Untitled Image

Changemakers Nusantara Day: Ruang Bersama Jawab Tantangan dan Bawa Perubahan

9 Juni 2022 14:01 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Susi Pudjiastuti dan DimasBagus, dua dari beberapa changemakers yang hadir dalam acara Changemakers Nusantara Day oleh Yayasan Anak Bangsa Bisa. Foto: Dok. YABB
zoom-in-whitePerbesar
Susi Pudjiastuti dan DimasBagus, dua dari beberapa changemakers yang hadir dalam acara Changemakers Nusantara Day oleh Yayasan Anak Bangsa Bisa. Foto: Dok. YABB
Dalam beberapa kesempatan hidup, kamu mungkin pernah bertanya dan mengeluhkan sesuatu tentang Indonesia. Misalnya, “Kenapa, sih, ada banyak pengangguran, padahal tingkat pendidikannya tinggi?” atau beberapa kali terbersit, “Kenapa ada wilayah di Indonesia yang mengalami kekeringan dan sulit air bersih padahal Tanah Air adalah negeri maritim?”.
Pertanyaan-pertanyaan ini menggelitik. Bukan lucu, tapi mengisi kepala dan membuatmu bertanya-tanya apa akar masalah sesungguhnya. Atau, kamu juga mungkin pernah merasa ingin mengambil peran, tetapi tak tahu harus mulai dari mana.
Yup, jika kepalamu terisi dengan ide dan angan-angan untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik, bisa jadi kamu merupakan salah satu calon changemakers Indonesia selanjutnya. Tak kenal umur, jenis kelamin, batasan wilayah, atau batasan apa pun, kamu bisa ikut andil mengatasi masalah-masalah yang kita hadapi bersama, mulai dari segi lingkungan, sosial, atau bahkan perekonomian Indonesia.
Changemakers Nusantara Day yang dihadirkan oleh Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB) bekerja sama dengan kumparan (19/5) telah berhasil merayakan kegigihan changemakers, berkumpul, dan berkolaborasi bersama. Di sini para changemakers membahas tiga masalah dan isu utama yang sedang dihadapi Indonesia.
Para changemakers Indonesia berdiskusi untuk saling bertukar pendapat dan berbagi inspirasi demi bisa merumuskan bersama apa saja jalan keluar yang bisa kita ambil demi menjawab masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan yang kini sedang kita hadapi.

Bekal Utama untuk Bisa Jadi Changemakers Indonesia

Dalam kesempatan untuk celebrate, connect, dan collaborate ini, para changemakers yang hadir saling membagikan pengalaman dan bekal utama agar kita juga bisa mengambil peran sebagai pembawa perubahan.
Di Conference Room yang berjudul “Enabling Changemakers to Make Impact”, CEO GoTo Andre Sulistyo mengatakan bahwa kita semua bisa jadi changemakers, tanpa kenal batasan. Siapa pun punya perannya sendiri.
Changemakers itu bisa siapa saja, lho. Dari yang kita kenal hari ini, salah satu panelis, yaitu Ibu Susi Pudjiastuti, hingga para driver Gojek dan para mitra Tokopedia. Ada banyak hero story dari mereka yang saling membantu masyarakat di sekitarnya,” ujar Andre. Dari bantuan dan aksi nyata untuk membawa perubahan inilah GoTo Group sadar bahwa siapa saja bisa menjadi changemakers.
Ya, setiap orang bisa ambil peran di bidang apa pun demi memberikan kebaikan untuk bangsa Indonesia. Tak perlu muluk-muluk dan memulai sesuatu dengan skala besar, perubahan ternyata bisa kita lakukan dari diri sendiri.
Dimas Bagus, Founder & Ketua Yayasan Get Plastic, jadi contohnya. Ia memulai langkahnya sebagai changemakers dari hobi mendaki yang dimiliki. “Saya sering mendaki. Pertama kali tahun 80-an saya mendaki, kita enggak pernah melihat sampah plastik. Tapi ketika beberapa tahun terakhir, 10 tahun yang lalu, saya mendapati banyak sekali sampah plastik yang berserakan di atas gunung,” kisahnya. Ya, dari sinilah ia memulai langkahnya membuat yayasan untuk mengelola sampah plastik menjadi bahan bakar minyak.
Susi Pudjiastuti, sebagai salah satu pembicara di Conference Room pun mengamini paparan Dimas. Ia setuju bahwa memulai perubahan bisa dari skala kecil. “Dari sini, ke sini, gerakin tangan, gerakin kaki. Jangan malas ngomong, jangan malas memberi contoh,” ujarnya.
Sayangnya, ternyata masyarakat Indonesia, utamanya anak muda membutuhkan bekal utama lainnya untuk bisa menjadi changemakers. Dr. Bagus Takwin, M. Hum, Dekan Fakultas Psikologi UI mengatakan bahwa bekal wajib untuk menjadi changemakers adalah kekuatan karakter.
“Ada ketangguhan, resiliensi, ketangguhan, tidak takut gagal, optimisme, mindset yang terbuka, siap menerima masukan merupakan bagian dari penguatan karakter,” jelas Bagus. Lebih lanjut lagi, dengan karakter ini seseorang bisa menjadi changemakers dan menjadi role model untuk sekitarnya.
Lalu, siapkah kamu menjadi changemakers selanjutnya?
Menghadapi berbagai keresahan di isu sosial, lingkungan, hingga ekonomi, tentu tidak bisa dilakukan dengan sendiri. Kamu butuh bergotong-royong alias berkolaborasi dengan para changemakers lainnya untuk membawa perubahan yang signifikan.
Karenanya, Yayasan Anak Bangsa Bisa, dalam Changemakers Nusantara Day ini juga menghadirkan secara khusus tiga ThriveRoom. ThriveRoom merupakan ruang diskusi yang dihadiri oleh changemakers di bidangnya untuk saling berkumpul, berdiskusi, dan merumuskan solusi dari tiga isu penting yang dihadapi Indonesia saat ini.
Ada ThriveFORWARD: "Nurturing Future Generation of Changemakers”, ThriveGREENER: "Breaking the Silos – Tackling Water and Waste Issues as Part of Disaster Resilience", dan terakhir ThriveTOGETHER: "The Next Changemakers for Digital Transformation”.

Keseruan Diskusi ThriveRoom di Changemakers Nusantara Day

Ketiga ThriveRoom dalam Changemakers Nusantara Day berlangsung sangat seru karena para pembicara sekaligus changemakers kembali membahas pengalaman, berbagi pengetahuan, dan merumuskan solusi untuk berbagai masalah yang sedang dihadapi Indonesia. Kamu tak lagi akan bingung langkah pertama apa yang harus diambil.
Tentu untuk bisa mewujudkan langkah perubahan di berbagai bidang, kita membutuhkan lebih banyak individu untuk bisa menjadi the next changemakers. Karenanya, dalam diskusi ThriveFORWARD, para changemakers dan peserta bersama sama merumuskan solusi untuk mencetak generasi changemakers selanjutnya.
Ahmad Giras W. Bowo sebagai salah satu pembicara dan juga seorang changemakers pendidikan, Indonesia Mengajar, memaparkan kunci utama untuk bisa menjadi generasi changemakers selanjutnya. Giras mengajak anak-anak muda untuk lebih banyak berinteraksi dan menyelesaikan berbagai masalah langsung di lapangan.
Sebagai bekal, ada dua poin penting yang perlu dimiliki, yaitu kompetensi global dan pemahaman akar rumput (grassroot understanding). “Kalau dari saya, konkretnya untuk anak muda bisa berdampak di masyarakat, yaitu volunteering,” tegas Giras. Dengan cara ini, anak muda tidak hanya menyaksikan masalah melalui sosial media, tetapi juga punya agility dan siap membawa perubahan.
Dalam ThriveTOGETHER, para changemakers berdiskusi dan membuka peluang kolaborasi dengan multi-sektor untuk ciptakan digital talent yang berkualitas. Ya, merujuk data dari Menko Perekonomian (2022) terlihat bahwa pada 2030 yang akan datang, diperkirakan Indonesia membutuhkan 9 juta digital talent. Sayangnya tidak hanya keterbatasan, ternyata talenta digital Indonesia saat ini belum mencapai kualifikasi untuk bisa memenuhi kebutuhan tersebut.
Karenanya, salah satu pembicara pada ThriveTOGETHER, F. Astha Ekadiyanto, yang merupakan Director of Center for Independent Learning (CIL) UI, mengatakan bahwa “Dibutuhkan kemampuan untuk learning, re-learning, upskilling, hingga unlearning”. Ini jadi poin penting dan “PR” besar baik pemerintah maupun masyarakat untuk bisa meningkatkan daya saing dan talenta digital Indonesia ke depannya.
Keseruan berbeda berlangsung dalam ruang diskusi ThriveGREENER. Para changemakers berbagi inspirasi dan pengalaman seputar isu lingkungan. Studi kasus yang dibicarakan adalah kondisi terkini terkait sampah dan air di wilayah TPST Bantar Gebang dan bantaran Sungai Ciliwung.
Meski rumit dan sistemik, baik Suparno Jumar (Founder of River Defender) dan Resa Boenard (Co-Founder of BGBJ) sama-sama mengajak masyarakat dan generasi changemakers selanjutnya untuk bersama-sama mengatasi isu ini dengan memulai langkah dari diri dan rumah sendiri. Memilah sampah organik dan non-organik, membawa tempat makan sendiri, mengolah sampah, hingga langkah besar seperti membuat biopori sendiri.
“Setidaknya kita bisa mengurangi produksi sampah kita. Atau kita bisa buang sampah itu (dengan keadaan) sudah dipilah,” saran Resa. Langkah ini ia sarankan untuk masyarakat bersama-sama membawa perubahan kecil untuk bisa memberi perubahan besar. “Paling tidak, jika upaya ini bisa kita lakukan dengan konsisten. Ini sangat membantu orang-orang yang bekerja di sektor tersebut,” tambah Suparmo.
Ya, Conference Room dan ThriveRoom yang dihadirkan pada Changemakers Nusantara Day ini membuat kita lebih sadar dan siap menghadapi isu-isu yang menjadi concern setiap orang.
Jadi, mana yang jadi fokusmu? Jika kamu punya keresahan yang sama tentang berbagai isu Indonesia, kamu masih bisa ikut menyimak obrolan ini, kok!
Tonton selengkapnya keseruan diskusi dari para changemakers ini melalui YouTube Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB), ya! Dengan menyimak lengkap tiga ThriveRoom di Changemakers Nusantara Day ini, kamu bisa dapat inspirasi untuk bisa changemakers selanjutnya! Yuk, langsung klik di sini!
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan Yayasan Anak Bangsa Bisa.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten