Avoidant Personality Disorder, Gangguan yang Bikin Seseorang Enggak Percaya Diri

23 Juni 2022 8:36 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi wanita takut traveling (hodophobia) Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi wanita takut traveling (hodophobia) Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Merasa malu akan sesuatu adalah hal normal. Tapi, kalau rasa malu tersebut menjadi berlebihan dan muncul rasa takut akan penolakan atau kritik orang lain, itu mungkin bisa menjadi tanda dari avoidant personality disorder.
ADVERTISEMENT
Avoidant Personality Disorder ini adalah gangguan kepribadian yang membuat penderitanya menghindari interaksi sosial dengan orang lain.
Mengutip Webmd, orang dengan gangguan kepribadian ini ditandai dengan perasaan penghambatan sosial yang ekstrem, ketidakmampuan, dan kepekaan terhadap kritik serta penolakan negatif.
Berbeda dengan sifat pemalu yang biasa, Avoidant Personality Disorder ini membuat para penderitanya sulit untuk menjalin hubungan yang dekat dengan orang lain dan merasa canggung untuk berada di sosial.
Penyebab gangguan ini belum diketahui secara pasti, tapi, faktor genetik dan keturunan juga diduga dapat berperan dalam membuat seseorang mengalami gangguan ini.
Gangguan kepribadian ini dapat menyebabkan masalah signifikan yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain. Sekitar satu persen dari populasi umum memilki gangguan ini.
ADVERTISEMENT
Gejala gangguan kepribadian menghindar dapat mencakup berbagai perilaku, seperti menghindari pekerjaan, kegiatan sosial, atau sekolah karena takut dikritik atau ditolak; rendah diri; dan juga mengisolasi diri.
Ketika dalam situasi sosial, seseorang dengan gangguan kepribadian ini mungkin takut untuk berbicara karena takut mengatakan hal yang salah, terbata-bata, atau merasa malu. Atau mungkin juga menghabiskan waktu karena terlalu cemas mempelajari orang-orang di sekitar untuk tanda-tanda persetujuan atau penolakan.
Ilustrasi perempuan merasa panik dan takut saat berada di tengah banyak orang. Foto: Odua Images/Shutterstock
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-5) dari American Psychiatric Association mengatakan bahwa seseorang yang didiagnosis dengan gangguan kepribadian ini akan menunjukkan kriteria berikut:
- Menghindari aktivitas pekerjaan yang melibatkan kontak interpersonal yang signifikan karena ketakutan akan kritik, ketidaksetujuan, atau penolakan.
ADVERTISEMENT
- Enggak mau terlibat dengan orang lain kecuali mereka yakin akan disukai
- Menunjukkan pengekangan dalam hubungan karena takut dipermalukan atau diejek
- Memandang diri sendiri sebagai orang yang enggak kompeten secara sosial, enggak menarik secara pribadi, atau lebih rendah dari orang lain.
- Sangat enggan untuk mengambil risiko pribadi atau terlibat dalam aktivitas baru karena dapat memalukan.
- Sering melebih-lebihkan suatu hal
- Terlalu sensitif dan mudah tersinggung saat menerima kritik
ADVERTISEMENT
- Sering merasa cemas
- Sulit membuat keputusan
- Susah atau sama sekali enggak bisa percaya pada orang lain
Meski begitu, enggak semua gejala di atas menandakan bahwa seseorang pasti memiliki gangguan keprbadian AVPD. Banyak orang yang punya sifat pemalu dan sulit percaya orang lain tapi bukan karena gangguan ini.
Seseorang bisa dikatakan mengarah ke gangguan kepribadian AVPD dari gejala-gejala di atas jika sudah terjadi dalam jangka waktu yang lama dan membuat penderitanya sulit untuk beraktivitas dan menjalin hubungan dengan orang lain.
Ilustrasi perempuan sedih Foto: Shutterstock

Cara Mengatasi Avoidant Personality Disorder

Seperti gangguan kepribadian lainnya, AVPD bukanlah kondisi yang mudah untuk ditangani. Karena para penderitanya punya pola pikir dan perilaku yang sudah tertanam selama bertahun-tahun.
ADVERTISEMENT
Jika para penderita enggak ditangani dengan baik, dapat lebih berisiko untuk mengalami berbagai masalah psikologis lain seperti depresi, serangan panik, atau keinginan untuk bunuh diri.
Sehingga, para penderita gangguan kepribadian AVPD dapat berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater. Para ahli ini dapat melakukan psikoterapi termasuk terapi perilaku kognitif. Nantinya, para pasien akan dibimbing untuk mengubah pola pikir dan perilakunya akan menjadi lebih positif serta belajar untuk berinteraksi dan menerima orang lain. Selain itu, para pasien juga akan mendapatkan obat-obatan.
Laporan Afifa Inak