Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kisah Dokter Wong Cilik dari Indramayu yang Tak Mau Diviralkan
3 Desember 2017 12:21 WIB
Diperbarui 21 Januari 2021 11:32 WIB
ADVERTISEMENT
Percayalah, Indonesia tak akan pernah mengalami kehabisan cerita inspiratif , apalagi sampai kekurangan orang-orang baik.
ADVERTISEMENT
Kali ini, cerita inspiratif dari orang baik itu datang dari Indramayu. Tepatnya dari sebuah klinik kesehatan yang bertempat di Jalan D.I Panjaitan No.76, Kabupaten Indramayu.
Bila pada umumnya berobat di sebuah klinik kesehatan memerlukan uang yang tak sedikit. Tapi tidak bagi klinik tersebut. Pasalnya klinik itu memang didedikasikan bagi orang-orang tidak mampu.
Klinik kesehatan itu dimotori oleh seorang dokter bernama dr S Wijaya (60). Nama dr Wijaya sendiri belakangan menjadi santer dibicarakan setelah papan praktik kliniknya viral di media sosial.
Dalam sebuah foto papan klinik yang beredar, terlihat bahwa papan itu bertuliskan:
Praktek Umum dr. S. Wijaya
-Kanggo Wong Cilik
-Tidak pakai tarif
-Bayar seikhlasnya saja (masukan ke dalam kotak)
ADVERTISEMENT
-Bagi yang tidak punya uang. Tidak usah membayar
Berdasarkan informasi yang tengah beredar di media sosial, diketahui pasien yang datang berobat tidak diwajibkan membayar dengan tarif tertentu. Sebaliknya, pasien dipersilakan untuk memasukkan uang seikhlasnya ke dalam kotak amal yang telah disediakan.
Apabila memang tidak memiliki uang sama sekali, pasien boleh berobat tanpa membayar uang sepeser pun.
Atas infomasi itu, kumparan menyambangi klinik dr Wijaya, Kamis (30/11). Namun ada hal yang sedikit berbeda, papan klinik yang terpampang di sana tak memuat informasi yang sama dengan foto yang beredar di media sosial.
Papan klinik itu hanya mencantumkan nama sang dokter, informasi mengenai jam buka dan tutup, nama jalan, hingga nomor Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Dinas Kesehatan (SDK) dari klinik tersebut.
ADVERTISEMENT
Sepintas, ada beberapa informasi dalam papan klinik itu yang tampaknya memang sengaja ditutup dengan menggunakan cat warna putih.
Benar saja, pada saat kumparan menanyakan soal papan klinik yang sedikit berbeda, dr Wijaya memaparkan bahwa dirinya memang sengaja menutup informasi tersebut dengan cat warna putih pada 20 November 2017.
Alasannya, kata dia, agar segala keriuhan di media sosial bisa redup. Dirinya tidak ingin niat baiknya disalahartikan oleh pihak lain, apalagi sampai membuat dirinya menjadi terkenal.
“Saya tidak ingin diviralkan, terkenal, tersohor, terpublikasi, tidak ingin seperti itu,” ujarnya
“Jadi jangan pernah foto saya,” imbuhnya sambil tersenyum.
Meski demikian, dr Wijaya masih mau menceritakan sejarah dan motivasinya mendirikan klinik tersebut. Menurutnya, klinik itu didirikan sejak tahun 2014. Klinik dibangun tak lama setelah dia pensiun menjadi dokter.
ADVERTISEMENT
Dari segi tempat, ruang kliniknya sepintas tampak seperti ruko, terlebih ia memilih rolling door sebagai pintu masuk utama ke dalam ruang praktiknya.
Saat memasuki pintu utama, terdapat ruang tunggu berukuran sekitar 5 x 4 meter. Dicat serba putih. Terdapat tiga buah bangku tamu yang disejajarkan secara rapih di dalam ruang tunggu tersebut.
Tidak hanya itu, tampak sebuah kipas angin, juga sebuah televisi di dalamnya. Ruangan itu sekaligus membatasi dua ruangan lainnya, ruang pendaftaran dan toilet.
Bagi siapapun pasien yang ingin berobat, diwajibkan mengambil nomor antrean yang berada tepat di depan pintu ruang pendaftaran. Nantinya, pasien yang datang akan dipanggil oleh petugas sesuai nomor urut.
Di dalam ruang pendaftaran itu, terdapat enam buah kursi yang disediakan untuk pasien. Selain itu, ruang persediaan obat juga tersemat di dalamnya. Tapi jangan pernah lupa, siapa saja harus membuka alas kakinya ketika masuk ke ruangan tersebut.
ADVERTISEMENT
Di sana, pasien akan ditanya oleh petugas mengenai penyakit yang dikeluhkan. Tidak perlu lama, selanjutnya pasien akan dibawa ke ruang berikutnya, ruang konsultasi. Langsung bertemu dengan dr Wijaya.
Saat ditemui, dr Wijaya mengenakan kemeja berwarna cokelat, lengkap dengan jas putih khas dokter. Ia bercerita kalau penglihatannya sudah kurang baik, itu mengapa ia selalu menggunakan kacamata .
Kini, dr Wijaya hanya ingin mendedikasikan hidupnya pada kaum papa. Wajahnya tak ingin muncul di media, bahkan tak mau jadi buah bibir di masyarakat. Bila bertemu dengannya, jangan pernah meminta foto apalagi video. Dia ingin melakukan segalanya ‘seikhlasnya saja’.