Cari Pacar Lewat Tinder, Kenapa Enggak?

17 Mei 2018 11:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tinder (Foto: Transform Magazine)
zoom-in-whitePerbesar
Tinder (Foto: Transform Magazine)
ADVERTISEMENT
Bermula dari keisengannya saat menunggu hujan reda, Denisa (24, bukan nama sebenarnya) tertarik untuk men-download Tinder karena terpengaruh oleh temannya. Dia mengaku sempat sewot lantaran temannya itu sudah memiliki pacar.
ADVERTISEMENT
”Ya kan mainan aja, kenalan," ujar Denisa mengimitasi respon temannya dengan santai.
“Hanya iseng” juga dijadikan alasan oleh Shela (25) saat pertama kali mencoba aplikasi buatan Sean Rad ini. Shela yang menyukai tipe cowok gondrong ini awalnya bahkan tidak memiliki waktu khusus untuk bermain Tinder.
Berbeda dari Denisa yang awal-awal bermain Tinder bisa menghabiskan waktu selama dua jam karena banyaknya waktu luang dan tidak memiliki teman di kosan.
“Bisa dibilang gue kesepian waktu itu karena baru pertama kali kerja dan harus ngekos karena rumah jauh, apalagi saat bulan Ramadan,” tuturnya.
Namun, Denisa mengaku intensitas bermain Tinder kini sudah lebih jauh berkurang karena rasa bosan.
Tinder yang menyaring dan menampilkan profil pengguna lain berdasarkan jarak dan lokasi ini ternyata punya stigma negatif, karena tidak sedikit penggunanya adalah orang-orang yang punya modus untuk berhubungan seksual semata.
Ilustrasi pelecehan seksual (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pelecehan seksual (Foto: Shutterstock)
Dikutip dari New York Times, Tinder menerima banyak aduan karena banyaknya pelecehan terhadap perempuan dilakukan melalui aplikasi ini. Lebih parahnya, fitur untuk swipe profile membuat Tinder dijuluki sebagai “hook up app” atau aplikasi untuk behubungan intim. Meskipun Tinder berusaha untuk menyingkirkan label tersebut, namun reputasi buruk tersebut kadung melekat untuknya.
ADVERTISEMENT
Sebelum kalian berkoar-koar dan protes soal pernyataan di atas, ternyata Denisa juga pernah hampir mengalami hal menjengkelkan serupa dengan salah satu kenalannya dari Tinder.
Awalnya, Denisa memutuskan untuk bertemu dengan kenalannya di Tinder karena ketertarikan dengan pekerjaannya. Dia merasa, pekerjaan si cowok ini (sebut saja namanya Rudi) ada kaitannya dan cukup bisa membantu pekerjaannya sekarang.
“Waktu itu tujuan gue emang buat nyari rekanan dan temen aja, jadi gue putuskan juga untuk ketemu setelah ngobrol-ngobrol di Tinder,” ungkapnya.
Selain itu, Denisa juga punya alasan nyeleneh lainnya, yaitu karena si Rudi ini berzodiak Gemini. Denisa berterus terang bahwa dia tertarik untuk membuktikan apakah dirinya yang seorang Libra akan selalu cocok dengan seseorang berzodiak Gemini.
ADVERTISEMENT
Belum apa-apa, Rudi yang bekerja di sebuah perusahaan agency ini sudah meminta Denisa untuk menemuinya di apartemen milik Rudi. Alasan klasik mulai dikarang: SIBUK KERJA.
“Gue tolak lah masa harus gue yang nyamperin dan ketahuan banget ini orang mau cari kesempatan,” kata Denisa.
Setelah saling melempar respons, akhirnya Denisa dan Rudi sepakat untuk bertemu di salah satu coffee shop daerah Jakarta Selatan. Namun, pertemuan itu terjadi dengan sedikit obrolan saja karena Rudi memang benar-benar masih harus bekerja. Maklum, anak agency. Padahal, Denisa sudah memberi saran untuk bertemu di lain waktu saja.
“Dari pertemuan itu gue udah ngecengin dia karena keputusan dia ngajak ketemuan cewek pertama kali di apartmen, terus dia cuma ketawa-tawa mesem dan kasih respons denial. Dasar bodoh,” tukas Denisa.
ADVERTISEMENT
Selepas menyeruput kopi dan perbincangan yang biasa-biasa saja, mereka memutuskan untuk makan nasi uduk dekat apartemen Rudi. Lagi-lagi kenapa harus dekat apartemen Rudi? Namun kali ini perbincangan mereka cukup meluas. Mulai dari digital marketing hingga buku tentang Islam.
Singkat cerita, Denisa tertarik dengan buku yang dikoleksi oleh Rudi di apartemennya dan ingin meminjam beberapa.
“Sebenernya gue sengaja mancing juga, untuk pembuktian aja sih apakah pola pikir cowok ini mudah ketebak dan asumsi gue dia adalah cowok cupu, banyak gaya, dan bodoh ini benar,” ujarnya.
Sebelum berangkat ke apartemen Rudi, Denisa mengirim lokasi ke salah satu sahabatnya untuk berjaga-jaga.
Live Location di WhatsApp. (Foto: WhatsApp)
zoom-in-whitePerbesar
Live Location di WhatsApp. (Foto: WhatsApp)
Di apartemen Rudi, dia akhirnya bercerita soal tujuannya bermain Tinder, yaitu ingin mencari pasangan yang bisa diajak tinggal bersama. Setelah obrolan itu, keinginan Denisa untuk pulang seolah-olah ditahan oleh Rudi. Dia berusaha untuk mengulur waktu, sampai waktu menunjukkan pukul 00.00 WIB, Rudi menyuruh Denisa untuk menginap di apartemennya. Tapi Denisa mengelak.
ADVERTISEMENT
“Ya gue kan bisa pesen gojek juga, modus banget sih lo hahaha," kata Denisa tergelak.
Dengan banyaknya respons yang dilontarkan Rudi, Denisa justru menikmati saat-saat dia mengerjai Rudi.
“Intinya sih, gue bisa buktiin ternyata asumsi gue tentang dia benar. Tapi jangan ditiru ya hehe,” kelakar Denisa.
Namun, di balik kejadian tidak menyenangkan ini, ternyata Denisa juga pernah mendapat pacar dari Tinder.
“Gue beraniin diri ketemu sama orang itu karena gue tahu dia itu kenalannya salah satu senior gue di kampus, kemudian dekat selama 2 bulan dan jadian,” tuturnya.
Faktor tampilan profilnya di Tinder tidak ditampik Denisa sebagai salah satu alasan mengapa dia menyukai cowok tersebut. Kemampuan cowok tersebut untuk menampilkan foto, bio, hobi, pekerjaan, dan interest-nya dalam satu profil yang menarik dan punya kesamaan dengan dirinya.
ADVERTISEMENT
“Karena intinya online dating adalah tampilan visual, bohong banget kalo tampilan di Tinder enggak memengaruhi,” ucapnya.
Selain faktor tampilan profil, karakter asli dan kesamaan selera humor juga dianggap penting oleh Shela.
“Faktor same jokes, karakter yang asik juga berpengaruh sih,”jawab Shela.
Bahkan Shela yang juga mendapat pacar dari Tinder ini mengaku, nyaris menemukan yang sesuai dengan ekspektasinya dalam mencari pasangan.
“Secara fisik sesuai tipe, karakter juga sih, yah 80 persen lah hehe,” ujar Shela mengakui.
Ilustrasi pasangan millennials. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pasangan millennials. (Foto: Thinkstock)
Mencari pasangan melalui aplikasi kencan online kini merupakan hal yang lumrah terjadi. Kemajuan teknologi nyatanya memang memudahkan hidup seseorang tidak hanya untuk urusan pekerjaan dan mobilitas saja, namun juga untuk urusan mencari pasangan. Lagipula, sudah banyak aplikasi kencan online selain Tinder yang bermunculan. Beberapa di antaranya adalah OkCupid, Date in Asia, Badoo hingga setipe.com yang dimiliki Indonesia.
ADVERTISEMENT
Meskipun begitu, mencari pasangan melalui aplikasi kencan online masih sering dianggap sebagai sesuatu yang “memalukan” atau bahkan “menyedihkan”. Menurut Denisa, orang-orang yang punya anggapan seperti itu adalah orang yang enggak bisa menerima kemajuan teknologi.
"Buat apa susah-susah cari in real life, kalau ada teknologi yang bisa mempertemukan lo dengan ratusan orang? Toh cara orang untuk menikmati hidup itu beda-beda," ujar Denisa.
Anggapan negatif tersebut juga disikapi oleh Shela.
“Gue mau tanya orang-orang yang kayak gitu punya kuota enggak? Kalau punya install aja dulu, enggak usah banyak omong,” ucapnya sarkastis.
Memutuskan untuk berhubungan lebih lanjut dengan orang yang kita kenal melalui aplikasi kencan online, juga perlu waspada dan mempersiapkan diri sama saja seperti berkencan pada umumnya. Denrich Suryadi, Psikolog klinis, sekaligus family and relationship expert ini berujar, untuk para pengguna aplikasi kencan online agar tetap melakukan sesuatu secara logis dan tidak hanya mengikuti perasaan saja.
ADVERTISEMENT
Setidaknya ada tips dasar yang bisa dilakukan para pengguna aplikasi kencan online sebelum serius untuk mencari pasangan, seperti mengetesnya dengan menanyakan beberapa hal secara ulang untuk memastikan kejujurannya.
Kemudian, jika kenalan kamu terlalu banyak memuji kamu atau dirinya sendiri, hal ini juga patut dicurigai. Karena itu merupakan upayanya membuat kesan yang berlebihan untuk menyanjung kita dan membuat kita mudah percaya kepadanya.
Yang paling penting dari semuanya adalah waktu. Kamu tidak perlu terburu-buru untuk menemuinya secara langsung atau berkencan.
“Rentang waktu satu bulan cukup matang bagi kita untuk memastikan apakah perkenalan ini layak dilanjutkan atau tidak. Apabila ia membatalkan janji secara mendadak atau dengan berbagai alasan yang tidak logis, putuskan hubungan komunikasi tersebut sebelum kita terus menerus dipermainkan. Hal ini mengindikasikan ketidakseriusannya untuk berkenalan dengan kita,” pungkas Denrich.
ADVERTISEMENT
Jadi, tertarik untuk cari pacar lewat Tinder? Swipe left atau swipe right?