Live Update