Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Jangan ‘Ngoyo’, Prinsip Turun Temurun dalam Bisnis Tiket Ibu Dibjo
4 September 2018 19:28 WIB
Diperbarui 21 Januari 2021 11:23 WIB

ADVERTISEMENT
Jalan panjang usaha tiket box Ibu Dibjo untuk sampai ke titik ini bukanlah tanpa tantangan. Seperti diceritakan oleh Srie Sulistyowati alias Nuska, anak perempuan dari Ibu Dibjo, keluarganya terkadang bahkan harus merelakan kenyamanan dan ketenangan di kediamannya untuk tetap bisa melayani para pelanggan.
ADVERTISEMENT
Lebih dari setengah abad sejak bisnis itu pertama kali dimulai, kini sudah ramai bermunculan para pelaku baru dalam industri tersebut. Mereka tak hanya membawa tawaran lainnya yang mungkin lebih variatif, namun juga serangkaian teknologi yang terbilang jauh lebih canggih dibandingkan metode penjualan konvensional yang dulu dijalankan Ibu Dibjo.
Namun meski berada di tengah gempuran 'persaingan' tersebut, usaha tiket box tetap eksis, meski --tak bisa dipungkiri-- harus menghadapi beberapa tantangan-tangan baru untuk bisa terus mempertahankan bisnis turun temurun yang berdiri sejak tahun 1963 tersebut.
"Kalau zaman dulu ya gitulah masih konvensional, offline, sehingga untuk tiket-tiket yang rame, itu di halaman rumah bisa penuh bahkan sampai luber ke jalan, lalu telepon terus berbunyi tiada henti karena itu bentuknya rumah kami," tutur Nuska kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kehadiran teknologi juga diakui Nuska sebagai salah satu tantangan tersendiri bagi keberlangsungan bisnis keluarga yang saat ini dijalankan oleh keempat anak dari ibu Dibjo tersebut.
“Tantangannya, zaman sekarang makin banyak bisnis sejenis yang ditopang dengan permodalan dan teknologi yang jauh lebih tinggi. Sehingga perbedaannya beralih ke bidang teknologi. Dan teknologi yang tinggi membutuhkan modal yang tentunya tidak sedikit, itu mungkin jadi tantangannya di masa sekarang," lengkapnya.
Meski begitu, hal tersebut tak lantas membuat Ibu Dibjo tenggelam dari perhatian para pelanggannya, meski mungkin secara teknologi kalah unggul dari beberapa pelaku usaha lain di dalam industrinya.
Menurutnya, salah satu cara untuk tetap bisa mempertahankan bisnis keluarganya ini adalah dengan mengikuti alur perkembangan zaman. Selain itu, satu pesan dalam bahasa Jawa dari mendiang sang ibu yang Nuska selalu ingat sampai saat ini adalah, 'ojo ngoyo!'.
ADVERTISEMENT
"Ojo ngoyo itu jangan meyikut sesama, jangan menaikkan menambah-nambahkan harga tiket di atas harga resmi, memberikan servis yang baik kepada pelanggan, pelayanan yang prima, juga mengikuti zaman...Prinsipnya Ibu itu yang selalu ditanamkan kepada kami anak-anaknya." tuturnya.
Bagian 'mengikuti zaman' sendiri diwujudkan oleh Ibu Dibjo dengan cara masuk ke ranah daring sebagai salah satu cara penjualannya. Meski dulu dikenal sebagai tiket box yang "all out" secara offline, kini layanan penjualan tiket di Ibu Dibjo pun sudah bisa dilakukan secara online.
"Kami sangat berterima kasih kepada pelanggan setia Ibu Dibjo. Mungkin pada era-era usia sekarang seperti saya, yang anak-anaknya sudah dewasa juga kalau mencari (tiket) orang tuanya mengatakan, 'ke Íbu Dibjo saja, kenapa kamu tidak ke Ibu Dibjo?’,” tambah Nuska.
ADVERTISEMENT
Estafet bisnis keluarga ini pun mulai bergeser ke generasi ketiga dari keluarga ibu Dibjo. Selain melayani penjualan tiket untuk acara lokal, Ibu Dibjo juga menjual beragam event internasional melalui layanan daringnya. Mereka juga dalam waktu dekat akan mulai menambah kanal lain ke dalam bisnisnya, yakni travel.
“Memang alih generasi pelan-pelan kepada kedelapan cucu almarhum ibu Dibjo, yaitu kepada anak kakak-kakak saya dan anak-anak saya sendiri. Mereka berdelapan ini yang nantinya akan menjalankan ini. Insya Allah mereka amanah dan dapat meneruskan pesan almarhum ibu saya," tutupnya.