Di Tengah Gempuran Era Digital, Kenapa Milih Gabung Komunitas Fotografi Analog?

27 November 2022 14:40 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kamera yang digunakan komunitas "per-Analog-an kumparan. Foto: Kelik Wahyu Nugroho/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kamera yang digunakan komunitas "per-Analog-an kumparan. Foto: Kelik Wahyu Nugroho/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di era digital, fotografi menjadi hal yang lumrah diminati banyak orang karena kehadiran teknologi yang semakin mempermudah. Hanya dengan smartphone saja, orang-orang bisa menghasilkan foto-foto yang berkualitas. Jenis kamera digital pun kini sangat beragam, bahkan dilengkapi dengan sejumlah teknologi canggih.
ADVERTISEMENT
Namun di tengah gempuran teknologi, eksistensi kamera analog tampaknya tidak ikut tergerus zaman. Masih banyak orang yang menggemari hingga membentuk komunitas fotografi analog.
Komunitas "per-Analog-an kumparan. Foto: Kelik Wahyu Nugroho/kumparan
Seperti halnya Baiquni, salah satu awak kumparan yang gabung dalam komunitas "per-Analog-an kumparan". Komunitas yang kini beranggotakan 12 orang ini, mulanya terbentuk karena dipertemukan dengan hobi yang sama.
Baiquni sendiri mulai menggemari fotografi analog ini sejak awal pandemi. Menurutnya, kamera analog ini memiliki daya tarik tersendiri dibanding kamera digital. Kamera digital kini bisa dioperasikan oleh siapa saja, dan itu membosankan.
"Tone warnanya unik. Itu yang tidak bisa didapat dari kamera digital. Mau pakai preset di photoshop pun beda hasilnya," ujar Baiquni.
Hasil foto karya Baiquni yang diambil menggunakan kamera analognya. Foto: Rizki Baiquni Pratama/kumparan
Menggunakan kamera analog di zaman sekarang ini, bisa dibilang lebih sulit dari kamera digital, serta membutuhkan banyak effort, mulai dari memotret hingga mendapatkan hasilnya.
ADVERTISEMENT
"Kalau dibilang susah sih enggak ya. Namun memang harga roll film naik terus. Pas tahun 2020, saat mulai main tuh harganya masih Rp 80 ribu. Sekarang Rp 150 ribu satu roll," ujarnya.
Berbicara soal eksistensi, Baiquni sendiri menganggap fotografi analog justru makin lama makin banyak peminatnya.
Hasil foto karya Baiquni yang diambil menggunakan kamera analognya. Foto: Rizki Baiquni Pratama/kumparan
"Beda dengan kamera digital saat ini, hasil jepretan kamera analog tidak bisa langsung dilihat. Kadang ada rasa deg-degan dan penasaran saat film dicuci, misal jepretannya bagus atau nggak, terlalu gelap, dll," ujar Nadia Wijaya, salah satu awak kumparan yang juga gabung dalam komunitas tersebut.
Menurut Nadia, kamera analog adalah 'seni' yang membutuhkan kesabaran dan kejelian. Hasilnya pun juga dapat terus dinikmati dan tak lekang oleh waktu.
ADVERTISEMENT
Berikut adalah beberapa hasil foto karya komunitas "per-Analog-an kumparan".
Hasil foto dari kamera analog karya Indah Sibuea, salah satu anggota "per-Analog-an kumparan". Foto: Indah Sibuea/kumparan
Berbeda dengan pendapat Indah, yang juga merupakan anggota komunitas ini. Indah mengatakan eksistensi kamera analog pasti akan tergerus. Tetapi selama ada orang yang masih menggeluti analog, walaupun sedikit, bisa tetap eksis.
"Walaupun kita nggak tahu sampai kapan, semoga produsen film juga nggak semuanya ngestop produksi film", ujar Indah.