Hukuman Siswa SMA Masa Kini: Tugas Artikel sampai Disiplin Positif

8 November 2018 20:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi siswa SMA (Foto: Instagram @chips_54)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi siswa SMA (Foto: Instagram @chips_54)
ADVERTISEMENT
Apa hukuman pelanggaran di sekolah masa kini yang bisa membuatmu tidak melakukan pelanggaran lagi? Hukuman fisik atau yang lain?
ADVERTISEMENT
Di SMA Negeri 3 Jember, hukuman fisik itu tidak dikenal para siswa. Jika saja siswa berani sampai di pagar sekolah melebihi pukul 06.55, misalnya, mereka akan “belajar” di tempat lain seperti Balai Latihan Kerja (BLK) atau Kebun Pembibitan.
“Kita arahkan ke sana untuk mendengarkan informasi termasuk diberi pelatihan dan siswa diberi tugas untuk merangkum (laporan). Lalu sampai jam 12 pulang, menyusun artikel di rumah hasil pengamatan tadi,” kata Kepala SMA Negeri 3 Jember, Rasyid, yang juga peraih penghargaan Best of The Best Award sebagai Kepala Sekolah terbaik se-Indonesia.
Laporan berupa artikel tersebut akan disetorkan keesokan harinya oleh para siswa untuk mengganti absen karena terlambat. Menurut Rasyid, hukuman ini cukup efektif membuat para siswa tidak telat lagi keesokan harinya.
ADVERTISEMENT
“Saya sudah bertahun-tahun punya pengalaman lama di kesiswaan. Jadi ketika siswa datang terlambat lalu diberikan kesempatan masuk di jam kedua, keesokan harinya banyak lagi siswa yang terlambat,” ujarnya.
Rasyid juga pernah memberi hukuman untuk bersih-bersih tapi siswa tak juga jera. Kemudian ia terpikir ide hukuman telat dengan menulis artikel ini atas pertimbangan bahwa siswa juga berhak belajar juga meski tidak di kelas.
“Anak-anak sekarang, kan, tidak punya rasa takut. Kalau soal menulis artikel ini enggak akan berani menantang,” terangnya.
Di SMA Negeri 3 Makassar juga tidak ada namanya hukuman fisik. SMA yang dinobatkan sebagai Sekolah Ramah Anak Terbaik di Indonesia tahun 2018 ini menerapkan apa yang dinamakan sebagai disiplin positif. Apa yang dilakukan siswa menghasilkan konsekuensi logis sesuai apa yang dilakukan.
ADVERTISEMENT
“Misalnya anak menumpahkan air lalu membuat lantai licin, itu konsekuensinya adalah mengelap air itu. Tidak boleh yang lain, tidak boleh kita suruh berdiri atau lari keliling lapangan. Itu tidak logis namanya,” tutur Surawi, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMA Negeri 3 Makassar.
Surawi menjelaskan siswanya yang telat akan ditanyai alasan di balik tindakannya itu.
“Kalau masalahnya tiba-tiba sakit perut tadi pagi atau mencret, itu kami tidak salahkan. Diberikan kesempatan masuk kelas,” jelas Surawi.
Meski begitu, sekolah tetap mencatat apa pelanggaran yang dilakukan para siswa. Guru juga dituntut untuk selalu mencari tahu mengapa siswa melakukan pelanggaran.
“Kalau pelanggaran siswa itu berulang, kami ada kunjungan rumah, biasanya dari Kesiswaan bersama dengan guru BK (bimbingan konseling). Rata-rata anak-anak yang sering indisipliner itu adalah anak yang broken home,” kata Surawi.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Surawi menambahkan bahwa di SMA Negeri 3 Makassar tidak menganut adanya hukuman, terlebih lagi hukuman fisik.
“Kami menganut konsekuensi logis, karena sekolah itu, kan, (fungsinya) pendidikan. Jadi kalau ada kesalahan, anaknya dididik, bukan dihukum,” tutup Surawi menegaskan.